Sebagai seorang desain interior harus bisa mengakselerasi karya arsitektural, mengenal material, sistem konstruksi, prinsip struktur, dan bahasa bentuknya. Demikian diungkapkan dosen Arsitektur Unika Soegijapranata, Ir Ch Koesmartadi MT IAI saat menjadi narasumber dalam webinar nasional arsitektur yang diselenggarakan secara online pada Sabtu (6/11/2021).
Webinar membahas topik Tektonik Nusantara yang bisa diserap sebagai interior. Mengutip buku karangan Prawoto (1999), Koesmartadi mengungkapkan, Tektonika merupakan aspek arsitektural terkait dengan cara mengolah dan memadukan bahan bangunan serta mengartikulasikan penyelesaian sambungan dalam gaya konstruksi.
“Bila diterapkan dengan gaya interior yang banyak mengadopsi dari literasi-literasi negara empat musim maka terjadi ketimpangan. Karena dalam order interior hanya diketahui yang ada di dalam bangunan, tetapi kurang memahami bahwa di atas bangunan memiliki konstruksi rangka atap, sedangkan rangka atap sangat dipengaruhi oleh kondisi alam Indonesia yang sering terjadi gempa,” jelasnya saat memaparkan materi terkait Tektonika Interior Arsitektur Nusantara .
Menurut dia, dalam desain interior, sebaiknya berpikir tepi atap sebagai tepi bangunan yang mengadaptasi bangunan Indonesia, yakni antara konsol dan kuda-kuda harus seimbang.
“Sistem sengkuap, tritis atau penaung terhadap dinding menyatu dengan sistem statika dalam tumpuan. Dengan demikian beban terkonsentrasi di kedua tumpuan, ayunan ke samping relatif kecil karena mendekat ke dua tiang,” imbuhnya.
Hal lain yang perlu dipahami, yaitu tentang interior dua musim. Yang dimaksudkan adalah ruang luar sekitar bangunan menjadi bagian dari interior. Dan integrasi antara struktur dan konstruksi dengan arsitektur, itu merupakan bentuk tektonika yang bisa mengungkapkan suatu nilai, kaya akan makna, bukan penghias interior namun penuh dengan pesan dan makna yang ada di dalamnya.
Koesmartadi mengatakan, seperti halnya rumah joglo yang didalamnya tidak sekedar rong-rongan atau tumpangsari tetapi memiliki aset tektonika yaitu ada keseimbangan, ada integrasi, ada saling mendukung, tapi bertindak sekaligus sebagai aset interior yang bisa dikembangkan.
“Jadi diharapkan desain interior dapat bekerja untuk masa depan berdasarkan ilmu-ilmu yang ada di masa lalu,” harapnya.
►https://rri.co.id/semarang/pendidikan/seputar-pendidikan/1252837/desainer-interior-harus-bisa-akselerasi-karya-arsitektural