Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno berpendapat, proyek kereta semi cepat Jakarta-Surabaya yang sedang digagas pemerintah sebaiknya tidak harus mencari hutang dari luar negeri atau badan donator pemberi pinjaman yang sebenarnya kurang menguntungkan bagi anak bangsa untuk berkarya dan berinovasi mengembangkan perkeretaapian Indonesia ke depan.
Menurut Djoko, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki kemampuan untuk menggarap proyek tersebut” Sinergi BUMN bisa menggarap proyek ini, tidak harus utang luar negeri atau badan donor pemberi pinjaman” ujar Djoko.
Lebih lanjut Djoko mengatakan, dengan melihat karya dari BUMN yang sudah dapat membangun konstruksi LRT Sumatera Selatan PT Waskita Karya, LRT Jabodebek PT Adhi Karya, LRT Jakarta PT Wijaya Karya, sarana LRT Sumatera Selatan dan sarana kereta bandara PT Inka, persinyalan PT LEN, operator PT KAI, seyogyanya sejumlah BUMN itu dapat bersinergi membangun koridor ini, kata pengamat transportasi Ir. Drs.Djoko Setijowarno, MT, lewat pesan singkat whatapp yang di kirim ke kepada ACEHSATU.com. jum’at (14/12/2018)
“Berilah kesempatan BUMN untuk membangun perkeretaapian nasional” ucap nya.
“Pemda juga dapat berperan membantu proses pembebasan lahan. Di wilayah perkotaan dibuat rel layang dapat menghilangkan semua perlintasan sebidang. Kota yang disinggahi kereta ini diharpkan dapat mengembangkan transportasi umum sebagai kelanjutan perjalanan dari dan stasiun. Pemda juga menginventarisasi kekurangan penyelesaian proyek rel ganda Jakarta-Surabaya yang belum terselesaikan, sehingga tidak menjadi hambatan untuk membangun koridor ini. Disamping itu, pemda dapat mengusulkan mencari penyelesaian bagi warga untuk mendapatkan hunian baru, misalnya meminta dibangun rumah susun melalui Kementerian PUPR atau modal usaha bagi yang mau mengembangkan usaha baru melalui Kementerian UMKM. Walaupun nantinya sudah menerima uang pengganti atas lahan dan bangunan yang terkena proyek ini” ujar Djoko.
Seperti di ketahui, untuk meningkatkan kecepatan kereta di Koridor Jakarta-Surabaya sepanjang 714,7 km sudah dilakukan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi atau BPPT. Pemerintah memutuskan peningkatan kecepatan kereta api dengan membangun satu track tambahan dengan lebar spoor 1.067 mm (narrow gauge), Kecepatan maksimum operasi 160 km per jam. Track structure berupa ballasted track dan sebagian ballastless track (lengkung dan segmen yang rawan)
Beberapa segmen jalan rel layang atau elevated track sepanjang 46 km di 12 lokasi terpisah terutama yang melintas di dalam kota, seperti Cirebon, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Semarang, Surabaya. Di Semarang akan dibangun jalan rel layang terpanjang, yakni 9,5 km.
Untuk naik turun penumpang ada 4 stasiun, yaitu Stasiun Manggarai di Jakarta, Stasiun Kejaksaan di Cirebon, Stasiun Tawang di Semarang dan Stasiun Pasar Turi di Surabaya. Sepanjang koridor ini terdapat 25 stasiun operasi. Stasiun operasi ada yang dua jalur sebanyak 10 stasiun dan 3 jakur ada 15 stasiun. Tiga jalur salah satunya untuk emergency dan sarana pemeliharaan.
Tidak menggunakan elektrifikasi, Rolling stock dengan jenis diesel multiple unit atau DEMU. Sinyaling sistem dengan fixed block, ETCS level 1 on board system. Waktu tempuh tercepat antaraJakarta Surabaya adalah 5 jam 35 menit.
Untuk pemeliharaan disediakan 2 depo, yaitu Bukit Duri seluas 2 hektar di Jakarta dan Kandangan sekuas 9 Hekar di Surabaya. Serta satu balai yasa, yakni Pasir Bungur di Subang seluas 10 hektar.
Jalur steril dari perlintasan sebidang (dibangun 124 flyover dan 339 underpass) juga jembatan penyeberangan orang. Sepanjang korfidor Jakarta-Surabaya terdapat 533 perlintasan sebidang.
Operasi KA Ekspres dengan waktu tempuh 5 jam 38 menit hanya 8 kali sehari. Perkiraan biaya langsung pembangunan keseluruhan Jakarta sampai Surabaya adalah Rp 83,01 triliun (termasuk fly over dan lahan) dan Rp 67,1 triliun (tidak termasuk fly over).
“Secara ekonomi proyek ini layak dengan indiKator EIRR 13,88%. Secara finansial, proyek ini hanya layak jika menggunakan skema pendanaan Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) Sarana dan Operasi Perawatan, dengan indikator FIRR 16,64% (pendapatan dari farebox saja),” Punkas Djoko.