Oleh: Aloys Budi Purnomo Pr, Rohaniwan, Kepala Campus Ministry, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata, Semarang
Virus corona yang mengubah wajah dunia dengan serangan pandeminya memang mencekamkan dan mengerikan. Semua negara dan segala bangsa kalang kabut olehnya, paling tidak untuk sesaat! Namun, kita manusia tidak boleh sekarat menyerah menghadapi Covid-19.
Segala daya upaya perlawanan terhadapnya menunjukkan betapa kita berada dalam kebersamaan yang dijiwai semangat kebangsaan dan kemanusiaan. Itulah setidaknya, salah satu respons yang ditunjukkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam menanggapi ajakan Paus Fransiskus melawan Covid-19 secara unika spiritual.
Sebagaimana sudah kita ketahui bersama, Paus Fransiskus mengajak semua orang di seluruh dunia, untuk menjalankan puasa sehari pada Hari Kamis (14/5). Apa pun agama dan kepercayaannya, semua orang diajak untuk menjalankan puasa sehari demi melawan pandemi ini. Kita lawan pandemi dengan kekuatan rohani secara bersama-sama, apa pun agama, kepercayaan, dan kebudayaan kita.
Alhamdulillah, Puji Tuhan, syukur kepada Allah, ajakan Paus Fransiskus yang disambut positif oleh Imam Besar Al Azhar di Kairo, Ahmad Al Tayeb itu juga mendapat tanggapan positif di Indonesia. Pemerintahan pun menyelenggarakan doa bersama dengan tajuk Doa Kebangsaan dan Kemanusiaan. Ini bagus, pantas diapresiasi.
Memang itulah yang dimaksudkan oleh Paus Fransiskus. Pandemi Covid-19 harus dihadapi bersama baik secara sosial maupun spiritual. Untuk itu, pentinglah membangun solidaritas sosial di tengah pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir ini.
Dengan puasa dan doa meski hanya sehari – bersamaan dengan Umat Islam sedunia yang sedang menjalankan Ibadah Puasa di bulan suci Ramadhan – Paus Fransiskus berharap pandemi dapat segera berakhir, kesehatan dan kesejahteraan dipulihkan, dan semangat persaudaraan pun diwujudkan.
Doa kebangsaan
Seruan Paus Fransiskus ini memang mendapat tanggapan yang sangat luas. Presiden Lebanon Michel Aoun, Patriark Ekumenis Konstantinopel Bartolomeus, dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guteres juga menyambut baik dan mendukung seruan Paus Fransiskus, yang juga melayani Negara Vatikan itu. Terima kasih, Presiden Jokowi dan Pemerintahan Republik Indonesia juga merespons seruan Paus Fransiskus.
Sangat unik dan menarik, khusus untuk Indonesia, respons atas seruan Paus Fransiskus diwujudkan dalam bentuk doa kebangsaan untuk kemanusiaan serta solidaritas sosial yang disediakan akan dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 Mei 2020, mulai pukul 13.00-15.30 WIB pun sudah dilaksanakan pada hari Kamis (14/5). Dengan demikian, keserentakan dan kebersamaan dengan Paus Fransiskus terjadi.
Dengan disiarkan oleh TVRI, doa kebangsaan dan kemanusiaan itu ditandai dengan doa lintas agama oleh pemuka-pemuka Majelis-Majelis Agama di Indonesia untuk keselamatan bangsa yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama RI.
Inilah ciri khas Indonesia dalam keberagaman! Diawali dengan pemberian amanah oleh Presiden RI Ir H Joko Widodo, doa kebangsaan untuk solidaritas sosial dilanjutkan dengan pembacaan Doa dan Tausiyah yang akan disampaikan berturut-turut oleh Prof Dr KH M Quraish Shihab MA. mewakili umat Muslim; Pdt DR Ronny Mandang MTh. mewakili umat Kristen; Kardinal Ignatius Suharyo mewakili umat Katolik; Ida Pedanda Nabe Gede Bang Buruan Manuaba mewakili umat Hindu, Bante Sri Pannyavaro Mahatera mewakili umat Buddha, dan Xs Budi S Tanuwibowo mewakili umat Konghucu.
Catatan saya: sayangnya, tidak ada perwakilan dari unsur Penghayat Kepercayaan, yang oleh Paus Fransiskus selalu tidak pernah diabaikan. Mestinya, mereka pun dilibatkan!
Kita semua berharap bahwa doa kebangsaan untuk solidaritas sosial ini tidak berhenti sebagai seremoni belaka, melainkan berbuah dalam solidaritas nyata bagi kaum kecil, lemah, miskin, tersingkir dan difabel (KLMTD). Di masa pandemi ini, mereka yang masuk dalam kelompok KLMTD paling merasakan dampak wabah ini dari sisi kesejahteraan.
Karya amal kasih
Di Keuskupan Agung Semarang, Mgr Robertus pun menanggapi ajakan Paus Fransiskus yang didukung oleh Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, Putra Mahkota Abdu Dhabi itu. Kita semua pihak bergerak. Tidak belum menyerah, harus tetap tegak!
Maka, Uskup Agung Semarang, Mgr Robertus Rubiyatmoko mengajak seluruh umat Katolik menjadikan tanggal 14 Mei 2020 sebagai “Hari Doa, Puasa, dan Karya Amal Kasih”. Ini baru awal. Puasa sehari tanggal 14 Mei 2020 bisa dilanjutkan sesuai tekad masing-masing maupun bersama. Itulah sebabnya, seruan Paus Fransiskus dikembangkan menjadi ajakan berdoa, berpuasa dan berkarya amal kasih.
Inilah kurang lebih yang dijelaskan Uskup Agung Semarang yang bisa menginspirasi kita semua di mana pun berada. Meskipun Paus Fransiskus hanya menyerukan puasa sehari tanggal 14 Mei 2020, puasa itu dapat diteruskan pada hari-hari selanjutnya sejauh dikehendaki secara pribadi maupun bersama di dalam keluarga dan komunitas.
Dalam tradisi agama Katolik, puasa dilakukan dengan makan hanya sekali sehari ini. Kalau biasanya makan sehari tiga kali maka, dengan makan hanya sekali sehari, pasti ada dana yang bisa dikumpulkan. Jatah dana untuk dua kali makan lainnya bisa dikumpulkan dalam rangka amal kasih. Tindak lanjut berikutnya adalah, dana yang terkumpul dari penyisihan biaya makan dapat dikumpulkan dan disalurkan kepada yang berkekurangan. Dana yang terkumpul dikelola melalui paguyuban umat di tingkat paroki masing-masing. Dana yang terkumpul cukup signifikan untuk membantu saudari-saudara kita yang membutuhkan. Maka, Mgr Ruby menyarankan, agar setiap paroki hendaknya membuat pos khusus untuk kepentingan karya amal kasih ini, khususnya kepada mereka yang terdampak oleh wabah virus corona.
Kita semua sudah mengalami, selama masa pandemi ini, kita terlibat dengan berbagai cara bersama para relawan yang peduli kepada sesama. Karya amal kasih bisa pula disalurkan melalui kerja sama dengan mereka. Maka, saran Bapak Uskup Agung Semarang sangat tepat.
Sebaiknya, kita meningkatkan dan melanjutkan gerakan karya amal kasih berdasarkan data berbasis Lingkungan dalam kerjasama dengan RT/RW setempat antara lain dalam hal: pembagian bahan makanan, penyediaan lumbung pangan, ketahanan pangan, dan penyediaan bantuan dana pendidikan serta modal usaha kecil bagi yang membutuhkan. Dengan demikian, gerakan ini menjadi gerakan yang tidak bersifat sesaat di masa darurat, melainkan menjadi gerakan berkelanjutan demi mewujudkan kesejahteraan.
Tidak boleh dilupakan pula adalah, doa kebangsaan dan solidaritas sosial ini harus berbuah pula secara ekologis. Seorang sahabat mengirimkan pesan kepada saya: Setelah pandemic Covid-19 ini berlalu, kita harus menyadari bencana yang lebih hebat, yakni kerusakan lingkungan akibat keserakahan dan ketidakpedulian kita. Akibatnya adalah kemiskinan, penderitaan dan wabah lainnya. Ayo selamatkan Ibu Pertiwi. Menurut saya, ini pun buah dari solidaritas sosial!