Dosen senior Universitas Soegijapranata Semarang (Unika), Ferdinand Hindiarto meraih gelar doktor usai menyelesaikan studi S3 nya di Universitas Gajahmada (UGM) Yogyakarta.
Lelaki asal Semarang ini lemengambil konsentrasi Psikologi Organisasi.
Pada 8 Januari silam, Ferdinand menjalani ujian tertutup, kemudian pada 22 April terpaksa harus menjalani ujian terbuka melalui online, sebab betkaitan dengan pandemi virus corona atau pandemi covid-19.
"Saya ujian tanggal 8 Januari di kampus saya UGM. Tapi tidak ada ujian terbuka atau wisuda karena wabah.
"Saya diuji oleh tujuh orang penguji. Salah satu yang paling senior yakni Profesor Doktor Djamaludin Ancok yang dulu menjadi guru besar Universitas Gajahmada dan kini menjadi guru besar Universitas Bina Nusantara," kata Ferdinand saat ditemui Tribunjateng.com di Semarang, Selasa (5/5/2020) siang.
Menyoal nama Ferdinand, lwlaki yang sudah mengabdi sebagai pengajar di Unika swjak 24 tahun silam ini mengaku awalnya ia akan mengambil konsenstrasi Psikologi olahraga pada awal akan mengambil kuliah S3 pada 2016 silam.
Namun saat itu konsentrasi tersebut kurang menarik promotor.
Bukan hal yang asing sebetulnya bagi Ferdinand Hindiarto jika mengambil konsentrasi Psikologi Olahraga. Sebabnya, ia dikenal banyak berkontribusi di industri sepakbola Jawa Tengah. Selain pernah menjadi psikolog untuk tim PON 2016 Jawa Barat kontingen Jawa Tengah.
Ferdinand juga diketahui sebagai pembina tim sepakbola PS Unika, kemudian pernah menjadi General Manager PSIS Semarang. Lalu, pada tahun 2019 kembali bergabung dengan PSIS menjabat direktur bisnis dan ketua panitia pelaksana pertandingan (Panpel).
"Sebetulnya ketika saya masuk pada 2016 lalu, prioritas saya saat itu adalah itu. Namun saat itu masih langka. Tapi tidak ada pembimbing, dan promotor," kata Ferdinand.
"Mayor saya memang di psikologi organisasi. Di Unika saya juga ada di departemen itu. Dulu saya mengembangkan psikologi olahraga sendirian. Mungkin saya akan coba lagi setelah ini," jelasnya.
Disinggung mengenai hasil disertasi S3 nya, ia mengatakan dirinya membuat disertasi dengan judul ‘Model Efektifitas Soft skill Training’.
"Saya mencoba menemukan sebuah model bagaimana agar soft skill training itu bisa efektif. Mungkin yang lebih menarik lebih ke latar belakangnya sih. Soft skill itukan diakui sampai saat ini sangat penting perannya bagi seseorang dalam organisasi, dan kesuksesan seseorang dalam bekerja maupun berkarir," ungkap Ferdinand.
Menurut dia, pengembangan soft skill merupakan aspek penting dalam sebuah organisasi struktural.
"Sampai hari ini tidak ada satupun yang membantah ketika ada istilah pintar pun belum cukup jikaanpa soft skill," katanya.
"Maka ketika dirasa sangat penting maka organisasi atau perusahaan mengembangkan soft skill karyawannya. Salah satu cara pengembangannya dengan training," jelas Ferdinand.
Bagi Ferdinand, hal tersebut menarik baginya apalagi ia menilai jika pengembangan softskill masih menjadi perdebatan. Efektifkah atau tidak efektif.
"Karena softskill itu sulit. Berbeda dengan keterampilan hard skill. Misalnya kemampuan menulis bagi seorang jurnalis itu hard skill. Tapi ketekunan dia, dan kemampuan untuk mencari narasumber, serta kedisiplinan itu soft skill. Itu relatif sulit. Sehingga saya mencoba menemukan agar efektif, modelnya seperti apa," kata lelaki kelahiran Klaten, 21 Oktober 1972 ini.
Dalam hasil disertasinya tersebut, ia menyebut jika ada empat variabel penting dalam hasil karya ilmiahnya. Yaitu konsep sosial, dukungan sosial, desain training, serta framing.