Dosen Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata kembangkan sebuah desain rumah panggung dengan menggunakan hidrolik.
Sistem rumah ini dipercaya dapat diaplikasikan di sebagian wilayah Kota Semarang, terutama yang hingga saat ini terkena rob.
Penelitian ini digawangi Etty Endang Listiati, IM. Tri Hesti Mulyani, dan Bernadette Tyas Susanti dari fakultas Arsitektur dan Desain Unika, serta Widija Suseno Widjaja dari fakultas Teknik Sipil Unika.
Desain rumah ini dinamai Ompalis, singkatan dari Omah Panggung Hidrolis.
Ditemui Tribun Jateng di sosialisasi Ompalis di kampus Unika, Senin (2/9/2019), Etty menuturkan bahwa pengembangan desain rumah panggung hidrolik ini dilakukan sejak 2016 lalu.
Riset dilakukan di kawasan Kemijen, Semarang, yang menurut Etty menjadi salah satu daerah di Semarang yang langganan rob. Di tahun itu, Etty mencatat tinggi rob di kawasan Kemijen mencapai 30 cm hingga 1 meter.
"Di tahun tersebut kami mendapati bahwa seringnya jalan di daerah tersebut ditinggikan membuat air tanah tak meresap secara optimal," katanya.
Padahal menurut Etty, biaya peninggian jalan lingkungan minimal mencapai Rp 5 juta, serta peninggian dilakukan dengan cara mengurug tanah dengan tanah urugan.
Dari riset yang sama, Etty mengungkapkan bahwa di daerah Kemijen, terjadi penurunan tanah setiap tahunnya berkisar 13,5 cm.
Penurunan tanah terjadi karena beberapa sebab, misalnya iklim global yang berubah, hingga banyaknya pengambilan air tanah.
"Hal itu membuat tanah jadi mengeras dan penyerapan air tak maksimal" katanya.
Melihat fakta-fakta di lapangan tersebut, Etty bersama timnya mulai mengembangkan sebuah desain rumah panggung hidrolik.
Hidrolik dimaksudkan agar rumah panggung tersebut bisa menyesuaikan diri terhadap tinggi rendahnya air rob yang ada di sekitar rumah.
"Kami merasa dengan desain ini, tak perlu lagi ada pengurugan tanah yang cenderung terus merusak," ungkapnya.
Desain Ompalis atau omah panggung hidrolis, jelasnya memiliki tinggi tiang kaki mencapai 2 meter.
Hidrolis yang ada di rumah tersebut, bisa menaikkan rumah sebanyak 90 cm.
"Kami menggunakan dasar penilaian tersebut dengan kontur di Kemijen saat ini," paparnya.
Untuk membuat rumah pangging itu kuat, Etty dan kawan-kawan membuatnya menggunakan bahan beton dan juga bambu.
Beton bertulang diletakkan sebagai tiang kaki, lalu pipa galvanis diletakkan sebagai penyangga rumah, serta bambu yang dijadikan rumah panggung tersebut.
"Di dalam pipa galvanis sebesar 4 inchi, dimasukkan sistem hidrolik yang bisa menaik turunkan rumah bambu yang ada," paparnya.
Tak hanya riset, menurut Etty rumah panggung hidrolik ini sudah dibangun sebanyak satu unit di tahun 2018, di tanah milik Heriyanto, warga RT 02/RW IV Kelurahan Kemijen, Semarang Timur Kota Semarang. Rumah tersebut menggunakan tanah seluas 9 meter persegi. Biaya pembuatan mencapai Rp15 juta.
"Biaya dari Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti untuk skim PTUPT," lanjut Etty.
Menurutnya, desain itu cukup kuat dan ramah diaplikasikan di kawasan Kemijen, Semarang. Meski begitu penelitian tersebut masih dapat disempurnakan lagi. Etty menilai ruang-ruang untuk perbaikan desain masih bisa dilakukan.
"Namun kami optimistis jika bisa diaplikasikan maka dampak rob oleh masyarakat sekitar Kemijen bisa diminimalisasi," ungkapnya.
Lurah Kemijen, Dwi Wiyana mengaku mengapresiasi desain rumah panggung tersebut.
Menurutnya bentuk desain rumah panggung yang ditawarkan dosen Unika ini bisa menjadi solusi banjir dan rob.
"Ke depannya barangkali bisa disempurnakan lagi, misal ada penambahan mck atau toilet harus seperti apa," ungkapnya.