Oleh Aloys Budi Purnomo Pr, Dosen Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata
NEGERI kita istimewa, sebab setiap tanggal 1 Juni, kita boleh bersyukur atas Hari Lahir Pancasila. Meski peringatan kelahiran Pancasila tanggal 1 Juni, namun tidaklah berlebihan bila sepanjang Juni dijadikan momentum untuk merefleksikan dan mensyukuri Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dengannya kita membingkai hidup yang memancarkan nilai-nilai Pancasila, nadi darah dan daging kebangsaan kita.
Terutama ketika bangsa ini terancam fragmentasi sosio-politik yang berdampak pada friksi horizontal, kerinduan untuk terus menggemakan kembali nilai-nilai Pancasila tak bisa dinafikan.
Sebagai landasan hidup bernegara dan berbangsa, Pancasila memang istimewa, tanpa harus mendewakannya. Pancasila selalu kokoh dengan lambang Garuda Pancasila yang gagah dengan kepak sayap yang menaungi siapa saja.
Sejak kelahirannya hingga kini dan seterusnya, Pancasila selalu merentangkan ruang bagi Bhinneka Tunggal Ika yang terpancang pada kaki Garuda Pancasila.
Apalagi bila diiringi lantunan lagu karya Sudharnoto: “Garuda Pancasila, akulah pendukungmu. Patriot Proklamasi. Sedia berkorban untukmu.
Pancasila dasar negara. Rakyat adil makmur sentosa. Pribadi bangsaku. Ayo maju maju. Ayo maju maju. Ayo maju maju.” Maknanya kian mendalam berpadu dengan kelima Sila-nya.
Aspek ekologis
Hari lahir Pancasila berdekatan dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia, 5 Juni. Pancasila memiliki aspek ekologis, yakni kesalingterhubungan antar sila yang membawa kita sampai pada Tuhan, sesama, dan semesta. Iman kepada Tuhan yang Maha Esa berbuah pada Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dengan spirit Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan perwakilan, demi terwujudnya Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Tuhan Yang Maha Esa adalah Sang Pencipta langit dan Bumi beserta isinya. Sang Pencipta memanggil kita untuk merawat Bumi dan seisinya demi kemanusiaan yang adil beradab dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Inilah yang saya sebut ekologi Pancasila. Pancasila mendasari relasi kita dengan Tuhan, sesama, dan alam semesta.
Sebagai warga bangsa yang mencintai Pancasila dengan seluruh nilai dan maknanya, saya selalu terpana dalam rasa kagum saat memikirkan makna ekologis Pancasila.
Dalam konteks ini, Pancasila tak hanya gagah dalam menghadapi virus-virus pemecah belah persatuan bangsa, melainkan juga harus perkasa dalam mengkritisi para perusak lingkungan dan alam semesta.
Sila pertama Pancasila menyadarkan kita bahwa Tuhan Yang Maha Esa telah menciptakan Bumi ini bukan untuk dijarah dan dirusak demi keuntungan sesaat.
Sila kedua mengingatkan kita bahwa kemanusiaan yang adil dan beradab mencakup pula keadilan dan sikap beradab dalam merawat Bumi sebagai rumah kita bersama.
Apalagi, Pancasila sebagai rumah bersama digali dari Bumi Pertiwi Indonesia yang juga rumah kita bersama.
Dalam konteks solidaritas global ekologis, yang telah membangkitkan para pemimpin dunia untuk bangkit bersama merawat lingkungan dan Bumi ini, sila ketiga sangat penting tak hanya demi menjaga persatuan Indonesia, melainkan juga persatuan untuk merawat Bumi kita.
Gerakan ekologi global di seluruh dunia telah membuat kemajuan besar dan berhasil dalam pembentukan berbagai organisasi yang berkomitmen untuk meningkatkan kesadaran akan tantangan-tantangan krisis ekologi yang menimpa kita semua.
Sebagai warga bangsa, berdasarkan Pancasila, kita pun ditantang untuk bekerja sama sebagai sarana Tuhan Yang Maha Esa untuk melindungi keutuhan ciptaan, masing-masing sesuai dengan pengalaman, prakarsa, dan bakat kita. Semua demi – meminjam warisan Mgr. Albertus Soegijapranata, Uskup Pribumi pertama di Indonesia dan Pahlawan Nasional – pro patria et humanitate, untuk bangsa dan kemanusiaan.
Dari sinilah lahir solidaritas universal perawatan keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan hidup.
Pemimpin ekologis
Aspek ekologis Pancasila memberikan tantangan pula akan hadirnya para pemimpin yang berjiwa ekologis. Ini sesuai dengan sila keempat dan kelima Pancasila. Rumusan sila keempat sangat jelas: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Dalam perspektif ekologi Pancasila atau implementasi Pancasila yang ekologis, rakyat membutuhkan pemimpin yang memiliki hikmat kebijaksanaan ekologis.
Pemimpin yang demikian tidak mengutamakan pendekatan kekuasaan apalagi disertai kekerasan, melainkan pemimpin yang rendah hati, yang membumi, dan peka terhadap kaum rentan yang selalu menjadi korban pertama dalam setiap kerusakan lingkungan. Musyawarah demi mencapai mufakat adalah jalan utama, bukan kesewenang-wenangan!
Dengan pemimpin berjiwa ekologis, sila kelima pun dapat terwujud dengan baik, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Keadilan sosial dewasa ini mencakup pula keadilan ekologis (Francis, 2015). Keadilan sosial erat terkait dengan kepedulian akan alam, keadilan bagi kaum miskin, komitmen kepada masyarakat, dan kedamaian batin. Semoga paradigma ekologi Pancasila menjiwai pula para pemimpin kita.
# https://jateng.tribunnews.com/2022/06/04/opini-aloys-budi-purnomo-pr-ekologi-pancasila?page=all.
Tribun Jateng 4 Juni 2022 hal. 2