Pengamat Ekonomi Unika Soegijapranata Semarang, Prof Andreas Lako memperkirakan penurunan angka kemiskinan di Jawa Tengah akan jauh lebih pesat pada 2022 ini. Ia melihat ada harapan pertumbuhan ekonomi Jateng akan menggeliat sehingga berdampak pada turunnya jumlah warga miskin. Menggeliatnya perekonomian tidak lepas dari turunnya kasus covid yang membuat aktivitas warga mulai berjalan normal kembali. Namun diakui, kondisi belum sepenuhnya normal lantaran belum lepas dari trauma covid.
“Faktor kemiskinan ada banyak, dari sisi sosial, ekonomi, budaya, lingkungan dan lain lain. Sekarang kondisi mulai membaik, baik perekonomian serta kesejahteraan sosial. Patut disyukuri. Kemiskinan akan menurun pesat pada 2022,” kata Prof Andreas, Rabu (19/1/2022).
Kemiskinan di Jateng selama pandemi atau pada 2020 sempat mengalami kenaikan, begitu juga dengan nasional. Namun, pada 2021 mulai ada penurunan.
Pada Maret 2021, jumlah penduduk miskin Jateng sebesar 4,11 juta orang. Namun, pada September 2021, jumlahnya menurun menjadi 3,93 juta orang. Secara persentase, kemiskinan Jateng pada September di angka 11,25 persen. Turun 0,54 persen dari 11,79 persen pada Maret 2021. Artinya, ada sebanyak 175 ribu orang yang lepas dari jeratan kemiskinan pada 2021 kemarin.
“Saat ini kemiskinan di Jateng menurun tapi tidak terlalu signifikan, mungkin besarannya belum sesuai harapan. Tapi ini patut disyukuri. Saya melihat pemerintah terus berupaya untuk mengurangi kemiskinan,” tandasnya.
Menurutnya, penurunan angka kemiskinan pada 2022 yang diprediksi bakal pesat ini karena pandemi covid mulai mereda berdampak pada ekonomi, sosial, dan budaya. Faktor covid mulai mereka ini berdampak pada pulihnya perekonomian daerah. Baik dari segi permintaan dan penawaran dari sektor usaha. Selain itu, seiring pandemi mereda, Jateng juga menjadi incaran investor yang akan menggeliatkan perekonomian di provinsi ini.
“Perekonomian pulih, aktivitas masyarakat bergerak kembali. Aktivitas dunia usaha kembali juga kembali. Akan berdampak pada peningkatan pendapatan daerah, dari pajak dan lain-lain. Kalau pendapatan meningkat, pemerintah punya keleluasaan dana APBD untuk program pengentasan kemiskinan,” jelasnya.
Program pengentasan kemiskinan, kata dia, lebih baik diprioritaskan di wilayah perkotaan. Berdasarkan data yang ada padanya, penurunan angka kemiskinan lebih banyak di desa dibandingkan di kota. Masyarakat pedesaan mengalami dampak negatif dari pandemi, namun tidak separah yang terjadi di perkotaan. Angka 175 ribu warga Jateng tidak lagi miskin, 115 ribu di antaranya ada di pedesaan. Sedangkan 60 ribu di perkotaan.
Masyarakat perkotaan banyak kehilangan pekerjaan dan usaha mereka karena dampak pandemi yang begitu luar biasa. Saat kondisi mulai membaik seperti sekarang ini, masyarakat desa jauh lebih cepat pulih dibandingkan yang ada di perkotaan.
“Masyarakat desa memiliki lahan, kebun, tanaman sendiri. Sedangkan masyarakat perkotaan tidak, maka kemiskinan meningkat pesat sekali di perkotaan. Semiskinnya orang di desa, mereka masih punya kohesi sosial, saling membantu. Sementara, di kota, kalau tidak punya apa-apa, mencuri, merampok,” katanya.
Dampak yang ditimbulkan akibat kemiskinan di perkotaan jauh lebih besar dibandingkan di pedesaan. Oleh karena itu, ia menuturkan agar pemerintah waspadai kemiskinan, ketimpangan, pengangguran terbuka di wilayah perkotaan.
► https://jateng.tribunnews.com/2022/01/19/ekonom-kemiskinan-di-jawa-tengah-akan-menurun-pesat-pada-tahun-ini?page=all.
https://pantura.tribunnews.com/2022/01/20/prof-andreas-lako-yakin-angka-kemiskinan-di-jateng-akan-turun-pesat-di-tahun-2022