Beberapa minggu lagi, akan memasuki tahun 2018. Tahun di mana disebut tahun politik, karena ada perhelatan pilkada serentak. Lantas bagaimana prediksi perekonomian di tahun politik, khususnya di Jateng?
Guru Besar Fakultas Ekonomi Akuntansi Unika Sugijapranata, Prof Dr Andreas Lako mencoba memaparkan gambaran ekonomi Jawa Tengah dari tahun 2002-2017. Menurutnya, perekonomian di Jateng mengalami peningkatan, bahkan di atas ekonomi nasional. Dampaknya bagi kesejahteraan sosial juga naik.
"Terkait dengan kesenjangan mulai menurun, bahkan jauh lebih rendah daripada provinsi lainnya. Terhadap indeks pembangunan manusia di Jawa Tengah juga mulai mengalami peningkatan," kata Andreas Lako, dalam Panggung Civil Society yang digelar Idola FM Semarang, dengan tema: Economic & Social Outlook 2018, di Hotel Candi Indah Semarang, Jumat (15/12).
Dia menambahkan, bahwa prospek ekonomi Jateng di 2018, akan tumbuh dari 5,3-5,4 persen, karena pertumbuhan ekonomi di Jateng berkisar antara 5,28-5,48 persen.
"Tetapi dengan syarat jika nanti di 2018 tidak ada konflik. Karena konflik di tahun politik akan sangat berpengaruh. Kita harapkan semoga Jateng dalam kondisi aman di tahun politik nanti," tambahnya.
Masih ada persyaratan lain, lanjutnya, yaitu pembangunan infrastruktur sebagai penunjang aktivitas ekonomi, pengentasan kemiskinan dan antisipasi kesenjangan antar wilayah di 15 kabupaten bisa diwujudkan. Tidak ketinggalan pembangunan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan sosial.
"Untuk mewujudkan itu Jateng perlu memiliki pemimpin yang visioner didukung staf cukup bagus," imbuhnya.
Sementara Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jateng, Hamid Ponco Wibowo mengatakan, bahwa dari kacamata Bank Indonesia, pertumbuhannya memang cenderung meningkat, walau tidak drastis, perlahan tetapi pasti. Dari sisi ekspor juga membaik, terutama tujuan ekspor ke Amerika, China, dan Eropa.
"Terkait impor belum bisa saya paparkan, karena neraca perdagangan masih negatif, terutama impor migas. Padahal kita punya cadangan minyak dan gas dalam cukup banyak. Sehingga jika masih import migas justru akan membebani yaitu sebesar 80 persen," tandasnya.