Seni gamelan dan wayang ternyata makin diminati mahasiswa di Amerika Serikat. Hal itu diungkapkan Prof Sumarsam BA MA PhD, dosen di Wesleyan University, AS. Sat berbicara dalam Seminar Nasional The Java Institute Unika Soegijapranata di Ruang Teater Gedung Thomas Aquinas kampus tersebut, Sumarsam mengatakan gamelan dan wayang sudah menjadi mata kuliah yang ditawarkan di setiap semester dan diikuti oleh sekitar 30 sampai 40 mahasiswa.
Dia juga menyatakan, seni gamelan dan wayang menjadi mata kuliah yang ditawarkan di perguruan tinggi di Amerika dan pada akhir perkuliahan dalam satu semester biasanya akan ditampilkan dalam suatu pagelaran yang akan dinikmati oleh khalayak umum termasuk mahasiswa dari perguruan tinggi lain.
“Banyak minat dari para mahasiswa yang studi di Wesleyan University untuk belajar dan mendalami seni gamelan dan wayang. Meskipun mata kuliah ini ditawarkan di setiap semester, peminatnya selalu penuh bahkan kami sampai membatasi jumlah karena terbatasnya kursi kuliah,” sambungnya.
Sumarsam juga mengungkapkan ada perbedaan dan perkembangan dalam olah rasa bagi penikmat wayang. Dulu menonton wayang kulit selalu dari balik layar sehingga ada imajinasi. Sementara yang sekarang dilakukan lebih banyak melihat langsung pada wayang yang dimainkan dalang sehingga yang dilihat adalah wujud asli wayang itu. Hal itu menurutnya membuat hampir tidak ada imajinasi sama sekali.
“Hal lain, yang dinikmati dalam pagelaran wayang kulit itu sebenarnya ada dua yaitu imajinasi dan musiknya. Jadi jika salah satu diubah pasti akan merubah cita rasa yang pada awalnya dirasakan oleh para pecinta wayang,” papar Prof Sumarsam.
Pembicara lain Prof Dr F Ridwan Sanjaya MS IEC mengungkapkan penelitiannya pada 2017 tentang perkembangan wayang orang. Dia menilai, kemajuan teknologi digital bisa digunakan untuk melestarikan budaya wayang orang yang ada di Ngesti Pandawa.
“Mengelola pertunjukan wayang orang di era sekarang ini dirasakan tidak mudah. Mereka harus bersaing dengan pertunjukan yang lebih modern seperti televisi dan bioskop. Untuk mengatasi perubahan itu, maka teknologi digital dipandang mampu menguatkan performa pertunjukan seni, Untuk itu revitalisasi seni pertunjukan wayang orang perlu dilakukan agar dapat bertahan, diminati, dan menjadi potensi pariwisata di Indonesia,” lanjutnya seraya menegaskan peran pemerintah tetap menjadi kunci penting.
Seminar yang dilangsungkan Jumat (28/6) juga menghadirkan dua pembicara lagi yakni Yosaphat Yogi Tegar Nugroho SSn MA, dosen Fakultas Bahasa dan Seni Unika, serta A Arif Setiawan dari radio JFM Semarang.