Oleh: Prof Dr F Ridwan Sanjaya, Rektor Unika Soegijapranata dan Guru Besar Bidang Sistem Informasi.
HAMPIR satu tahun ini dunia pendidikan tinggi menjalani perkuliahan daring dengan penuh dinamika. Beberapa kampus berhasil menjalaninya dengan lancar, meskipun pada awal penuh gejolak, namun banyak juga yang masih sulit beradaptasi dengan cara-cara baru karena berbagai hal. Memang, tidak semua bisa diselenggarakan untuk menggantikan caracara sebelumnya secara daring. Butuh perkecualian-perkecualian yang masih bisa ditoleransi oleh standar masing-masing kampus.
Namun memaksakan untuk memulai perkuliahan tatap muka secara fisik sebelum ada obat penangkalnya akan dipandang tidak bijaksana dan justru akan menciptakan risiko bagi mahasiswa, dosen, atau bahkan orangorang yang dicintainya di rumah. Sebab, tidak ada satu pun yang tahu mobilitas masing-masing orang yang akan bertemu dalam tatap muka secara fisik. Mengumpulkan mereka dalam jumlah yang besar, akan meningkatkan risiko untuk menciptakan klaster baru penyebaran Covid-19.
Menjadi hal yang luar biasa ketika mahasiswa berhasil mengatasi berbagai kesulitannya dan bisa lulus pada masa sekarang. Meskipun banyak yang meragukan dalam hal kualitas perkuliahan, mereka yang disebut sebagai lulusan era pandemi, merupakan pemenang yang berhasil mengalahkan kondisi sulit dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang mengejutkan. Bahkan, mereka juga bisa disebut sebagai orang-orang yang kreatif karena berhasil menemukan teknik untuk menyelesaikan studinya dalam kondisi yang baru.
Ketika wisudawan lulus dalam situasi sekarang, bukan hanya membuktikan sebagai sosok-sosok istimewa karena berhasil berjuang menyelesaikan studi dengan cara yang tidak sama dengan kebiasaan pada umumnya, tetapi juga terbukti mempunyai kelincahan dan daya tahan yang baik dalam mengelola perubahan.
Praktik kelincahan ditambah dengan daya tahan dalam jangka panjang, atau dalam buku yang ditulis oleh Angela Duckworth (2016) disebut sebagai Grit, dipandang akan menjadi modal yang berharga dalam menghadapi dan membuat terobosan akan masa depan yang konstan akan perubahan.
Pada masa sekarang di mana perubahan cepat sekali terjadi, kelincahan atau agility tidak boleh menunggu lama. Dalam buku Agility yang ditulis oleh Leo M Tilman (2019), disebutkan bahwa kelincahan merupakan faktor penentu yang dibutuhkan dalam mengambil keputusan dan peluang pada era disrupsi. Namun kelincahan bukanlah menjadi tujuan akhirnya atau akhir dari segalanya, melainkan transformasi yang tercipta dan dialami oleh setiap individu.
Berbagai cara baru di luar kebiasaan, anti-mainstream, atau kreatif- inovatif para lulusan dapat dimungkinkan berkembang ketika mereka dapat dengan cepat merespons perubahan dan melakukan transformasi. Kombinasi antara kelincahan, daya tahan, serta kemampuan dalam akademik yang telah diperoleh selama studi diharapkan mewujud dalam lulusan terutama pada era pandemi ini.
Penjaminan Mutu
Dalam buku Doing Agile Right yang ditulis oleh Darrel Rigby (2020) disebutkan bahwa kelincahan dalam menggerakan inovasi harus tetap diimbangi dengan penjaminan mutu yang baik. Perguruan tinggi harus bisa menggabungkan keduanya untuk mengusahakan layanan yang terbaik bagi semua stakeholder, yaitu konservatif dalam kualitas namun progresif dalam inovasi.
Bagi perguruan tinggi, sekali layar terkembang pantang surut ke belakang. Berbagai hal harus diciptakan dan dibuat terobosannya agar kampus bisa tetap lincah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan, sehingga masa depan yang sudah dirancang oleh setiap individu tidak menemui hambatan, meskipun pandemi Covid-19 belum kunjung berhenti.
Perguruan tinggi yang menghasilkan terobosan-terobosan untuk menjembatani mahasiswanya dalam menyelesaikan studinya pada masa pandemi dimungkinkan akan tetap menjaga kualitas lulusannya, meskipun kondisinya sedang tidak mudah. Pada umumnya, pemikiran-pemikiran inovatif muncul setelah kampus menyelesaikan masa adaptasinya dalam hal yang paling mendasar.
Berbagai hal mendasar yang harus diadaptasikan dalam kondisi ini bukan hanya terkait dengan pembelajaran secara daring, tetapi juga praktik laboratorium, kuliah kerja nyata, magang kerja, bimbingan, dan ujian tugas akhir, sampai akhirnya diwisuda.
Sekat-sekat yang bisa diatasi oleh kampus dan lulusannya dalam berjalan di atas pandemi akan menghasilkan generasi yang mampu menembus batas. Bukan hanya terkait soal akses internet dan cara belajar yang baru semata, tetapi juga praktik dalam dunia baru dengan kebiasaannya yang berbeda dari sebelumnya. (37)
►Suara Merdeka 18 Desember 2020 hal. 4
https://www.suaramerdeka.com/news/opini/249981-generasi-menembus-batas