Meretas Jerat Kemiskinan Warga Jateng
Angka kemiskinan di Jawa Tengah masih cukup tinggi. Mengacu data Sensus Nasional Badan Pusat Statistik, tercatat ada 4,5 juta jiwa warga miskin di Jateng atau sebesar 13,32 persen. Jumlah ini lebih tinggi dari angka kemiskinan nasional yang mencapai 11,13 persen. Pekerjaan besar inilah yang sekarang fokus diatasi oleh Gubernur Ganjar Pranowo dan Wagub Heru Sudjatmoko.
YANTO, 27, warga Temanggung, tidak henti-hentinya mengucap syukur. Matanya terus tertuju pada smartphone-nya. Jari-jemari pria jangkung itu, tidak pernah lepas dari gadget yang selalu dibawanya ke mana saja. “Barusan masuk, ada order, teman minta dibuatkan meja oval dari kayu jati Belanda,” kata bapak dua anak itu.
Selama ini, Yanto memasarkan jasa furniturnya via medsos. Kini, omzetnya lumayan besar. “Alhamdulillah, sekarang sudah bisa menata dapur sendiri, kemarin-kemarin masih ngutang sana-ngutang sini,” tutur pria yang sebelum berbisnis mebel jati Belanda, bekerja sebagai marketing.
Yanto mengaku awalnya ragu merintis usaha. Maklum, ia tidak punya cadangan duit. Gajinya sebagai marketing sangat kecil. Untuk keperluan sehari-hari saja, masih kurang. Utang merupakan pilihan terakhir ketika ia kepepet. Toh, Yanto mengaku tidak ingin terus serba kekurangan. Naluri bisnisnya muncul. Kegemarannya pada kayu jati Belanda, memunculkan idenya untuk berbisnis. Menerima order pembuatan segala bentuk furnitur dan aksesori kayu. Bisnis itu sudah dilakoninya sejak setahun lalu. Hanya saja, karena modalnya minim, ia cuma menerima order kecil.
Suatu hari, ia membaca berita di koran adanya kredit berbunga rendah dari Bank Jateng. Kredit usaha rakyat (KUR), tanpa agunan. Maka, terpikir olehnya untuk mengajukan kredit yang dimaksud. Kredit berbunga 7 persen itu lantas diambilnya. “Saya ambil Rp 25 juta selama 3 tahun,” Bermodal pinjaman itu, ia belikan alat-alat pertukangan dan bahan baku. Selang sebulan kemudian, usahanya makin maju. Order besar kerap menghampirinya. “Kredit Bank Jateng sangat membantu. Setidaknya, saya bisa terbebas dari kemiskinan sebelumnya, bermodal kredit itu untuk usaha.”
Imama, 40, warga Secang, Kabupaten Magelang, pemilik bengkel las besi mengaku sangat terbantu dengan kredit berbunga rendah dari Bank Jateng. Sebelum ini, ia terjerat rentenir. Bunganya sangat mencekik. Nah, begitu ada kredit murah berbunga hanya 7 persen, ia mengajukan pinjaman.
“Syaratnya mudah. Cukup simpel. Juga nggak ada agunannya. Cukup KTP, KK, dan surat usaha dari kelurahan. Saya ambil Rp 25 juta untuk pengembangan usaha,” ucapnya saat ditemui di Bank Jateng Cabang Magelang tengah mengangsur utangnya. Kini, usaha bengkel yang dikelola Imama makin berani menerima order besar. “Alhamdulillah sekarang bisa nabung dikit-dikit.”
Yanto dan Imama, hanya dua contoh warga di eks karesidenan Kedu yang merasa terbantu dengan kredit berbunga sangat rendah dari Bank Jateng. Program ini sangat membantu warga miskin untuk berwirausaha. Membebaskan diri dari jeratan kemiskinan yang sebelumnya membelenggu.
Direktur Bank Jateng Supriyatno membenarkan bahwa kredit berbunga murah yang digulirkan Bank Jateng, salah satu tujuannya untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan di Jawa Tengah. “Yang penting untuk dipahami masyarakat, bahwa kredit ini bukan hibah. Jadi masyarakat yang memanfaatkan kredit tersebut harus membayar,” katanya kepada Radar Kedu beberapa waktu lalu.
Dikatakan, penyerapan terhadap produk tersebut cukup merata. Tapi, perlu diketahui, ada 15 kantong kemiskinan di 15 kabupaten/kota di Jateng. Antara lain, Blora, Grobogan, Cilacap, Purworejo, Klaten, Demak, Sragen, Banyumas, Banjarnegara, Pemalang, Rembang, Purbalingga, Brebes, Kebumen, dan Wonosobo. Karena itu, pihaknya juga mengeluarkan produk Mitra Jateng 02 untuk masyarakat di bawah garis kemiskinan yang ingin berusaha, tetapi tidak punya uang. Penyerapan program Mitra Jateng 25 ditargetkan Rp 350 miliar per tahun.
“Saya sampaikan inilah bentuk keberpihakan nyata pemerintah kepada usaha rakyat. Selama ini pelaku usaha kecil kalau butuh modal lima ratus ribu sampai satu juta itu menggantungkan modal pada rentenir, karena kalau ke bank syaratnya ribet.”
Rp 6,74 M Dikucurkan di Kedu
Pemimpin Cabang Koordinator Bank Jateng Magelang Suldiarta, menambahkan, sejak digulirkan pada Maret lalu, Bank Jateng Koordinator Magelang telah mengucurkan kredit bunga sangat rendah senilai Rp 6.740.000.000 kepada 371 nasabah. Sebanyak 371 nasabah tersebut, tersebar di Kota/Kabupten Magelang, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, dan Kebumen.
Rinciannya, beber Suldiarta, Magelang sebesar Rp 2.653.500.0000 kepada 144 nasabah; Purworejo Rp 1.624.000.000 kepada 78 nasabah; dan Temanggung Rp 1.045.500.000 kepada 70 nasabah. Untuk Kebumen Rp 1.192.000.000 kepada 59 nasabah dan Wonosobo Rp 225.000.000 kepada 20 nasabah.
Efektifkah program itu untuk mengentaskan kemiskinan di wilayah Kedu? “Saya yakin program tersebut punya andil mengentaskan kemiskinan. Berapa banyaknya atau persennya, tentu harus ada penilaian pihak lain yang menilainya secara objektif, juga testimoni para peminjam kredit dan dampak dilingkunganya.”
Terkait masih rendahnya serapan kredit di daerah zona merah miskin seperti Wonosobo dan Kebumen, Suldiarta mengaku pihaknya terus menggenjot sosialisasi. “Sampai saat ini, kita telah melakukan sosilaisasi di 13 titik (lokasi), baik kepada intansi pemerintahan, kelompok tani, pelaku usaha dan lainnya,” ucap Suldiarta kepada Jawa Pos Radar Kedu saat ditemui di kantornya.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengungkapkan, apa yang dilakukan oleh Bank Jateng, hanya salah satu bentuk gotong-royong dalam upaya menanggulangi kemiskinan. Pola gotong-royong lainnya, adalah sinergitas antara pemerintah dan swasta.
Penanganan kemiskinan, tidak akan berhasil jika hanya dilakukan pemerintah. Sebab, butuh penanganan serius, terintegrasi, terpadu, dan berkelanjutan. Butuh kerja sama dan komitmen seluruh pihak, termasuk perguruan tinggi. “Untuk mengatasi kemiskinan, harus dikeroyok dan disengkuyung ramai-ramai, dengan gotong-royong.”
Hal ini sesuai dengan branding Jateng Gayeng, yang artinya penuh kebersamaan, gotong-royong, kesengkuyungan, dan persaudaraan. “Pekerjaan Rumah (PR) Jateng, dapat diselesaikan dengan kebersamaan, dalam mengatasi kemiskinan dan pengangguran. Menuntaskan pembangunan infrastruktur, menekan angka kematian ibu dan bayi, serta mengoptimalkan pelayanan kesehatan dan pendidikan sebagai pelayanan kebutuhan dasar masyarakat,” kata Ganjar.
Menurut Ganjar, Pemprov Jawa Tengah terus memikirkan apa yang menjadi kendala utama masyarakat. Yakni, kemiskinan tinggi, rumah tidak layak huni, dan modal usaha bagi rakyat. “Untuk itu, saya ambil kewenangan milik saya. Ini bukan popularitas, usaha yang dilakukan Pemerintah Provinsi dan Bank Jateng diupayakan agar masyarakat betul-betul mendapatkan akses modal yang mudah, sehingga diambillah bunga 7 persen per tahun atas dasar beberapa pertimbangan.”
Gubernur Ganjar membeber, ada 13.000 masyarakat miskin yang belum tercover perbankan mana pun. Karena itu, pemerintah berupaya menanggulangi kemiskinan melalui bantuan pembiayaan perbankan dengan suku bunga sangat murah. “Kami sudah mengumpulkan data masyarakat miskin, nama dan alamat mereka. Dengan data tersebut, diharapkan bantuan bisa tepat sasaran,” katanya saat ditemui di Magelang, belum lama ini.
Untuk itu, Pemprov terus mendorong Bank Jateng sebagai bank pemerintah daerah untuk menurunkan suku bunga sampai 7 persen. Dengan bunga ringan, masyarakat yang selama ini tidak terjangkau bisa mendapatkan pinjaman untuk permodalan. “Bank Jateng sudah mengeluarkan produk Mitra 25, yang merupakan salah satu upaya kami untuk membantu permodalan masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).”
Selain mendorong Bank Jateng untuk menurunkan suku bunga, Pemprov juga akan memberikan keterampilan dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat serta pendampingan. “Pendampingan sangat penting karena setelah mendapatkan keterampilan, tanpa didampingi akan sia-sia,” ucapnya.
Gubernur Ganjar mematok target mengurai angka kemiskinan hingga menjadi 9 persen. Ia ingin di masa akhir pemerintahan pada 2018 mendatang, angka kemiskinan turun menjadi 9,93 persen. “Di Jateng masih melebihi nasional. Masih 4,5 juta dan ini angka yang serius.” Kemiskinan merupakan problem serius yang harus dituntaskan.
Ganjar mengklaim telah mengantongi data terbaru kemiskinan di Jateng. Data tersebut bersumber dari hasil Sensus Nasional Badan Pusat Statistik. “Kami sudah rapat dengan bupati-wakil. Hasilnya, kami telah dapat data by name by addres.” Data yang dimaksud sudah dibagikan kepada bupati-wali kota. Tugas mereka, memantau dan per tiga bulan sekali melapor ke provinsi. Untuk itu, target penurunan kemiskinan telah dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
Dikatakan, data 4,5 juta jiwa juga telah dikelompokkan. Sebanyak 40 persen dari orang miskin ini adalah orang yang cacat tidak bisa bekerja, sakit jiwa, sudah tua. Untuk kategori warga miskin yang cacat dan tidak produktif, Gubernur Ganjar, telah meluncurkan program Jateng Sejahtera. Program itu untuk mengcover masyarakat miskin yang tidak produktif, yang selama ini belum diperhatikan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Sosial.
Gubernur Ganjar mengatakan, program Jateng Sejahtera untuk sementara menggunakan dana partisipasi dari perbankan, yakni Bank Jateng dan BUMN hingga Desember 2016. Karena itu, nantinya, sistem penyaluran dari Bank Jateng langsung ke masyarakat. “Pelaksanaan program Jateng Sejahtera untuk pembiayaan 12.764 warga, membutuhkan anggaran sebesar Rp 9 miliar. Dana sebesar itu bakal dialokasikan melalui APBD Provinsi Jateng pada 2017,” ujar Ganjar di Magelang saat pembukaan Pesta Rakyat dalam rangka HUT ke-66 Provinsi Jawa Tengah.
Keinginannya membuat program Jateng Sejahtera, tidak lepas dari keprihatinan Ganjar akan kondisi masyarakat miskin nonproduktif. Utamanya, yang berkebutuhan khusus.
Ketua Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) Jateng, Heru Sudjatmoko, menambahkan, Pemprov bekerja sama dengan semua pihak, melakukan upaya percepatan penurunan kemiskinan. Sehingga dapat memenuhi target sebesar 12,20% sampai 11,73% pada 2016, kemudian pada 2017 turun lagi menjadi 11,30% sampai 10,83% dan pada 2018 menjadi 10,40% sampai 9,93%.
Untuk mencapai target tersebut, butuh kerja sama semua pihak. Pemerintah pusat, pemerintah kabupaten/kota, DPRD, perguruan tinggi, dunia usaha, dan tokoh masyarakat bergotong-royong secara terpadu mengentaskan kemiskinan. Ada empat strategi untuk penanggulangan kemiskinan.
Pertama, mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin. Ini diupayakan melalui pemenuhan jaminan perlindungan sosial. Kedua, peningkatan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin dengan pemberdayaan ekonomi.
Ketiga, mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil melalui pengembangan ekonomi berbasis UMKM. Keempat, sinergitas kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan dengan optimalisasi program atau anggaran, baik APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, corporate social responsibility (CSR) perusahaan, maupun swadaya masyarakat.
“Berat dan kompleksnya beban dalam penanggulangan kemiskinan, dapat disengkuyung bersama, guna percepatan penurunan angka kemiskinan agar dapat terwujud masyarakat Jateng yang semakin sejahtera dan mandiri,” kata Heru.
Jadi Stimulus Warga Miskin untuk Buka Usaha
Pengamat ekonomi Prof Dr Andreas Lako berpendapat, program kredit berbunga sangat rendah cukup efektif untuk mendorong masyarakat kecil memulai membuka usaha. Terlebih, selama ini, masyarakat kecil selalu mengeluh kesulitan mendapatkan akses modal. Satu sisi, masih dikenakan suku bunga tinggi.
“Ini salah satu upaya mengentaskan kemiskinan, juga meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui usaha yang dijalankan,” tutur Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata Semarang ini kepada Radar Kedu melalui sambungan telepon.
Bunga yang rendah, lanjut Prof Andre—sapaan intimnya—akan menjadikan stimulus masyarakat miskin untuk membuka usaha. Dia menjelaskan, harus diketahui penyebab kemiskinan. Jika kemiskinan terjadi karena wilayahnya tertutup dari akses ekonomi, maka pemerintah perlu mendorong perbaikan infrastruktur. “Kalau miskin disebabkan terbatasnya modal, maka perlu bantuan modal. Sehingga program seperti Mitra Jateng 25 dan 02 cocok untuk masyarakat yang memulai usaha, skala rumahan.”
Prof Andre menyarankan, pemerintah membuka program lain bagi pelaku usaha menengah. Dia memberikan contoh, program Mitra Jateng 100. Artinya, pemerintahan melalui perbankan membantu permodalan melalui kredit maksimal Rp 100 juta. Usaha mikro dan menengah, umumnya sudah berjalan dan memiliki sejumlah karyawan. Dengan bantuan modal tersebut, akan memperluas usaha mereka dan juga membantu mengentaskan kemiskinan. Sebab, usaha ini akan lebih banyak menyerap tenaga kerja.
“Saran saya tidak hanya Mitra Jateng 25, tapi juga Mitra Jateng 50 dan 100 untuk memberikan kemudahan bagi pelaku usaha yang sudah berjalan. Sehingga akan lebih banyak menyerap tenaga kerja. Ini multiplier effect-nya besar.”
Prof Andre juga menekankan perlunya para usaha kecil dan mikro ini didampingi oleh tim khusus. Mereka, lanjutnya, adalah kelompok yang melakukan usaha karena kepepet. Karena tidak ada pilihan lain. Misalnya, jualan gorengan, karena tidak ada keterampilan lain. Kelompok ini perlu didampingi dalam mengelola keuangan dan keuntungannya, sehingga bisa menjadi modal kembali.
Pendamping pelaku usaha, kata Andre, harus tim yang profesional. Bukan dari Dinas UKM dan Koperasi. Sebab, mereka merupakan PNS yang tidak dididik khusus mendampingi pelaku usaha. Sehingga perlu tim khusus yang militan, paham aspek secara teknis, dan jiwa wirausaha.
Bagaimana penilaian kalangan dewan? Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah dari dapil eks karesidenan Kedu, Hendri Wicaksono, berpendapat, program pemberian kredit sangat murah–Mitra Jateng 02 dan Mitra Jateng 25– bagus sebagai upaya mengentaskan kemiskinan. “Secara umum, alur pengentasan kemiskinan yang dibangun gubernur sudah bagus. Tentu kita akan mendukung adanya pemberian kredit murah untuk masyarakat,” tutur anggota dewan asal Temanggung ini.
DPRD Jateng, kata Hendri, akan terus mengawasi program-program yang berhubungan dengan masyarakat lewat penyerapan aspirasi. Pemerintah, lanjut Hendri, juga diminta benar-benar mendata wilayah yang masuk dalam zona merah kemiskinan dan mengalokasikan dana untuk masyarakat di wilayah tersebut.
Sedangkan anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah Hadi Santoso menilai, banyak program untuk pengentasan kemiskinan pada 2015-2016, tidak terlaksana. “Dalam program pengentasan kemiskinan, Pemprov mengandalkan intervensi langsung ke sasaran lewat hibah dan bantuan sosial. Sementara pada 2015-2016, banyak hibah dan bansos yang tidak bisa disalurkan,” sentil Hadi.
Peraturan baru yang mewajibkan penerima hibah dan bansos harus berbadan hukum, sulit dipenuhi calon penerima. Akibatnya, sebagaian besar dana hibah dan bansos tidak terserap.
Terkait bantuan kredit usaha lewat Bank Jateng, Hadi menilai telah mampu menjangkau dan menggerakkan UMKM di level menengah. Sementara, usaha mikro dan kecil yang banyak dimiliki kelompok-kelompok dalam zona merah kemiskinan, belum bisa mengakses secara optimal. “Sampai saat ini, masih ada syarat harus bankable, sehingga sektor usaha mikro dan kecil kesulitan memenuhi syarat tersebut,” jelas Wakil Ketua Komisi D DPRD Jateng ini.
Kelompok Zona Merah Belum Bisa Akses Maksimal
Hadi berpendapat, Pemprov harus segera membuat program untuk menolong usaha mikro dan kecil yang belum bankable, agar mampu memenuhi syarat mendapatkan kredit. Salah satunya, dengan menyediakan dana talangan dari pemerintah sebagai jaminan masyarakat miskin yang ingin mengakses kredit. “Kalau di petani dan nelayan ada dana talangan bila puso atau paceklik, saya berharap program serupa juga bisa dipakai di sektor UMKM.” ( http://www.radarkedu.com )