Proses demokratisasi yang sedang berjalan di Indonesia menghasilkan yang manis dan pahit, seperti layaknya buah. Perkembangan teknologi dan arus informasi yang begitu cepat terlebih dengan bantuan media sosial, bisa dilihat apa yang terjadi di Indonesia saat ini merupakan buah pahit dari proses tersebut.
Menurut Rektor Unika Soegijapranata Prof Dr Y Budi Widianarko, masih ada sisi lain dari demokrasi manis dan itu apa yang disebut sebagai demokrasi pengetahuan. Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sudah bukan lagi monopoli para ilmuan, banyak keahlian yang berakar dalam pengalaman hidup warga.
“Demikian juga kebenaran ilmu pengetahuan dan teknologi, mulai tersebar merata dalam masyarakat. Singkatnya telah terjadi pergeseran resmi(credentialed experts) ke pakar warga (citizen experts),” kata Prof Budi dalam sambutan Wisuda Periode III Unika Soegijapranata, Sabtu (17/12).
Penyebabnya adalah akses yang semakin meningkat terhadap teknologi informasi dan media sosial. Sebagian besar masyarakat, tentu telah menyaksikan dan memanfaatkan berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang dibagikan oleh pakar warga secara cuma-cuma di media sosial.
“Dalam media sosial kita akan mendapati banyak orang yang secara sukarela berbagi beragam pengetahuan dan ketrampilan. Mulai dari yang sederhana, hingga sangat ilmiah. Manusia yang semula tujuannya pamer menjadi berbagi kepada sesama,” tuturnya.
Fenomena ini menegaskan, bahwa manusia memang mahluk yang selalu terombang-ambing oleh dorongan egoisme dan altruisme. Dari dorongan untuk dirinya sendiri menjadi memperhatikan kepentingan orang lain.
Proses demokratisasi pengetahuan dalam masyarakat pengetahuan menuntut universitas dan para lulusannya untuk beradaptasi. Universitas sudah tidak bisa lagi mengaku sebagai pemegang monopoli riset dan ilmu pengetahuan.
Mungkin hanya satu monopoli universitas yang masih dapat dipertahankan, yaitu pendidikan para peneliti karena otoritasnya dalam pemberian gelar akademik.
Universitas harus menggeser haluannya jika sebelumnya adalah kutub utama pengetahuan, kini hanya merupakan satu dari banyak kutub dalam konstelasi ilmu pengetahuan yang multipolar. Untuk itu universitas harus memiliki kesadaran baru, yaitu kesadaran kewargaan (civic awareness).
Dengan kesadaran baru itu, universitas dapat menemukan peran kewargaannya (civic role). Peran kewargaan universitas adalah bersama segenap unsur masyarakat terlibat secara setara dan saling menghargai dalam pembangunan wilayah dan nasional. Proses keterlibatan bersama dalam pembangunan wilayah dan nasional ini dikenal sebagai proses ko-kreasi (co-creation). Dan Universitas yang telah terlibat dalam ko-kreasi layak mendapat predikat universitas transformatif (transformative university) atau universitas generasi keempat.
Akhirnya di tengah kemelimpahan dan ketersebaran pengetahuan dalam masyarakat. Universitas harus mengambil peran sebagai simpul pengetahuan (knowledge hub). Sebagai sebuah simpul, harus mampu menghimpun, mengelompokkan, memadukan dan menyajikan beragam pengetahuan itu dalam bentuk yang lebih siap untuk didayagunakan demi pembangunan wilayah dan
nasional. Dengan sendirinya kemampuan pengolahan data dalam jumlah besar (big data) menjadi prasyarat kunci yang harus dikuasai oleh setiap universitas. ( http://berita.suaramerdeka.com )
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakan Serah