Pembangunan jembatan penyeberangan orang (JPO) diminta untuk tidak semata mementingkan pihak tertentu, termasuk pihak pemasang reklame. Karena itu, pemkot diminta mengevaluasi JPO dan memastikan pembangunan nantinya lebih berorientasi pada kenyamanan penyeberang. ”Untuk membangun JPO cukup mahal, sehingga dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga dengan kompensasi memasang reklame.
Dalam perjalanan berikutnya, kenyamanan dan keselamatan jangan diabaikan dan JPO lebih menjadi sarana mendongkrak pemasukan daerah,” kata pakar transportasi yang juga pengajar Fakultas Teknik Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, Rabu (28/9).
Ia menengarai, pembangunan JPO selama ini justru belum sepenuhnya berpihak pada penyeberang jalan. Padahal, secara prinsip, fasilitas umum semestinya dibangun dengan mengedepankan kenyamanan bagi penggunanya.
Menurut Djoko, yang terjadi justru sebaliknya. ”Kebutuhan pemasang reklame yang utama, kebutuhan orang terabaikan. Sah-sah saja memanfaatkan ruang untuk pasang reklame yang bisa hasilkan uang untuk pemasukan kas daerah, tetapi jangan abaikan kepentingan keselamatan, keamanan, dan kenyamanan pejalan kaki,” kata dia.
Ia mencontohkan, jika di Semarang pembangunan JPO dengan kemiringan tangga 45 derajat, cukup melelahkan sehingga tidak disukai. Padahal, idealnya, JPO kurang dari 10 derajat. ”Dengan tangga yang landai akan mengakomodasi kaum disabilitas yang memakai kursi roda, lansia, anak-anak, dan pesepeda. Tetapi di sisi lain, tangga yang landai menimbulkan jarak penyeberangan yang panjang dan menimbulkan kekurangtertarikan untuk menggunakan fasilitas ini,” imbuh dia.
Prinsip Humanis
JPO kota-kota di Tiongkok dibangun dengan memegang prinsip humanis. Di sana, menurut Djoko, JPO memiliki tangga yang landai, bersih dari pedagang kaki lima dan pengemis, dan dimanfaatkan pula oleh pesepeda. Adapun, di Kuala Lumpur, JPO dilengkapi ban berjalan. ”JPO dapat berfungsi maksimal jika dipasang pagar di bawahnya. Itu untuk mencegah pejalan kaki menyeberang sembarangan. Jika tidak, masih ada pejalan kaki yang menyeberang tidak melalui JPO, sehingga pembangunan yang menghabiskan dana yang tidak sedikit itu jadi siasia,” paparnya.
Kabid Keselamatan Sarana dan Prasarana Dishukominfo Kota Semarang, Cipto Budi Sayoga menerangkan, permohonan lima titik JPO yang saat ini dalam kontruksi besi itu sudah diajukan. Nantinya pihaknya akan melakukan rapat dengan instansi terkait. Dia menjelaskan, nantinya jika pembangunan yang dilakukan pihak ketiga sudah jadi maka akan diserahkan ke pemkot. Kemudian mereka mendapat konpensasi berupa pemasangan iklan/reklame di JPO tersebut. ”Sudah ada permohonan dari pihak ketiga untuk mengubah kontruksi JPO besi menjadi beton. Nantinya menunggu persetujuan instansi terkait,” ucapnya. (Suara Merdeka 29 September 2016, hal. , http://berita.suaramerdeka.com)
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi