Oleh : Djoko Setijowarno*
Korea Selatan dalam kurun waktu 20 tahun dapat menurunkan angka kecelakaan lalu lintas hingga 60 persen. Caranya tidak jauh beda dengan di Indonesia, bisa jadi yang membedakan adalah semangat untuk mematuhi aturan berlalu lintas demi keselamatan. Sudah saatnya, Presiden harus turun tangan untuk menekan angka kecelakaan di Indonesia yang kian parah dan memprihatinkan.
Kecelakaan lalu lintas berulang di jalan Tol Cipularang. Kecelakaan beruntun yang melibatkan 20 kendaraan sungguh menyedihkan. Batas kecepatan di ruas tol, pasti sudah diberikan dan dipasang rambunya, namun apakah hal itu dipatuhi. Secara umum terjadinya kecelakaan disebabkan empat faktor, yaitu manusia (human error), prasarana transportasi, sarana transportasi dan kondisi lingkungan.
Jalan tol yang sudah dioperasikan sudah dapat dipastikan sudah lulus uji laik fungsi jalan tol yang dilakukan bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Direktorat Jenderal Bina Marga dan Korlantas Polri.
Kalau melihat begitu berantakannya posisi dan kondisi mobil-mobil tersebut, sepertinya kecepatan tinggi semua kendaraan. Terutama untuk mobil-mobil penumpang. Pengawasan terhadap kecepatan laju kendaraan di jalan tol kelihatannya masih sangat lemah. Ada aturan batas kecepatan belum diterapkan di jalan tol. Sudah ada rambu batas kecepatan kendaraan melaju di jalan tol, ada rambu yang maksimum 80 kilometer per jam, ada juga rambu yang mencantumkan 100 kilometer per jam.
Masyarakat pengguna jalan di Indonesia masih menyedihkan kadar disiplinnya dan juga pengawasan yang lemah di jalan termasuk jalan tol. Perlu ada petugas khusus di tiap tol gate yang "melihat" kondisi teknis dan kelengkapan mobil, misalnya lampu belakangnya tidak ada, maka di rest area pertama atau disiapkan tempat khusus setelah tol gate untuk menindaklanjuti mobil-mobil barang bermasalah tersebut.
Kalau memang truk masuk tol membawa pasir atau tanah tidak ditutup terpal, jelas sudah melanggar tata cara mengangkut material berdebu di jalan. Belum lagi pemeriksaan kendaraan secara rutin oleh pemilik kendaraan, bisa jadi tidak dilakukan. Pengawasan bisnis angkutan material seperti ini sangat lemah. Kelebihan dimensi truk agar dapat membawa barang berlebih masih kurang pengetatan. Saat dilakukan penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor atau uji kir oleh Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota, tidak diluluskan. Pelanggaran operasi truk over dimension and over load (ODOL) di jalan raya nampaknya belum menyurut.
Pengawasan di bidang Pengendalian Operasi (Dalops) di Kementerian Perhubungan dan Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) yang berdomisili di setiap provinsi harus ditingkatkan. Kemudian pengawasan penyelenggaraan pengujian berkala kendaraan bermotor juga diselenggarakan Dinas Perhubungan di kabupaten/kota harus lebih diperketat lagi. Yang tidak memenuhi jangan diberikan surat lolos uji kir.
Saatnya untuk mempercepat penuntasan truk ODOL beroperasi di jalan, tidak perlu menunggu lama, ketimbang korban kecelakaan makin bertambah. Ruas-ruas jalan tol yang memiliki geometrik turunan harus dilengkapi dengan jalur penyelamat.
Dalam berkendara di jalan, pengguna jalan wajib menjaga jarak aman berkendara. Masih banyak pengguna jalan yang tidak mengetahui hal ini. Sosialisasi lebih masif di berbagai tingkatan untuk jarak minmal dan jarak aman antar kendaraan.
Aturan batas kecepatan sudah diatur dalam PM Perhubungan Nomor 111 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penetapan Batas Kecepatan. Batas kecepatan paling rendah 60 kilometer per jam dalam kondisi arus bebas dan paling tinggi 100 kilometer per jam untuk jalan bebas hambatan termasuk jalan tol di dalamnya (pasal 3 ayat 4). Sedangkan untuk jalan antar kota paling tinggi 80 kilometer per jam, jalan kawasan perkotaan 50 kilometer per jam dan paling tinggi 30 km per jam untuk jalan di kawasan permukiman.
Disiplin mulai dilakukan mulai dari regulator dengan menerapkan aturan yang telah dibikin, mengawasi, mengevaluasi dan menindak bagi yang melanggar. Pemerintah telah memiliki UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU Jalan, RUNK (Rencana Umum Nasional Keselamatan), Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2017 tentang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan seperangkat peraturan di masing Kementerian dan Lembaga terkait. Operator transportasi harus disiplin menyelenggarakan aturan yang telah dibuat. Penggguna jalan wajib mematuhi aturan berlalu lintas yang benar demi keselamatannya. Disiplin semua pihak.
Menlihat angka kecelakaan lalu lintas yang sulit turun (kecuali musim mudik lebaran) dengan mengikutsertakan atau melibatkan tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama untuk mengkampanyekan keselamatan berlalu lintas harus mulai dilakukan. Perlu segera dikaji secara komprehensif aspek penyebab kecelakaan lalu lintas di ruas jalan. Jika kecelakaan masih terjadi, akan tetapi tingkat kefatalan dapat ditekan. Kesadaran berdisiplin berlalu lintas harus mengena di hati masyarakat.
*Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyaratakatan MTI Pusat