Lestari alamku, lestari bumiku..
Mengapa tanahku rawan ini
Bukit bukit telanjang berdiri
Pohon dan rumput enggan bersemi kembali
Burung-burung pun malu bernyanyi
Kuingin bukitku hijau kembali
Semenung pun tak sabar menanti
Doa kan kuucapkan
Hari demi hari
Kapankah hati ini
Kapan lagi
CUPLIKAN lagu Gombloh “Lestari Alamku” tersebut masih tepat untuk kita ingat dan terasa getir untuk kita senandungkan saat ini, apalagi bila melihat indahnya mimpi miliki kota hijau dengan sejumlah ruang hijau yang mampu menyediakan udara segar di kota kita tercinta Semarang ini. Menilik data mengenai Ruang terbuka hijau (RTH) publik di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang meliputi taman dan hutan kota hanya 7,5 persen. Padahal, luas ruang terbuka hijau publik yang diwajibkan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sebesar minimal 20 persen. Data tahun 2013, luas ruang terbuka hijau (RTH) di Kota Semarang seluas 7,5 persen dari luas Kota Semarang 373,67 hektar. RTH tersebut terdiri dari 239 taman, 11 taman pemakaman umum, hutan produksi, hutan rakyat, dan hutan kota.
Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Semarang sebenarnya tidak berdiam diri, di tengah keterbatasan lahan yang berebut tempat dengan lahan pemukiman serta tingginya kepadatan jumlah penduduk, masih ada upaya penambahan taman baru di beberapa titik kota. Sebut di antaranya adalah Taman Tirto Agung di Banyumanik, Taman Pandanaran, Taman Lalu Lintas di Mangkang, Taman Jatisari di Mijen, Taman Sampangan, Taman Rejomulyo. Rencana pengembangan hutan kota di dekat kawasan Waduk Jatibarang pun juga masih akan terus digarap. Bagaimana dengan peran aktif warga untuk bersama bergandeng tangan dengan pemangku kebijakan turut serta aktif menghadirkan wajah kota Semarang yang humanis?
Susu Tante, adalah satu action plan yang bisa didukung dan menjadi aksi nyata gerakan warga, sak wong sak wit, tanem terus –disingkat Susu Tante– merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan. Kalimat itu bermakna satu orang menanam satu pohon, jangan berhenti, tapi terus-menerus menanam, menjaga daya dukung lingkungan. Susu Tante penting, karena kondisi lingkungan hidup memerlukan kontribusi nyata peran aktif semua lapisan masyarakat. Program Susu Tante bisa dilakukan oleh semua stakeholder yang menjadi penghuni kota, tidak melulu menunggu himbauan dari pemerintah untuk bergegas melakukannya. Hijaunya kota, menaikkan kualitas udara, menurunkan suhu ekstrem kota adalah beberapa hasil yang bisa diharapkan dari program Susu Tante ini.
Dukungan pada program Susu Tante diharapkan dapat memampukan realisasikan mimpi yang sejauh ini masih menjadi wacana, yakni pembentukan kota hijau (green city) di berbagai daerah urban. Kota hijau yang dipersepsikan memiliki sejumlah ruang hijau yang mampu menyediakan udara segar. Konsep kota hijau ini mengandalkan keberadaan ruang hijau sebagai paru-paru kota yang diyakini mampu menjadi penetralisir bagi dampak buruk produksi emisi khas perkotaan yang lekat dengan gaya hidup konsumtif dan boros penggunaan energi. Konsep kota hijau memang dapat menjadi solusi tepat bagi terimplementasikannya sebuah kota yang sehat, karena secara potensial dapat mengendalikan sistem ekologi (suhu, erosi, dan banjir), sistem sosial (kerukunan warga, tempat tinggal, sekolah, rumah sakit), serta sistem ekonomi (lapangan pekerjaan). Namun seiring waktu, konsep ini menghadapi tantangan dari berbagai permasalahan sosial yang sering kali disebabkan oleh tingginya angka pertumbuhan penduduk yang mengakibatkan semakin sempitnya lahan di daerah urban. Kekhawatiran utama dari laju pertumbuhan penduduk, selain menurunnya kualitas tempat hidup, akan terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan sumber daya alam (SDA) dengan pola konsumsi manusia. Lebih buruk lagi, lifestyle masyarakat di perkotaan kian tidak mengindahkan kelestarian alam.
Upaya mengubah wajah kota menjadi lebih humanis dan hijau di tengah padatnya pemukiman penduduk pun tetap bisa diupayakan. Kreatifitas dan inovasi bentuk penghijauan Susu Tante tidak melulu membutuhkan ruang yang besar, di antaranya bisa melalui penghijauan atap rumah/bangunan (roof garden), penghijauan pekarangan di halaman rumah, penghijauan melalui media pot, serta berbagai bentuk penghijauan lainnya. Dukungan dari berbagai pihak akan menggairahkan upaya menyejukkan kota, selain warga di setiap unit terkecil masyarakat yakni keluarga, pihak-pihak lain bisa terlibat di dalamnya yakni berbagai perusahaan yang bermukim di kota Semarang, Pramuka, Pelajar, TNI, Kepolisian, ataupun Civitas Akademika.
Satu hal untuk menjadi warga yang bertindak sebagai agen perubahan, berkontribusi aktif mengubah wajah kota yang lebih tertata dan hijau, yakni adanya perubahan perilaku. Pro penghematan, penerapan gaya hidup ramah lingkungan, kemauan menularkan kebiasaan yang baik secara persuasif kepada sesama adalah bentuk-bentuk perilaku yang dijiwai kekuatan konservasi, mencintai dan melindungi alam dalam kehidupan sehari-hari. Salam Lestari.
Oleh
Berta Bekti Retnawati
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unika Soegijapranata Semarang
(http://www.radarsemarang.com)
Dorong Capaian dan Keterampilan Lulusan, SCU Terapkan Kurikulum Berbasis Outcome-Based Education
Para dosen Soegijapranata Catholic University (SCU) memperdalam keterampilannya dalam mengimplementasikan