SETELAH sempat merosot selama 2013-2014 hingga triwulan ke-2 tahun 2015, ekonomi Jawa Tengah (Jateng) kembali menggeliat meningkat pada 2015.
Berdasarkan pengumuman BPS Provinsi Jateng pada 4 Februari 2016, pertumbuhan ekonomi Jateng pada 2015 tercatat 5,4 persen atau lebih tinggi dibanding tahun 2014 sebesar 5,3 persen.
Pertumbuhan tersebut bahkan jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya tercatat 4,79 persen. Pertumbuhan tersebut sungguh menggembirakan karena sejak dipimpin Ganjar- Heru (Gagah) sebagai Gubernur dan Wagub pada Agustus 2013, provinsi ini mengalami kemesorotan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan yang sempat mencapai level tertinggi pada 2012 sebesar 6,34 persen, merosot menjadi 5,8 persen (2013), 5,3 persen (2014) dan 4,8 persen ( Juni 2015). Namun pada triwulan III dan triwun IV2015, pertumbuhan kembali meningkat menjadi 5 persen dan 6,1 persen sehingga secara keseluruhan ekonomi Jateng tumbuh 5,4 persen pada 2015.
Pertanyaannya, apakah kenaikan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015 mengindikasikan terjadinya kebangkitan ekonomi Jateng pada tahun 2016 dan tahun- tahun selanjutnya? Dari tren kinerja sejumlah indikator ekonomi yang ada, saya meyakini indikasi tersebut sangat kuat.
Perkembangan kinerja ekonomi dalam beberapa bulan terakhir juga memberikan sinyal kuat bahwa fundamental ekonomi Jateng akan kembali menguat dan bertumbuh pada tahun 2016 dan tahun-tahun selanjutnya.
Mengapa? Jawabnya, karena berdasarkan laporan BPS, struktur fundamental perekonomian Jateng pada 2015 semakin bagus dan kuat.
Sementara dari sisi pengeluaran, terlihat bahwa konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto dan ekspor barangjasa juga membukukan pertumbuhan yang tinggi. Bahkan, pertumbuhan ekspor jauh lebih tinggi dibanding impor barang-jasa yaitu 11,1 persen berbanding 3,7 persen.
Dampak Infrastruktur
Pertanyaannya, apa faktor pendorong utama kebangkitan ekonomi Jateng pada tahun 2015? Saya mencermati, faktor pendorong utamanya adalah keberhasilan dalam investasi infastruktur jalan, jembatan dan lainnya yang sudah dilakukan pemerintan provinsi dan kabupaten/kota sejak awal tahun 2014.
Seperti diketahui, sejak Jateng dipimpin oleh Ganjar-Heru, fokus pembangunan Jateng diarahkan untuk pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan dari desa ke desa, dan dari satu wilayah ke wilayah lain di hampir seluruh wilayah kabupaten dan kota Jateng.
Pendanaan, sumberdaya dan energi pemerintah juga lebih dicurahkan untuk pembangunan infrastruktur dibanding sektor-sektor lain. Saya mencermati, selama proses pembangunan tersebut, aktivitas ekonomi dan mobilitas aliran barang-jasa antarwilayah atau antara desa dan kota mengalami pelambatan.
Dampaknya, tidak hanya sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan yang terkena imbas negatifnya sehingga menyebabkan kinerja sektor ini sangat buruk (minus). Tapi, juga menggerus kinerja dari sektor-sektor lainnya.
Selain juga dipicu oleh masih lesunya perekonomian nasional dan dunia, dampak negatif dari proses pembangunan infrastuktur tersebut juga menjadi faktor penekan melambannya kinerja ekonomi Jateng pada 2014 hingga pertengahan 2015.
Namun seiring dengan mulai selesainya pembangunan infrastruktur dan sarana-prasarana lainnya pada pertengahan tahun 2015, kesenjangan antarwilayah yang selama ini sangat tinggi mulai menurun signifikan.
Aktivitas perekonomian dan mobilitas barang/jasa antarwilayah dan antardesa dengan kota serta sebaliknya mulai semakin lancar dan ramai. Itu sebabnya, kinerja pertumbuhan ekonomi sektor pertanian, perkebunan dan perikanan serta sektor-sektor terkait meningkat signifikan pada semester genap 2015 hingga Januari 2016.
Peningkatan tersebut juga mendongkrak kinerja konsumsi rumah tangga, pembentukan modal tetap domestik bruto, pengeluaran pemerintah dan ekspor barang dan jasa.
Singkatnya, selesainya pembangunan investasi infrastruktur telah berperan signifikan sebagai lokomotif pemacu pertumbuhan ekonomi Jateng pada 2015.
Momentum pertumbuhan tersebut diprediksikan akan terus berlanjut pada tahun 2016 dan tahun-tahun selanjutnya apabila pemerintah terus menggenjot pembangunan infrastruktur dan sosial-ekonomi di sejumlah wilayah terpencil.
Satu pekerjaan rumah ekonomi (PR) penting yang perlu segera dicarikan solusi dan dikerjakan oleh Gubernur dan para pemangku kepentingan terkait adalah masih kuatnya penolakan masyarakat terhadap kedatangan dan kehadiran investor korporasi di suatu wilayah.
Kedatangan atau kehadiran suatu korporasi seringkali memicu terjadinya konflik dan gejolak sosial yang serius antarmasyarakat ataupun antarmasyarakat dengan korporasi dan pemerintah.
Konflik dan penolakan tersebut bila tidak segera ditemukan akar masalahnya dan solusi yang tepat justru akan mengganggu atau menghambat momentum pertumbuhan ekonomi Jateng pada masa-masa mendatang. Menurut pengamatan saya, penolakan masyarakat terhadap kehadiran korporasi sesungguhnya memiliki sejumlah alasan logis.
Misalnya, karena harga tanah dan ganti rugi yang tidak layak, dan kuatir akan terjadinya kerusakan lingkungan yang akan mengancam keberlanjutan kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Mereka juga cemas kehadiran korporasi akan menimbulkan dampak-dampak eksternalitas yang merugikan dan mengganggu kehidupan warga.
Oleh karena itu, saya mengharapkan Gubernur Jateng dan pihak-pihak terkait perlu segera merumuskan Masterplan Investasi Hijau dan Tatakelola Ekonomi Hijau Jateng sebagai pedoman perencanaan dan pelaksanaaan pembangunan daerah.
Hal tersebut merupakan prasyarat utama untuk mendorong terwujudnya kemajuan ekonomi dan kesejahteraan rakyat yang berkelanjutan, serta mendukung kelestarian lingkungan alam yang menjadi pilar dan sumber kehidupan bagi masyarakat Jateng. Semoga!(47)
—Andreas Lako,
guru besar Akuntansi,
Kepala LPPM Unika Soegijapranata
Tautan : http://berita.suaramerdeka.com