Dikedepankannya nilai-nilai kearifan lokal menjadi kunci kebangkitan Kota Ambon, Maluku, setelah pecahnya kerusuhan pada 1999. Kini, Ambon pun menjadi salah satu kota paling toleran di Indonesia, yang semangatnya diharapkan menjadi contoh bagi daerah-daerah lain.
Hal tersebut mengemuka pada pembukaan Seminar “Ambon: Membangun Kota yang Inklusif dan Toleran” di kampus Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Jawa Tengah, Senin (26/8/2019). Acara itu diselenggarakan Pusat Studi Urban Unika Soegijapranata.
Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy, mengatakan, Ambon sudah populer sejak lama, karena banyak didatangi sejumlah bangsa lain yang berburu rempah-rempah. Dari kunjungan bangsa-bangsa seperti Portugis, Belanda, Arab, dan Jepang itulah bibit toleransi muncul.
Namun, kemudian terjadi distorsi nilai-nilai budaya, akibat sentralisasi kekuasaan serta penyeragaman kebijakan-kebijakan struktural. “Puncaknya pada 1999, saat terjadi peralihan kekuasaan. Ambon jadi daerah konflik. Budaya tak mampu lagi jadi perekat,” kata Richard.
Setelah era reformasi, kata Richard, nilai-nilai kearifan lokal kembali mendapat tempat. Belajar dari pengalaman masa lalu, kebudayaan yang telah mengakar dikedepankan. Penataan pun terus dilakukan hingga kemudian Ambon semakin dikenal sebagai kota toleran.
Puncaknya pada 1999, saat terjadi peralihan kekuasaan. Ambon jadi daerah konflik. Budaya tak mampu lagi jadi perekat, kata Richard.
“Contohnya, lewat Pela Gandong (kebudayaan khas Maluku) yakni persekutuan persaudaraan antara satu komunitas dengan komunitas lain. Dalam hal ini, perekatnya adalah budaya. Hingga kini, segala sesuatu dilaksanakan dengan semangat toleransi yang tinggi,” ujar Richard.
Menurut Indeks Kota Toleran 2018 yang dikeluarkan Setara Institute pada Desember 2018, Ambon menempati urutan 5 pada daftar kota dengan toleransi tertinggi, dengan skor 5,960. Ambon di bawah Singkawang, Salatiga, Pematang Siantar, dan Manado. (Kompas, 8/12/2018).
Daya tarik
Kepala Pusat Studi Urban Unika Soegijapranata, Y Trihoni Nalesti Dewi, menuturkan, kegiatan yang dilakukan pihaknya di Kota Ambon selalu berjalan baik dan mulus., termasuk sejak rekonsiliasi pascakonflik. Apalagi. alam, kuliner, hingga keramahtamahan masyarakat Ambon kemudian menjadi daya tarik.
“Masuk dalam lima besar kota paling toleran merupakan pencapaian luar biasa bagi daerah yang 20 tahun lalu berkonflik. Kami berharap hal seperti ini juga terjadi di kota-kota lain, bahwa daerah bisa ditinggali siapa saja dengan semangat saling menghargai satu sama lain,” katanya.
Peneliti dari Universitas Flinders, Adelaide, Australia, David Bamford, menyatakan, dalam kunjungannya ke Ambon, pekan lalu, ia mendapat kesan positif. Semangat toleransi yang selalu ditunjukkan warganya, diyakini akan membuat banyak investor baru tertarik.Dari penelitian yang dilakukannya, di sejumlah negara Asia Pasifik, ia menemukan ada perbedaan antara hukum negara dan hukum adat. “Yang paling penting ialah, perlu dicari di mana adanya tumpang tindih, untuk kemudian disesuaikan. Hukum adat dan hukum modern bisa berkembang bersama,” ujar David.
►https://kompas.id/baca/nusantara/2019/08/26/toleransi-di-kota-ambon-jadi-percontohan/
Berita terkait:
https://terasmaluku.com/kota-ambon-role-model-kota-inklusif-dan-toleran/