Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membentuk tim yang akan mempelajari sejumlah tuntutan para pengemudi taksi online. Walaupun demikian, pemerintah akan menakar ketersesuaian usulan-usulan pengemudi dengan Undang-Undang (UU) No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Pudji Hartanto Iskandar mengatakan, pihaknya sudah bertemu dengan perwakilan pengemudi untuk mendengar keluhan mereka pada Selasa (22/8). Selain itu, dia juga menyatakan, telah menerima surat resmi dari forum para pengemudi taksi online tersebut untuk kemudian dilaporkan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
“Apabila poin-poin yang diminta untuk dievaluasi itu tidak senafas dengan UU, maka tuntutan yang dimaksud tak diakomodir. Namun, seandainya masih tuntutan tersebut sejalan dengan UU, maka Kemenhub membuka peluang untuk dilaksanakannya revisi PM 32/2016,” kata Pudji, di Kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (22/8).
Ia menambahkan adapun tuntutan para pengemudi itu menyuarakan keberatan atas beberapa poin kebijakan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No 32/2016 tentang penyelenggaran angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum tidak dalam trayek.
Selain itu, kata Pudji, beberapa poin itu antara lain tidak diperbolehkannya kepemilikan pribadi atas kendaraan, kewajiban uji kir, dan keharusan memegang SIM A Umum bagi para pengemudi. Dan untuk ini Tim yang berada di bawah Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub akan bekerja secepat-cepatnya dengan tetap berlandaskan pada undang-undang.
”Sebenarnya sudah memberikan toleransi kepada operator transportasi yang bekerja sama dengan perusahaan aplikasi maupun kepada para pengemudi taksi online,” katanya.
SIM A
Terkait dengan kewajiban SIM A Umum, Pudji menegaskan, hal tersebut sudah sesuai dengan UU yang ada. Menurut dia, dalam pertemuan dirinya dengan para pengemudi, keberatan atas SIM A Umum ini cenderung pada aspek waktu.
Lebih jauh, Pudji menjelaskan, para pengemudi pun keberatan atas kewajiban adanya pool atau fasilitas penyimpanan kendaraan taksi online. Sebenarnya, kata dia, regulator telah membolehkan untuk garasi pribadi dijadikan tempat penyimpanan taksi online. Akan tetapi, Kemenhub mewajibkan adanya surat keterangan dari RT/RW setempat.
Terpisah, perusahaan penyedia layanan aplikasi taksi online Grab Indonesia menyatakan masih keberatan atas kebijakan pemerintah yang mewajibkan STNK taksi online harus diproses balik nama sesuai dengan nama perusahaan atau koperasi mitra kerja.
Pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menegaskan agar pemerintah jangan memberi kelonggaran kepada taksi online yang saat ini mulai menjamur. “Silahkan mereka beroperasi, tetapi ikuti prosedur peraturannya, jangan hanya mencari keuntungan sendiri, padahal sudah mendapat banyak kemudahan,” katanya.
Menurut Djoko, dengan memberikan tenggat waktu taksi online berbadan hukum hingga 2018, merupakan satu kelonggaran yang seharusnya direvisi. Begitu juga pool yang tidak dimiliki taksi online, ini juga harus menjadi perhatian. Para pengusaha taksi online, dikatakan Djoko minimal memiliki izin sewa dan operasionalnya sama seperti taksi pada umumnya. (http://www.koran-jakarta.com)
Serah Terima Jabatan Ormawa FHK SCU
Fakultas Hukum dan Komunikasi (FHK) Soegijapranata Catholic University (SCU) melaksanakan Serah