dr. sugeng ibrahim M Biomed (AAM). Pusat Studi Stem Sel dan Kanker Unika Soegijapranata Semarang.
Tepat 2 minggu dari hari “Valentine Day “, tepatnya 31 januari 2020, WHO menerbitkan “Global Surveilance for human infection with novel corona virus (2019-nCoV)”, sebuah pedoman bagi negara-negara anggotanya untuk memonitor tren penyakit yang ditularkan antara manusia dan atau yang ditularkan dari hewan ke manusia.
Deteksi cepat pada kasus baru pada negara dimana virus tidak bersirkulasi, dan penyediaan informasi epidemiologi untuk mengatasi resiko dan cara memberi respons yang terukur.
Pada saat berbarengan, merebak keraguan WHO dan satu lembaga kajian kesehatan masyarakat di Harvard University di Amerika Serikat tentang kemampuan Balitbangkes Kemenkes RI dalam mendeteksi Corona Virus disease 2019 ini.
Tulisan ini tidak memperdebatkan kapasitas anak bangsa dalam mendeteksi CoVid-19, namun lebih kepada upaya menyebarkan pemahaman kepada masyarakat awam terkait bagaimana virus ini menyebar atau ditransmisikan antara manusia dan hewan. Sesuai dengan pedoman WHO tersebut di atas, serta bagaimana kesiapan (kesiapsiagaan) Nasional Indonesia menghadapi infeksi coronavirus- 19 ini.
Rakyat Indonesia sebenarnya sudah sangat akrab dengan dengan penyakit tertularkan antar manusia dan tertularkan melalui binatang.
Sebut saja Malaria, penyakit parasit plasmodium yang ditularkan via nyamuk Malaria, atau yang sangat popular dan disebabkan virus yang ditularkan nyamuk Aedes Aegepty. Yakni Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorhagik Fever, yang dideteksi pertama kali di Surabaya tahun 1968, dengan 58 orang terinfeksi dan angka kematian mencapai 28 orang (41,3 %), dan sejak itu menyebar ke seluruh Indonesia.
Sebagai catatan: pada tahun 2015, angka kematian akibat DBD 1.229 orang di seluruh Indonesia. Sementara angka kesakitan (incident rate) terus meningkat dari 22,67/ 100.000 orang di 2011 menjadi 49,5 orang/100.000 orang di 2015 (depkes RI 2019 ).
Bandingkan dengan angka kesakitan Corona Virus- 2019 yang mencapai 64.434 penderita dengan angka kematian 1383 orang per 14 Februari 2020 (kementerian Kesehatan China ).
Yang menjadi sangat menarik adalah mengapa tren kenaikan angka kesakitan dan kematian akibat DBD ini seolah tenggelam oleh isu-isu novel Corona Virus 2019 ?
Jawabannya sangat sederhana, Covid-19 ini muncul tepat di puncak perang dagang China – Amerika Serikat, dengan kecenderungan Amerika Serikat yang ”keteteran“, dan tepat 14 hari dari saat Amerika Serikat menarik seluruh staf militernya pasca pertemuan olah raga militer antar negara di China.Yang sesuai dengan masa inkubasi Covid-19.
Tentu bumbu-bumbu perang biokimia atau tepatnya isu senjata kimia dan konspirasi intelijen makin memviralkan Virus ini, ditambah berita berita hoax yang selalu menyertai perkembangan isu-isu geopolitik dunia kekinian.
Kembali kepada niat tulisan ini, yang utama adalah awam memahami bagaimana diagnosis atas Corona Virus disease-2019 ini ditegakkan. Lalu bagaimana mencegah penyebarannya, dan kemudian bagaimana masyarakat mencari pertolongan dan bersikap, bila tanda-tanda virus ini dijumpai dalam lingkup keluarga dan komunitas.
Tentu saja dengan sedikit ulasan tentang bagaimana pemerintah di semua tingkatan sebaiknya bertindak memahamkan masyarakat dan menyiapkan masyarakat, bila akhirnya virus ini terdeteksi benar di Indonesia.
Standar Pemeriksaan Spesimen.
Yang utama, pemerintah dalam hal ini Kemenkes RI telah menetapkan bagi seluruh fasilitas pelayanan medik utama di setiap propinsi (RSUP), menyiapkan fasilitas isolasi dan pengelolaan bagi seluruh penderita terduga (suspek) Corona Virus-2019.
Selanjutnya semua sampel darah suspek terduga Corona Virus-2019 wajib dikirimkan ke Balitbankes Kemenkes di pusat. Merujuk pedoman WHO diatas, Balitbangkes menggunakan reagen kit (perangkat biokimia pendeteksi virus) dari CDC (Center for Diseases Control), semacam Dirjend Pemberantasan Penyakit Menular di Depkes.
Langkah pertama, spesimen virus dari pasien terduga diurai dan dideteksi/ ditentukan dengan diekstraksi RNA nya. Hasil ekstraksi virus dari sampel darah pasien terduga tersebut , selanjutnya diberi reagen dan dimasukan ke alat yang disebut PCR , (Polymerase Chain Reaction) yang memerlukan waktu 24 jam dalam prosesnya.
Selanjutnya hasil pembacaan alat tersebut, disandingkan dengan pembacaan standart hasil PCR sekuensial dari sampel positip CoVid-19 yang diperoleh dari CDC.
Sederhananya, sampel virus dari terduga penderita Corona Virus-2019 dari seluruh pasien di Indonesia, dibandingkan dengan sampel positif Covid-2019 dari CDC.
Bila dinyatakan positip (sejauh ini tidak satu- pun) , maka pasien positip Covid-2019 tersebut akan dikarantina dan diperlakukan pengelolaannya sebagaimana standart WHO .
Sampai saat tulisan ini dibuat, Balitbangkes Kemenkes RI di Jakarta telah memeriksa 64 spesimen dari seluruh Indonesia . Sejumlah 62 spesimen dinyatakan negatip Covid-19 dan 2 spesimen masih diperiksa.
Sejauh berkaitan dengan akurasi metode deteksi Covid-19 oleh Balitbangkes Depkes RI, Medical Officer WHO Indonesia, Dr Vinod Kumar Bura, telah mengkonfirmasi sesuai standart Bio Safety Level 3 WHO.
Hal ini tentu sangat menenangkan masyarakat dan insan medis Indonesia , sebagai jawaban atas keraguan yang dilontarkan Harvard T.H. Chan School of Public Health atas standart kualitas balitbangkes Kemenkes RI, karena belum ditemukannya sampel positip CoVid-19 di Indonesia.
Pedoman Diagnosis.
Definisi WHO atas terduga kasus Covid-19 adalah : ”Seorang pasien dengan gejala-gejala infeksi akut Pneumonia ringan hingga berat (demam tinggi > 38 derajat celcius , batuk, sesak nafas dan membutuhkan perawatan di Rumah Sakit) DAN, tanpa sebab lain yang dapat dijelaskan secara klinik, DAN mempunyai riwayat perjalanan ke China dalam 14 hari sebelum gejala-gejala muncul.”
Merujuk kepada pedoman WHO di atas, maka seluruh warga Indonesia yang memiliki riwayat perjalanan ke China, memiliki resiko tertular, sehingga harus dikarantina selama 14 hari, demi mengantisipasi bila gejala-gejala di atas muncul.
Berdasarkan standar itulah langkah preventif telah dilakukan pemerintah Indonesia, atas warga negara yang sedang dikarantina dan dipantau secara ketat di Natuna.
Bagi yang tidak memiliki riwayat perjalanan ke China, tenang-tenanglah saja sembari memahami apa dan bagaimana Covid-19 ini.
Bagi warga yang memiliki riwayat perjalanan dari China dalam 14 hari (diluar yang dikarantina di Natuna), wajib dibatasi perjalanan dan pergerakannya (dirumahkan) dan diawasi / dalam pemantauan oleh otoritas kesehatan setempat (Dinkes/RSUD/RSUP).
Bagi warga dengan kategori di atas yang kemudian sakit, masuk dalam kriteria terduga (suspek) dan masuk dalam kriteria pasien dalam pengawasan, diperiksa darahnya untuk dikirim dan diuji di Balitbang Kemenkes RI di Jakarta.
Sampai tulisan ini diterbitkan, belum ada kriteria pasien terkonfirmasi positif Covid-19.
WHO mewajibkan Depkes RI dan otoritas kesehatan Nasional negara-negara anggotanya
, melaporkan semua pasien terduga dan kasus yang terkonfirmasi positif dalam waktu 24 jam melalui kantor Regional WHO di masing-masing negara anggotanya.
Selain Balitbangkes Kemenkes RI , pemerintah Indonesia juga memiliki Lembaga Biologi Molekular Eijkman yang bernaung dibawah Kemenristek, dan berlokasi di RSUP dr Tjipto Mangoenkoesoemo di Jakarta.
Tentu saja kolaborasi kedua otoritas pemerintah ini akan sangat lebih bermanfaat demi mencegah penyebaran CoVid-19 di Indonesia.
Perbedaan mendasar atas uji CoVid-19 antara Balitbangkes Kemenkes dan Lembaga Biologi Molekular Eijkman adalah pada metode yang digunakan.
Balitbangkes menggunakan metode CDC Amerika Serikat, sama dengan yang dilakukan Depkes Thailand. Yang notabene angka kesakitannya dilaporkan 33 orang dan kematian yang dilaporkan NOL.
Sementara Lembaga Biologi Molekular Eijkman menggunakan metode dari Jerman.
Tanpa berniat meragukan kapasitas Balitbangkes dan konfirmasi Medical Officer WHO di Indonesia, uji silang oleh Lembaga Biologi Molekular Eijkman menjadi suatu pilihan kebijakan yang proporsional dan akademik, meskipun secara regulasi, Balitbangkeslah yang berwenang menangani “PHEIC : Public Health Emergency of International Concern “, status wabah dunia yang ditentukan oleh WHO atas 196 negara-negara anggotanya.
Keraguan yang dilontarkan Harvard T.H. Chan School of Public Health atas standart kualitas Balitbangkes Kemenkes RI, karena belum ditemukannya sampel positip CoVid-19 di Indonesia.
Di masa depan, Biofarma sebagai pusat produksi vaksin di Indonesia, bekerjasama dengan Lembaga Biologi Molekular Eijkman wajib secepatnya memproduksi vaksin Covid-19 ini di Indonesia. Dengan mengesampingkan masih negatifnya konfirmasi atas virus ini di Indonesia.
SARS 2002, MERS 2012 dan Covid 2019.
Masyarakat awam juga perlu dipahamkan perbedaan Covid-19 ini dengan SARS (Severe Acut Respiratory Syndrome) dan MERS (Midle East Respiratory Syndrome).
Merujuk dari WHO dan CDC USA, berdasar geografinya Covid-19 dideteksi dan menyebar di Wuhan pada Desember 2019. Sementara SARS di Guangdong 2002/2003 dan MERS di Arab Saudi 2012.
Gejala- gejala yang ditimbulkan ketiga virus ini hampir sama : demam tinggi , batuk, pilek , dan kesulitan bernafas.
Virus penyebab ketiganya sama sama RNA virus, disebut Corona karena mempunyai bentuk menyerupai mahkota, pada pengamatan virus dengan mikroskop elektron.
Ketiganya dapat menyerang/menginfeksi antara manusia dan hewan, terutama keluarga burung , sementara kelelawar adalah inang (host ) dari sebagian besar virus corona.
Pada kasus Covid-19 di Wuhan, epidemi terjadi karena diduga terjadi transmisi dari spesies kelelawar ke spesies lain ( Civet / Luwak ) karena mutase protein, sehingga virus dapat menempel pada spesies hewan liar lain .
Pada manusia, corona virus ini dapat menyebabkan infeksi pada sistem pernafasan dan juga sistem pencernaan.
Corona virus SARS yang menyebar di Guangdong China 2002/2003 adalah golongan Betacoronavirus, disebarkan dari Kelelawar ke Musang dan ditularkan ke manusia.
Tercatat lebih 8.000 kasus dengan 774 kematian ( 9,6% ). Corona virus MERS , menyebar di Arab Saudi pada 2012 , adalah golongan Betacoronavirus, ditransmisikan dari Onta kepada manusia.
Tercatat 2400 kasus , dengan 858 kematian (34 %) Novel Coronavirus 2019, adalah Betacoronavirus ke 7 yang menyerang manusia, dengan penularan yang ditransmisikan melalui Luwak ( Civet Cat). Seiring dengan deteksi pertama pada pasien di pasar hewan di Wuhan.
Sampai dengan 14 Februari 2020 tercatat 64.434 kasus dan dilaporkan 1.383 angka kematian (2,14 %), dengan angka penyembuhan 6.766 (10,50 %).
Membandingkan 3 Corona virus diatas, sejauh ini terbukti angka kematian Covid-19 adalah yang terendah. Namun bukan berarti tingkat kewaspadaan diturunkan atas wabah di Wuhan China dan mulai mengancam Singapura yang hanya sepelemparan batu dari Batam.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Panduan WHO untuk pencegahan dan pengendalian manakala terdapat kasus terduga Covid-19 meliputi strategi yang diadaptasi dari MERS Cov 2012.
Pada terduga pasien dengan gejala demam sedang, batuk pilek tanpa kesulitan pernafasan, dapat dirawat dirumah, dengan tetap memperhatikan perlindungan bagi anggota keluarga yang tinggal serumah dari resiko penularan. Dengan menyiapkan sabun antiseptic untuk mencuci tangan , masker, pembatasan gerak , dan ruangan berventilasi.
Disinfeksi toilet dan kamar pasien 1x sehari. Cuci dan disinfeksi pakaian/seprai dan selimut pasien terpisah dari anggota keluarga lain dengan air bersuhu 60 sampai 90 derajat Celcius.
Pemakaian sarung tangan dan masker bagi yg merawat pasien di rumah.Membuang segala bahan pengaman habis pakai( Personal Protective Equipment ) pada wadah aman tersendiri sebelum dimusnahkan.
Pasien rawat rumah dan anggota keluarga serumah wajib memahami seluruh upaya standart WHO dalam pencegahan pengendalian infeksi ( Infection Prevention Control ), tersebut di atas.
Dalam hal perawatan dirumah oleh Tenaga Kesehatan terlatih harus dilakukan dengan upaya upaya pencegahan penularan yang memadai dan dalam pengawasan Dokter yang terstandart dalam penanganan di rumah .
Beberapa pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang diterbitkan WHO adalah :
-batasi pergerakan pasien dan batasi ruang-ruang yang dipergunakan bersama keluarga.
-anggota keluarga yang sehat harus tinggal di ruang terpisah.
-higiene tangan ( dengan disinfektan) harus dilakukan berkala saat menyiapkan makanan, sebelum dan sesudah makan, dengan menggunakan sabun antiseptic dan air atau usap alcohol.
–untuk menghindari sekresi cairan pernafasan gunakan masker penutup hidung dan mulut yang rapat berstandart medis.
-gunakan sarung tangan sekali pakai untuk membersihkan kotoran pasien.
Pencegahan penularan dari Hewan ke Manusia.
Pencegahan yang utama adalah saat berkunjung ke pasar hewan / burung adalah mencuci tangan dengan sabun antiseptic secara berkala pada air keran.
Menghindari menyentuh hewan pada mata,hidung dan mulutnya. Penting pula menghindari makan hewan mentah atau setengah matang.
Golongan masyarakat yang termasuk resiko tinggi adalah: pekerja rumah jagal, pedagang pasar hewan/burung, dokter hewan, pekerja peternakan unggas.
Sarung tangan, masker dan kacamata pelindung, wajib sifatnya bagi golongan resiko tinggi di atas. Merujuk laporan terkini, semua hewan yang sakit tidak boleh dikonsumsi dan wajib dimusnahkan secara aman dengan dikubur atau dihancurkan.
Perangkat Kesiapan Nasional.
Tujuan utama dari Perangkat Kesiapan Nasional adalah memberi pemahaman yang lebih baik bagi Tenaga kesehatan disemua tingkatan. Juga para pemangku kepentingan terkait, mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, bahwa Covid-19 adalah ditularkan antara manusia dan hewan serta menyebabkan gangguan pernafasan ringan sampai berat.
Informasi terkini yang diberikan oleh Kemenkes RI / Dirjend.
Pemberantasan Penyakit Menular akan membantu mengidentifikasi resiko penyebaran, rencana survei epidemiologis dan rencana tanggap darurat.
Sistem Deteksi.
Pemerintah RI telah menetapkan Balitbangkes Kemenkes RI sebagai laboratorium test diagnostic Corona Virus disease 2019.
Beberapa hal mendasar dapat didiskusikan di ruang publik terkait :
- Sistem Laboratorium Nasional , terkait : metode kultur virus, serologi, Polymerase Chain Reaction dan sekuensingnya.
-jumlah spesimen yang dapat diproses setiap harinya.
-adakah penjaminan mutu eksternal ( External Quality Assurance ) untuk meto
de diagnostic Covid-19 yang digunakan.
-adakah uji silang pada hasil diagnostic pada hasil yang meragukan yang dapat dilakukan oleh laboratorium nasional lain yang ditunjuk. ( oleh Lembaga Biologi Molekular Eijkman , misalnya )
-telah adakah struktur laboratorium dari tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota termasuk laboratorium kesehatan hewan yang dapat menjadi referensi pemeriksaan Corona Virus
-adakah data yang dapat saling dibagikan antara Laboratorium Kesehatan dan Laboratorium Kesehatan Hewan terkait Corona Virus ?. - Pedoman Nasional bagi Klinisi,
-adakah pedoman nasional bagi Klinisi dalam pemeriksaan laboratorium bagi penderita Infeksi saluran Pernafasan Akut ( ISPA ) berat , terkait Covid-19 ini .
-adakah rumah sakit ( RSUP ) yang dapat melakukan pemeriksaan laboratorium Corona Virus ?
-adakah pedoman nasional bagi klinisi di daerah tentang pengumpulan spesimen ISPA berat / Corona Virus ?
-adakah pedoman nasional pengumpulan spesimen, pengepakan dan transportnya ke laboratoriun rujukan yang ditetapkan ?
Padahal , Tim Reaksi Cepat dengan multi disiplin ilmu di tingkat daerah , sangat dibutuhkan manakala terdapat temuan terduga Corona Virus-19.
Tim Reaksi Cepat di daerah
Sepanjang 45 hari sejak Covid-19 diidentifikasi di Wuhan China, sampai hari ini masyarakat belum secara jelas dan transparan mendengar adanya Tim Tanggap Darurat atau Tim Reaksi Cepat yang dibentuk pemerintah pada tingkatan otoritas kesehatan di daerah.
Alasan geografis, dan kompleksitas distribusi logistik serta banyaknya pintu masuk negara , adalah tuntutan utama terbentuknya Tim Reaksi Cepat ini.
Beberapa hal mendasar perlu dipersiapkan untuk pembentukan Tim Reaksi Cepat Covid-19 di tingkat daerah:
identifikasi untuk penugasan Tim Reaksi Cepat Covid-19.
-disiplin ilmu yang terlibat, termasuk kesehatan hewan .
-pelatihan epidemiologi wabah Covid-19.
-dukungan logistic dan finansial dari Pemda .
-pelatihan khusus “contact tracing“.
-pedoman operasional standar.
Kesiapsiagaan Nasional
Dalam Rapat Koordinasi Nasional BNPB 2020 awal Februari 2020 di Bogor, Presiden Jokowi telah memerintahkan penyusunan skenario jika Virus Corona-19 memasuki Indonesia. Skenario yang diharapkan meliputi tahapan-tahapan tindakan saat menghadapi persebaran virus, mulai persiapan,lokasi hingga pembagian tugas antar departemen/lembaga.
Menindaklanjuti perintah presiden tersebut , Kemenkes RI telah menyusun “Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi novel Coronavirus ( 2019-nCoV). Dengan mengadopsi pedoman sementara WHO, yang akan diperbarui mengikuti perkembangan penyakit dan situasi terkini.
Pedoman di atas mencakup : 1. Surveilans dan Respons, 2. Manajemen Klinis , 3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi , 4. Pengelolaan Spesimen dan Konfirmasi Laboratorium, dan 5. Komunikasi Resiko dan Pemberdayaan Masyarakat.
Dalam rangka Kesiapsiagaan, pemerintah telah menyiapkan pedoman berupa Norma,Standart , Prosedur dan Kriteria serta membentuk tim gerak cepat di pintu-pintu masuk negara (pelabuhan/bandara/PLBDN )
Terkait Deteksi dini , pemerintah telah pula menetapkan pedoman tatalaksana dan tindakan atas kriteria pasien dalam pengawasan dan pasien dalam pemantauan.
Pemerintah juga telah menyiapkan skenario Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan kriteria KLB adalah jika ditemukan SATU kasus konfirmasi Covid-19.
Penilaian Resiko Cepat juga telah disiapkan pemerintah secara berkala sesuai perkembangan penyakit.
Dalam manajemen Klinis, pemerintah telah menyusun tabel berupa manifestasi klinis yang berhubungan dengan infeksi Covid-19 : mulai dari “uncomplicated illness“ sebagai manifestasi terringan, Pneumonia ringan, Pneumonia Berat, Acute Respiratory Distres Syndrome (ARDS), sampai sepsis dan syok sepsis sebagai manifestasi terberat. Tatalaksana Pasien di Rumah Sakit Rujukan juga telah disusun sebagai bagian manajemen Klinis di atas.
Pedoman pengumpulan Spesimen untuk Diagnosis Laboratorium telah disusun , dengan batasan Pasien terkonfirmasi Covid-19 dapat keluar dari Rumah Sakit rujukan bila Real Time Polimerase Chain Reaction nya menunjukan hasil negative 2 kali berturut turut dalam jangka waktu minimal 2 sampai 4 hari.
Demikian pula manajemen pasien gagal nafas dan Acute Respiratory Distress Syndrome telah disusun sedemikian rupa, sampai dengan penanganan pasien Syok Septik sebagai kriteria terberat dari manifestasi klinis Covid-2019.
Yang terakhir , langkah langkah pemulasaran Jenazah pasien terinfeksi Covid-19 pun telah disusun, sebagai langkah antisipasi final pencegahan penyebaran infeksi Covid-19.
Bagian yang tidak kalah penting dari Pedoman Kesiapsiagaan Nasional yang disusun pemerintah adalah Pemberdayaan Masyarakat , yang diadaptasi dari Risk Communication and Community Engagement WHO.
Adalah sangat penting bagi pemerintah selaku pemangku kepentingan utama dalam penanganan Covid- 19 , memahami keprihatinan, sikap dan kepercayaan segenap rakyatnya.
Meningkatkan pengetahuan dan perilaku masyarakat, terutama para tokoh (influencer ) dalam menghadapi wabah Covid-19 yang telah menyerang negara-negara tetangga terutama China, sembari menyiapkan masyarakat menghadapi segala resiko yang terukur atas wabah Covid-19 di dunia.
Mencermati Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi novel Coronavirus-2019 yang disusun Direktur Jenderal Pencegahan Penyakit Menular kemenkes RI tersebut di atas, serta dengan selalu memperhatikan perkembangan terkini novel Coronavirus-2019. Masyarakat Indonesia boleh sedikit bernafas lega, sembari terus meningkatkan kewaspadaan.
Mengingat tiga negara tetangga terdekat kita, Singapura, Malaysia dan Thailand telah melaporkan konfirmasi positif Covid-19 .
Sampai dengan pukul 7.30 , 14 Februari 2020, tercatat 33 kasus di Thailand, 19 kasus di Malaysia dan 58 kasus novel Coronavirus-2019 di Singapura dengan sementara tidak SATU pun kasus terkonfirmasi positif novel Coronavirus di Indonesia.
Semoga Tuhan melindungi kita semua.
►https://suaramerdeka.news/kesiapsiagaan-nasional-menghadapi-coronavirus-2019/