Untuk mendorong sebaran dokter supaya merata, khususnya di wilayah Daerah Tertinggal, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK) diperlukan penguatan komitmen pemerintah khususnya dalam hal perencanaan kurikulum yang tepat. Sebab, kondisi DTPK berbeda dengan daerah padat penduduk seperti di Jawa dimana kondisi infrastruktur dan fasilitas umumnya lebih lengkap.
Menurut Direktur Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr dr Andreasta Meliala DPH MKes MAS, perlu sinkronisasi dunia pendidikan khususnya kurikulum di masing-masing fakultas kedokteran.
Artinya harus ada teknik khusus memberikan minat tinggi kepada dokter untuk mengabdi ke suatu daerah. ”Kurikulum ilmu kedokteran di pendidikan harus pula aplikatif di lapangan,” jelas dia di Unika Soegijapranata, Jumat (14/2/2020). Selain itu, lanjut dia, Pemda dalam memenuhi kebutuhan dokter dapat melalui pola pendayagunaan sesuai kondisi lokal wilayah masing-masing.
Sebab, selama ini masih terjadi ketimpangan penyebaran dokter khususnya dokter spesialis.
Ia menambahkan, lulusan dokter per tahun lebih dari 12.500 dari 91 Fakuktas Kedokteran yang ada di Indonesia. Jumlah ini semestinya dapat memenuhi kebutuhan dokter di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes). Namun, masih ada puskesmas yang tidak memiliki dokter, sementara puskesmas lainnya memiliki jumlah dokter yang berlebih.
”Maldistribusi juga bisa dilihat dari rasio ketersediaan dokter antarprovinsi yang kesenjangannya cukup besar. Redistribusi yang sulit dilakukan juga menjadi masalah krusial. Adanya dokter enggan ditempatkan di wilayah DPTK,” jelasnya. Ia mengatakan kondisi tersebut dimungkinkan karena wilayah DPTK memiliki keterbatasan akses, geografis sulit, serta keterbatasan sarana prasarana pelayanan kesehatan.
Bupati Kabupaten Malaka NTT Stefanus Bria Seran mengungkapkan, selama ini di daerahnya masih sangat kekurangan dokter spesialias. Namun demikian untuk dokter umum, perawat dan tenaga medis lainnya masih bisa tercukupi.
”Daerah kami warganya masih kesulitan mendapat dokter spesialis mungkin terbatasnya jumlah dokter spesialis di Indonesia ini,” jelasnya. Ia menambahkan untuk menstimulus agar dokter spesialis bersedia bertugas disana, berbagai upaya dilakukan. Antara lain insentif yang memadai, fasilitas untuk hidup serta kelengkapan sarana dan prasarana pendukung.
”Kami terus membangun fasilitas kesehatan seperti rumah sakit dan lainnya. Tetapi, banyak dokter spesialis yang enggan kesana karena jauh dan belum ada jaminan untuk hidup yang layak,” jelasnya.
Ketua Panitia Pelaksana Seminar Perigrinus H Sebong menjelaskan tema seminar ini diangkat sebagai wujud komitmen FK Unika Soegijapranata terhadap pemerataan pembangunan kesehatan di seluruh wilayah Indonesia khususnya di DTPK. Sebab, DTPK merupakan wajah depan Indonesia yang harus diperbaiki dan didorong kemajuannya di bidang kesehatan. Berbagai tantangan pembangunan kesehatan di daerah tertinggal berkaitan dengan berbagai faktor seperti kondisi geografis, keterbatasan pelayanan kesehatan, dan sosial budaya masyarakat setempat.
”Oleh karena itu, untuk mendukung pelayanan kesehatan di DTPK maka dikembangkan salah satu program prioritas yakni pendayagunaan tenaga kesehatan melalui ketersediaan dan berfungsinya dokter puskesmas,” jelasnya.
———
https://www.ayosemarang.com/read/2020/02/14/52249/kurikulum-yang-tepat-dukung-sebaran-dokter
Ilmu Komunikasi SCU Tekankan Pentingnya Peran Jurnalisme dalam Proses Penanggulangan Krisis Iklim
Isu tenggelamnya daerah pesisir Kota Semarang menjadi topik hangat yang