Konstruksi lima jembatan penyeberangan orang (JPO) yang besi akan diubah menjadi beton pada 2017. Kelimanya adalah jembatan di Jalan Jendral Surdirman (3 JPO), Brigjen Katamso (JPO depan SMP 2), dan Jalan Sultan Agung (depan Hotel Grand Edge).
Kabid Keselamatan Sarana dan Prasarana Dishukominfo Kota Semarang, Cipto Budi Sayoga menerangkan, permohonannya sudah diajukan. Pihaknya akan melakukan rapat dengan instansi terkait. ’’Sudah ada permohonan dari pihak ketiga untuk mengubah konstruksi JPO besi menjadi beton. Menunggu persetujuan instansi terkait,’’ ujarnya, Senin (26/9).
Dia menjelaskan, jika pembangunan yang dilakukan pihak ketiga itu sudah jadi akan diserahkan ke Pemkot. Kemudian investor mendapat kompensasi berupa pemasangan iklan/reklame di JPO tersebut. ’’Untuk pemasangan reklame perizinannya di Dinas Penerangan Jalan dan Pengelolaan Reklame. Sementara perawatannya menjadi tanggung jawab pihak ketiga’’imbuhnya. Saat ini, kata dia, baru ada sembilan JPO yang menggunakan konstruksi beton, yakni di sekitar Citarum, Jalan Dr Cipto, Jalan Kesatrian, Pasar Banyumanik, Toko Ada Majapahit, Unisula, Pasar Gayamsari, Jl Pemuda (depan BCA) dan Jl Pemuda di depan Dinas Pendidikan Provinsi Jateng.
Untuk JPO yang dibangun pihak ketiga, tapi belum diserahkan ke Pemkot di antaranya di Jalan Pandanaran (2), Ahmad Yani (1), dan Jalan Majapahit.
Perawatan
Kepala Seksi Rekayasa Lalu Lintas, Agung Nurul Falak menerangkan, anggaran perawatan masing-masing JPO sebesar Rp 25 juta. Tahun depan, JPO di dekat Hotel Dibyopuri akan dibongkar. ’’Karena sudah tidak layak lagi jadi akan dibongkar. Anggaran pembongkaran sekitar Rp 40 juta. Nantinya semua JPO dengan konstruksi besi akan dibongkar,’’tandasnya.
Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi mengatakan, dalam tiga tahun terakhir Pemkot berusaha meningkatkan kualitas JPO, yang sebelumnya dari besi diubah menjadi baja. Hal itu demi meningkatkan pelayanan dan keselamatan bagi pengguna. Dia juga meminta agar masyarakat memanfaatkan JPO dengan baik. Jangan sampai, ketika dibangun masyarakat tetap menyeberang jalan di bawahnya. Fungsi JPO pun berubah hanya sebagai tempat untuk memasang reklame. ’’Kalau hanya untuk memasang reklame, ya percuma dibangun. JPO ini kan sebagai fasilitas masyarakat untuk menyeberang jalan secara lebih aman. Karena itu, harus digunakan dengan baik,’’ tandas pria yang akrab disapa Hendi ini.
Terpisah Pakar transportasi Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno mengatakan, jembatan penyeberangan orang dibangun jika volume lalu lintas dibarengi dengan kecepatan kendaraan dan volume pejalan kaki yang tinggi. Namun, ia menilai JPO yang dibangun di beberapa kota, termasuk di Semarang, menyulitkan bagi kelompok lansia, difabel, dan penyeberang yang membawa barang. Ia mencontohkan, JPO kotakota di Tiongkok dibangun dengan memegang prinsip humanis. Di sana, menurut Djoko, JPO memiliki tangga yang landai, bersih dari pedagang kaki lima dan pengemis, dan dimanfaatkan oleh pesepeda. (Suara Merdeka 28 September 2016, hal. 18, http://berita.suaramerdeka.com)