Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unika Soegijapranata selenggarakan forum diskusi serial mingguan yang dikemas dalam Diskusi Rutin Bersama Hadapi Covid-19 oleh Unika (Di Rumah Unika), Kamis (25/6/2020).
Forum diskusi tersebut merupakan seri ke-6 t dengan menghadirkan dua narasumber dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) Unika Soegijapranata, yaitu Prof Y Budi Widianarko dengan topik Krisis Covid-19 di Indonesia dalam Perspektif Analisis Risiko dan Dr Laksmi Hartajanie MP dengan topik Melawan Covid-19 Dengan Probiotik.
Prof Budi Widianarko dalam paparannya menyampaikan pemahaman tentang analisis risiko dan krisis yang saat ini sedang dihadapi bangsa Indonesia yaitu pandemi Covid-19.
"Pandemi Covid-19, penyakit yang diakibatkan oleh respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS- CoV-2), masih melanda seluruh dunia saat ini. Meskipun ada beberapa negara yang telah melewati puncak wabah, tetapi sebagian besar negara di dunia masih harus bergulat dengan Covid-19. Tak terkecuali di Indonesia juga masih belum menunjukkan tanda-tanda pelambatan penularan, meskipun sudah ada pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di sejumlah episentrum," ucapnya.
Menurutnya, kumlah infeksi baru Covid-19 masih flukuatif tanpa menunjukkan tren penurunan yang konklusif.
Lantas dalam kondisi tersebut, apa yang yang harus diketahui dan dipahami oleh bangsa Indonesia dan terutama pihak pemerintah Indonesia yang memiliki tanggung jawab penuh dalam menentukan kebijakan yang tepat untuk menanggulangi wabah pandemi covid-19 ini.
Prof Budi menuturkan, dalam hal pengendalian terhadap risiko yang bersifat kompleks, seperti wabah Covid-19, panduan yang dapat digunakan adalah prinsip āas low as reasonably practicableā (ALARP) atau juga dikenal sebagai prinsip āas low as reasonably achievableā (ALARA).
Artinya, prinsip ALARP/ALARA ini yang terpaksa harus menjadi pilihan pemerintah Indonesia dalam menghadapi krisis wabah Covid-19.
Opsi ini didasari pada sejumlah fenomena yang mencerminkan kondisi faktual saat ini. Pertama, adalah tidak memungkinkannya penerapan lockdown, mengingat besarnya biaya ekonomi, sosial dan politik yang harus ditanggung.
Kedua, tingkat kedisiplinan masyarakat yang belum memadai, terbukti dengan adanya sejumlah pelanggaran terhadap berbagai aturan pembatasan yang ada saat ini.
Ketiga, meskipun Covid-19 sudah tersebar ke semua provinsi, tetapi persebarannya tidak merata (patchy) dan cenderung tinggi di beberapa provinsi atau kota tertentu saja.
"Terlebih lagi, karena Indonesia adalah negara kepulauan maka sangat sulit untuk merumuskan one size fits for all solution," tutur Prof Budi.
Maka prinsip ALARP/ALARA ini sebaiknya diterapkan secara kompak oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam kapasitas masing-masing.
Pengendalian risiko di wilayah yurisdiksi masing-masing juga ditimbang berdasarkan kemampuan dan ketersediaan sumberdaya yang ada di wilayah masing-masing.
"Sedang dari sisi masyarakat, ketidakpatuhan atau pelanggaran apapun motifnya harus diminimalkan. Dalam hal ini penegakan hukum hanyalah salah satu dari sejumlah kegiatan yang diperlukan untuk mereduksi ketidakpatuhan ini," tandas Prof Budi.
Sementara, Dr Laksmi Hartajanie menuturkan probiotik adalah mikroorganisme hidup berupa bakteri atau jamur yang berada di sistem pencernaan manusia.
Probiotik membantu dalam melindungi dan memelihara kesehatan sistem pencernaan, terutama lambung dan usus, dari beragam serangan penyakit.
"Penyebab penyakit secara umum dibagi menjadi dua. Penyakit infeksi dan penyakit non infeksi. Penyakit infeksi bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, amoeba, dan parasit. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus umumnya merupakan penyakit yang sembuh sendiri. Ada banyak penyakit yang disebabkan oleh virus. Contoh yang paling sering dijumpai adalah inflenza. Influenza akan sembuh sendiri dalam periode waktu tertentu tergantung kondisi tubuh. Demikian juga dengan covid-19," terang Dr Laksmi.
Tanpa faktor penyerta yang memperberat, Covid-19 merupakan self limiting disease (penyakit yang sembuh sendiri).
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa modulasi mikrobiota usus dapat mengurangi enteritis dan ventilator associated pneumonia, serta mencegah replikasi virus tahap awal di epitel sel paru (Bradley et al., 2019).
Sehingga modulasi mikrobiota usus dengan probiotik dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi Covid-19 (Gao et al., 2020)
Fungsi gizi dan kesehatan usus harus dijaga pada pasien Covid-19 dan disarankan makanan bergizi dan aplikasi probiotik maupun prebiotik untuk mengatur keragaman mikrobiota usus (Gao et al., 2020).
"Keragaman mikrobiota usus dapat ditingkatkan dengan mengkonsumsi makanan yang tinggi serat, seperti sayur, buah, dan kacang-kacangan serta membatasi makanan olahan dan junk food," ucapnya.