Kementerian Perhubungan tak bisa disalahkan atas kemacetan yang berkepanjangan di Brebes Exit Tol (Brexit). Ini adalah akumulasi kesalahan selama ini dalam pengelolaan transportasi nasional, regional dan lokal.
Anggota Masyarakat Tranportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan hal itu saat memaparkan Catatan Mudik Lebaran 2106 Jumat (8/7) di kantornya.
“Selama ini masih selalu ada anggapan jika prasarana jalan disediakan, maka urusan macet pasti akan beres. Bahwa percepatan pembangunan tol Trans Jawa tidak menjamin arus mudik aman akan lancar. Mestinya presiden ketika meresmikan tol Brebres kemarin mengatakan, saya resmikan tol ini, tapi tidak akan menjamin kelancarannya,” kata Djoko.
Pengajar Unika Soegijapranata ini mengatakan, penjualan kendaraan roda empat makin pesat, sehingga membuat kepemilikan mobil oleh rakyat tak terbendung. Meski secara total kepemilikan kendaraan di Indonesia terhadap jumlah penduduk masih lebih rendah di banding negara lain.
Data Korlantas untuk arus mudik 206 ini, angka laka tahun 2015 sebanyak 1.022, sedangkan untuk 2016 (856), turun 16 persen. Korban tewas 175 (2016) dan 229 (2015), turun 25 persen.
Soal turunnya angka laka ini tampaknya tujuan pemerintah tercapai, tapi hal ini dipengaruhi kondisi macet dan laju kendaraan yang rendah. Maka wajar kalau angka laka turun. Jadi bukan karena kesadaran, tapi karena situasi.
Berita terakhir yang diperoleh, sudah mencapai 20 orang pemudik meninggal disebabkan macet yang membuat mereka stres. Belum lagi ada pemudik yang stres berat dan berteriak-teriak histeris.
Tautan : http://berita.suaramerdeka.com