SEMARANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang mematangkan proyek pembangunan monorel di Kota Semarang. Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengklaim tengah melakukan konsultasi dengan pemerintah pusat untuk mendapatkan bantuan baik dalam perencanaan maupun penganggaran.
”Kami sudah minta teman-teman melakukan kajian yang matang. Apalagi, rencana pembangunan itu dibuat karena adanya tuntutan dari masyarakat untuk meningkatkan fasilitas transportasi masal yang murah, nyaman, dan terintegrasi,” ungkap Hendrar Prihadi kepada Jawa Pos Radar Semarang, kemarin.
Hendi –sapaan akrab Hendrar Prihadi- menuturkan, saat ini pemkot tengah melakukan kajian seperti feasibility study (FS) untuk rencana pembangunan monorel. Pihaknya juga terus melakukan kontak dengan investor swasta baik dalam maupun luar negeri, yang hendak berinvestasi untuk transportasi masal ini. ”Kemarin, kami juga sudah sampaikan kepada Pak Jokowi, tetapi baru secara tertulis,” katanya.
Hendi menambahkan, Pemkot Semarang dinilai telah berhasil mengembangkan Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang. Karenanya, dalam waktu mendatang berencana menambah koridor dan jumlah armada yang ada. ”Selanjutnya adalah pembangunan monorel,” tandasnya seraya berharap mendapat dukungan dari presiden.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPRD Kota Semarang, Supriyadi mengatakan, pembangunan monorel sebenarnya telah direncanakan oleh wali kota sejak lama. Akan tetapi, saat ini masih menunggu dukungan dari pemerintah pusat untuk segera direalisasikan. ”Secara umum, proyek ini sangat tepat, karena dapat memecah kepadatan lalu lintas di Kota Semarang,” ujarnya.
Akan tetapi, lanjut dia, pembangunan tersebut seharusnya diintegrasikan dengan wilayah Kendal, Demak, Ungaran, Kota Salatiga, dan Purwodadi (Kedungsepur). Sebab, kendaraan dari luar Kota Semarang yang masuk dapat tergantikan dengan monorel, sehingga mengurangi kepadatan dan kemacetan di Kota Semarang. ”Kalau hanya Kota Semarang (saja), sebaiknya optimalkan BRT saja,” kata politikus PDI Perjuangan ini.
Butuh Rp 6,6 Triliun
Pembangunan monorel Aglomerasi Kedungsepur yang rencananya bakal melewati tengah Kota Semarang dinilai tidak efektif. Sebab, pengadaan untuk proyek tersebut diperkirakan bakal melahap anggaran triliunan rupiah. ”Membangun monorel harus dipertimbangkan secara matang, sebab ongkos pembangunannya sangat mahal,” kata Pakar Transportasi Unika Soegijapranata Semarang, Djoko Setijowarno, Senin (11/4).
Dikatakan Djoko, Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan Indonesia dalam hal ini sudah melakukan kajian tentang Perkeretaapian Aglomerasi Kedungsepur sejak 2013 lalu. Untuk Kota Semarang, kata dia, monorel belum tepat untuk diterapkan. Mengingat biaya pembangunan yang mahal.
Untuk membangun 1 km jalan rel at grade dibutuhkan Rp 30 miliar, kereta ringan (LRT) Rp 300 miliar, kereta masal (MRT) Rp 1,3 triliun, monorel Rp 220 miliar. ”Biaya itu di luar pembangunan depo, balai yasa dan pembelian sarana,” terangnya.
Lebih lanjut Djoko menjelaskan, satu kereta monorel harganya kurang lebih Rp 7 miliar. Dalam satu rangkaian butuh sedikitnya 4 kereta, sehingga satu rangkaian membutuhkan anggaran sedikitnya Rp 28 miliar. ”Setidaknya harus punya 7 rangkaian. Jika mau bangun sepanjang 30 km, yakni Mangkang-Penggaron, dibutuhkan Rp 6,6 triliun. Itu setara satu setengah APBD Kota Semarang,” bebernya.
Menurutnya, pembangunan monorel di Kota Semarang merupakan hal yang sangat tidak efektif. ”Belum lagi harus menyiapkan SDM-nya yang tidak mungkin bisa disiapkan dalam waktu 3 tahun. Untuk lima tahun ke depan sulit terwujud. Di Jakarta yang APBD-nya jauh lebih besar dari Semarang saja gagal diwujudkan,” katanya.
Monorel, lanjutnya, saat ini hanya cocok untuk daerah wisata, karena kapasitas angkut rendah. Transportasi modern bukan harus dengan monorel, dengan bus juga baik asal layanan tidak hanya sampai pukul 18.00.
”Perpanjang hingga pukul 22.00, di akhir pekan bisa sampai pukul 24.00. Pemerintah pusat tampaknya belum fokus membangun LRT untuk Kota Semarang. Kota Bandung dan Surabaya yang sudah siapkan masterplan 5 tahun lalu saja hingga sekarang belum ada kejelasan kapan akan dibangun. Dengan demikian, masterplan transportasi umum di Kota Semarang sangat mendesak untuk segera dibuat,” ujarnya.
Warga Semarang, kata Djoko, membutuhkan transportasi yang akseptabel hingga kawasan permukiman, seperti BRT yang murah dan cepat. Prasarana saat ini sudah ada, tinggal memperbaiki pelayanan dan manajemen. Akan lebih bermanfaat jika pemerintah kota konsentrasi membangun BRT hingga bisa melayani semua kawasan perumahan. ”Perbaiki, banyak kekurangan BRT Trans Semarang, jangan asal nambah jumlah koridor, tapi kualitas layanan kurang diperhatikan. Membangun transportasi umum tidak hanya sekadar semangat. Boleh saja bermimpi punya monorel, tapi ya harus sedikit tahu lah, perlu prioritas yang tepat sesuai kemampuan finansial daerah,” kritiknya. (fai/amu/aro/ce1)
Tautan : http://www.radarsemarang.com