Dunia kian dikuasai oleh media sosial (medsos) , baik dalam hal berkomunikasi antar sesama manusia, maupun dalam hal mencari berita atau kabar yang diinginkan. Sayangnya, medsos seringkali menjadi tempat memperoleh informasi yang tidak akurat, tidak valid bahkan berita-berita bohong atau hoax.
Namun sayangnya lagi, karakteristik masyarakat kita justru paling cepat percaya dan merespons semua kabar, termasuk berita hoax.
Apalagi, informasi hoax tersebut sedang viral atau heboh dijagad maya. Hoax telah menjadi bagian tak terpisahkan dari cepatnya laju berita di era digital sekaligus menjadi penyebab munculnya permusuhan, pertikaian. perpecahan, pegambilan keputusan tanpa dalil kebenaran, dan tentunya pembodohan.
Media informasi turut memberi andil dalam penyebaran hoax. Untuk itu, dituntut tanggung jawab pada semua pengeluaran media agar menyajikan kabar yang benar, kredibel dan tidak menyesatkan pembaca. Di sinilah, masyarakat kita dituntut untuk cerdas dan senantiasa mengedukasi diri dan keluarganya, dengan melihat dan membaca kabar-kabar terpercaya dari media yang bertanggungjawab, serta senantiasa crosscheck setiap kabar yang diterima, baik dari aplikasi pertemanan, maupun situs-situs pemberitaan.
Menurut Rektor Unika Soegijapranata, patut disayangkan pula, karakter budaya masyarakat kita, yang sok pintar dalam bermedia sosial dan merasa lebih eksis dari pada yang lain, jika pertama kali mengirim atau menyebar informasi di komunitasnya. Walaupun sebenarnya, mereka juga tidak tidak paham akan dampak dari informasi yang disebarnya.
“Jadi ini agak keras ya. Banyak masyarakat yang merasa sok pintar dan merasa lebih eksis dari yang lain, jika pertama kali menyebarkan informasi di komunitasnya. Padahal mereka tidak tahu jika berdampak negatif atas informasinya yang disebarkan,” jelas Ridwan Sanjaya, Rektor Unika Soegijapranata Semarang dalam Talk show Prime Topic Dialog Bersama Parlemen, yang digelar Trijaya FM, dengan judul Berlindung Dari Hoax di Hotel Noorman Semarang, Senin (14/12/2020). Disampaikan juga oleh Ketua Komisi A DPRD Jateng, bahwa ada 2 karakter penyebaran berita Hoax, yaitu dengan target tertentu dan tanpa target.
“Dikatakan tanpa target, karena penyebar informasi tidak paham bahwa yang disebarkan itu adalah berita hoax. Hanya ingin diakui oleh komunitasnya, bahwa penyebar itu menerima informasi lebih dulu dibanding yang lain,” jelas Muhammad Saleh, ST, Ketua Komisi A DPRD Provinsi Jawa Tengah dievent yang sama.
Jika memiliki target, lanjut Saleh, ada 2 target yang diharapkan, yaitu secara politis dapat menurunkan kredibilitas seseorang dan dapat membuat kegaduhan di masyarakat.
Sedang Kabid Infokom, Dinas Kominfo Provinsi Jateng menyampaikan, bahwa timbulnya hoax berawal dari budaya yang ada di masyarakat, yang senang berbagi. Maksudnya, walaupun tidak berbagi rezeki, hanya berbagi informasi kepada masyarakat lain.
►https://indoglobenews.co.id/medsos-sering-menjadi-sumber-berita-tidak-akurat-atau-hoax/