Oleh: Djoko Setijowarno *)
Otoped listrik tengah digemari masyarakat, baik sebagai sarana hiburan maupun aktivitas bertransportasi. Kehadiran otoped listrik cukup diminati masyarakat, khususnya anak-anak muda. Harga sewa yang terjangkau dan bisa menjadi daya tarik sebagai hiburan baru masyarakat Ibu Kota. Namun kehadiran otoped listrik ini menjadi polemik setelah dua pengguna GrabWheels meninggal setelah ditabrak mobil.
Pengendara otoped listrik yang melintas di sekitaran Jalan Jenderal Sudirman dan Kawasan Stasiun Gambir juga dianggap merusak fasilitas. Mulai dari lantai jembatan penyeberangan orang (JPO) di kawasan Jalan Jenderal Sudirman dan trotoar. Di Paris dan Singapura dilarang di trotoar, karena trotoar di kedua kota itu dipenuhi pejalan kaki. Keberadaannya akan menganggu pejalan kaki.
Awalnya, otoped atau skuter dorong adalah sebuah pelat dengan roda yang biasanya digerakkan dengan cara mendorong tanah dengan kaki. Pengguna berdiri dengan satu kaki di atas pelat dan kaki satu lagi digunakan untuk menggerakkan otoped. Dalam perkembangannya, otoped tidak hanya didorong dengan kaki, melainkan sudah dilengkapi dengan listrik sebagai alat penggeraknya.
Regulasi dapat memuat wilayah operasional, batasan jumlah penumpang, batasan usia, batasan kecepatan yang diijinkan, perlengkapan atau atribut keselamatan yang harus dikenakan. Beroperasi di kawasan tertentu bertujuan agar keselamatan terjaga dan pihak penyedia dapat mudah memantau pengendaranya.
Dapat diizinkan beroperasi di pedestrian dengan lebar tertentu. Karena tidak semua pedestrian bisa dilewati otoped listrik, terutama yang lebarnya kurang dari tiga meter. Apabila dibolehkan lewat jalur sepeda atau jalur lain yang steril dari kendaraan bermotor. Tentunya, jalur sepeda yang terjamin keselamatan dan keamanan untuk dilewati. Jalur sepeda yang benar-benar terpisah secara fisik. Demikian pula dengan kecepatan otoped listrik tidak boleh lebih dari 15 km per jam, misalnya.
Perlu diingat, bahwa beban maksimal yang mampu diangkut otoped listrik adalah 100 kilogram, sehingga satu otoped listrik hanya boleh ditumpangi oleh satu orang. Pengguna otoped listrik juga harus memperhatikan kondisi permukaan jalan yang dilalui. Apabila ada genangan air, permukaan jalan bergelombang dan kondisi jalan curam, seharusnya otoped listrik dituntun.
Otoped listrik dilarang digunakan di jalan umum, kecuali jalan di kawasan perumahan dan permukiman. Otoped listrik bukan kendaraan bermotor, seperti halnya sepeda motor atau mobil. Otoped listrik bisa membantu sebagai alat transportasi pengumpan (feeder) menuju stasiun kereta atau halte bus. Dapat memenuhi kebutuhan perjalanan awal (first mile) dan perjalanan akhir (last mile).
Setiap kendaraan yang beroperasi di jalan umum baik bermotor maupun tidak harus dibuat regulasinya. Regulasi itu dibikin untuk melindungi keselamatan penggunanya. Pemerintah jangan melihat, tidak ada dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Akan tetapi lebih melihat pada perlindungan keselamatan pengguna otoped listrik.
Sama halnya ketika Kementerian Perhubungan menertbitkan PM Perhubungan Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pelindungan Keselamatan Pengguna Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat. Kendati sepeda motor tidak termasuk angkutan umum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Otoped listrik di Prancis sudah diatur, seperti melarang pengendara di bawah usia 12 tahun; tidak boleh naik di trotoar, kecuali di area yang sudah ditentukan; kecepatan otoped listrik dibatasi; setiap otoped listrik hanya boleh satu pengendara; tidak boleh sambil bermain ponsel; pengguna tidak boleh melawan arus dan harus menggunakan jalur yang disediakan; tidak boleh pakai telepon genggam (handphone); mulai Juli 2020, kecepatan tertinggi otoped listrik hanya 25 kilometer per jam; pengguna yang berkendara di jalan yang lebih cepat harus menggunakan helm dan pakaian dengan visibilitas tinggi; otoped listrik akan dilarang sepenuhnya di jalan negara; pelanggar yang melanggar batas kecepatan akan dihukum denda mulai 135 Euro hingga 1.500 Euro atau sekitar Rp 2,09 juta sampai Rp 23 juta.
Sanksi bagi pelanggar aturan dapat mengacu pada pasal 284 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mengutamakan keselamatan pejalan kaki atau pesepeda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Regulasi yang dibuat Kementerian Perhubungan nantinya menjadi rujukan munculnya aturan yang sejenis di daerah yang disesuaikan dengan kondisi ketersediaan prasarana transportasi di masing-masing daerah.
Regulasi harus segera diterbitkan agar tidak bertambah korban jiwa. Regulasi yang tegas termasuk otoped listrik demi aspek keselamatan pengguna. (aa)
*) Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat
►https://smol.id/news/nasional/2019/11/18/menanti-regulasi-otoped-listrik/