Dunia pertanian di Indonesia diperkirakan masa depannya akan menemui banyak masalah, mengkhawatirkan dan memprihatinkan. Sebab, sekarang ini tidak ada generasi muda yang mendukung sektor pertanian di desa-desa membantu mengembangkan penanaman padi.
“Saya belum lama ini bersama civitas akademika melakukan refleksi karya, berkunjung ke desa-desa. Banyak terlihat dan jarang pemuda yang peduli menanam padi. Hampir umumnya dikelola para orangtua dan pemudanya sudah tidak ada di desanya, rata-rata sudah merantau,” jelas Prof Budi Widianarko, Pakar Teknologi Pangan Unika Soegijapranata saat ditemui, kemarin.
Dikatakan, pada Refleksi Karya Unika tentang “Ugahari Mandiri” pada 7-8 April lalu melakukan blusukan di beberapa dusun dan desa bersama 350 dosen dan karyawan melihat kehidupan petani di tengah komunitas Paguyupan Qariyah Tayyibah di wilayah Kabupaten Semarang.
“Saya melihat di empat desa terdiri dari tujuh dusun, banyak pemuda tidak ada yang bercocok tanam dan menjadi buruh tani pun di sana per hari capai Rp 60 ribu per hari dan cukup mahal. Maka, saya merefleksi ini sangat mengkhawatirkan ketahanan pangan di Jateng dan di Indonesia bisa rapuh atas semangat petani,” ujar Rektor Unika itu didampingi Dr Ridwan Sanjaya, Wakil Rektor.
Senada dikatakan Hotmauli Sidabalok, Dosen Magister Perkotaan Unika yang juga Panitia Refleksi Karya. Belum lama ini civitas akademika Unika melakukan blusukan di desa-desa selain jarangnya dijumpai generasi muda yang suka menanam padi.
“Banyak lahan pertanian yang sempit sehingga para petani melakukan berbagai cara menanam dengan lahan-lahan yang tumpang tindih. Kami ikut merasa prihatin melihat kehidupan di pelosok desa,” ucapnya.
Ditambahkan, Refleksi Karya Unika ke desa-desa saat itu juga sekaligus melakukan pengabdian masyarakat, memberikan berbagai masukan ke orang desa. “Harapannya agar pertanian di Jateng juga tetap bisa bertahan dan ada penerusnya,” pungkasnya.
Tautan : http://jatengpos.co.id