oleh: Angelina Ika Rahutami, Dosen Unika Soegijapranata
Angelina Ika Rahutami Menilai Dampak Ekonomi Bioskop Kecil
Kenyataan saat ini, kontribusi bioskop di Jawa Tengah itu kecil sekali. Selain itu, daerah yang memiliki bioskop juga jumlahnya tidak banyak, paling Semarang, Solo, dan Purwokerto. Sehingga dampak ekonomi secara langsung juga akan kecil sekali.
Sedangkan dampak tidak langsungnya misalnya, konsumen membeli makanan sebelum dan sesudahnya. Kemudian mall akan jadi lebih ramai itu bisa terjadi. Tapi costnya juga akan besar terutama biaya untuk kesehatan bila tidak mematuhi protokol covid.
Industri perbioskopan itu kan juga mendekati oligopoli bahkan monopoli. Sehingga roda yang bergerak tidak akan langsung. Mendekati monopoli lebih ke oligopoli karena ada berapa banyak pengusaha bioskop di Semarang atau Jawa Tengah? Hanya 21 dan CGV bukan? Yang lain apa? Aku tidak hafal tapi mungkin tidak lebih dari lima nama.
Dalam struktur pasar ketika bentuknya oligolopi atau monopoli maka kesejahteraan dalam tanda kutip yang dikorbankan akan besar, dengan kata lain deadweight lossnya besar. Secara teori begitu karena tidak akan ada fair price bagi konsumen.
Deadweight loss itu kondisi yang terjadi ketika harga ditetapkan secara monopoli dan oligopoli. Kondisi ini menyebabkan kepuasan atau bagian yang dinikmati konsumen tidak optimal. Deadweight Loss adalah pengurangan surplus konsumen (Consumer Surplus) dan Surplus produsen yang terjadi apabila output suatu produk dibatasi sehingga lebih rendah dari tingkat efisiensi optimum.
Deadweight Loss adalah hilangnya efisiensi ekonomi bagi konsumen/produsen karena efisiensi alokasi sumber daya tidak tercapai. DWL tercipta karena inefisiensi pasar. Kenapa tidak efisien? Karena produsennya sedikit atau satu. Intinya kalau saya pertimbangkan kembali social costnya terutama dari segi kesehatan di masa pandemi sekarang ini.
Lalu bagaiamana dengan film maker dan production house? Kalau dilihat dominasi film di bioskop adalah film impor. Artinya pembukaan bioskop secara ekonomi tidak akan secara langsung mengungkit perekonomian.
Memberikan kesenangan pada penonton iya. Namun tidak ungkit perekonomian secara besar. Jadi perlu dipertimbangkan sisi cost yang kadang tidak dihitung. Nah yang harus dipikirkan adalah kalau ingin menggerakkan industri film (bukan hanya sekedar bioskop) pada masa pandemi kenapa tidak mengolah dan mendorong kanal-kanal film yang ada.
Lebih aman secara kesehatan, alternatifnya banyak. Dan perubahan perilaku yang ada sekarang kan juga ke arah menonton di kanal-kanal tertentu seperti Netflix, YouTube dan lain-lain meski kerinduan menonton di bioskop ada.
► https://jateng.tribunnews.com/2020/09/02/angelina-ika-rahutami-menilai-dampak-ekonomi-bioskop-kecil.