Oleh Dr. Christin Wibhowo, Psi.
Dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata Semarang, Pembicara seminar parenting, keluarga, dan pernikahan
Jauh sebelum masa pandemi corona, Unika Soegijapranata telah menerapkan kuliah daring (dalam jaringan) menggunakan http://cyber.unika.ac.id dengan ketentuan 30% dari jumlah kuliah tatap muka atau sebanyak 70% dari total perkuliahan yang totalnya 14 kali pertemuan. Saat ini kebijakan pemerintah untuk bekerja atau belajar di rumah (BDR) telah diterapkan, sehingga penggunaan kuliah daring menjadi 100%.
Perubahan yang cepat pasti akan menimbulkan pro dan kontra. Obrolan di media sosial tidak lepas dari diskusi yang semakin intensif tentang Covid-19 dan kuliah daring. Seperti biasa, situasi baru yang ambigu juga akan membuat individu memberikan komentar sesuai kepribadiannya.
Bagi individu introvert, kondisi BDR ini tentu sangat menyenangkan. Ia sangat menikmati untuk bekerja/belajar secara soliter dan tidak harus bertemu banyak orang yang sangat menguras energinya. Didukung dengan sarana (internet, komputer) yang memadai, maka prestasi kerjanya makin menanjak. Bagaimana dengan individu yang ekstrovert?
Mungkin ia akan sedikit tersiksa dengan keadaan ini. Ia akan sering mengeluh karena tidak bisa bertemu dengan teman-teman dan ia merasa bahwa BDR dan kuliah daring itu banyak kelemahannya. Bisa saja ia menjadi sangat kritis dengan kelemahan kuliah daring.
Sisi positifnya, individu ekstrovert membuat institusi pendidikan menjadi giat memperbaiki sistem kuliah daringnya. Intinya baik introvert maupun ekstrovert sama-sama memiliki nilai positif dalam menghadapi masa BDR ini.
Selain tipe introvert-ekstrovert, kuliah daring memunculkan berbagai versi orang. Pertama, versikonservatif. Orang dengan model ini suka mengagung-agungkan masa lampau demi menyerang kebijakan saat ini.
Ia sangat keras menyuarakan bahwa kuliah daring itu tidak manusiawi karena tidak dapat saling menyapa. Akibatnya, ia akan kerepotan sendiri karena masih harus mencetak materi ini itu dan harus membuat janji bertemu dengan si ini dan si itu, padahal kondisi sudah harus menjaga jarak demi kesehatan.
Di sisi lain, ia juga menolak untuk mengikuti rapat atau ujian daring sehingga banyak waktu menjadi tertunda.
Kedua, yaitu versipasif.Orang pasif itu malas meningkatkan kompetensi dirinya untuk menguasai teknologi. Sehingga diam-diam ia menggunakan cara sendiri yang kadang justru merugikan pihak lain.
Misalnya hanya memberi tugas kepada mahasiswa sebagai bukti kehadiran, padahal sudah ada fasilitas daring untuk presensi. Jika suatu saat ia menyadari bahwa cara yang ia lakukan salah, maka ia akan kemrungsung (tergopoh-gopoh) mengejar ketinggalannya. Hal ini tentu saja membuat dirinya dan teman-temannya tidak nyaman.
Versi ketiga yaitu agresif. Ia sangat membanggakan dirinya yang berteknologi tinggi, sampai melupakan bobot materi yang ia sampaikan. Tidak jarang pula iamemandang rendah orang lain yang belum se-hightech dia. Jika dia dosen, maka bisa saja mahasiswanya keberatan mengikuti caranya yang benar-benar menguras biaya kuota internet.
Ketiga versi tersebut terjadi seringkali bukan disebabkan kemampuan intelektualnya yang tidak baik. Kemampuan inteligensinya bisa saja tidak ada masalah, namun ia tidak memiliki keinginan melakukan pembaruan. Bisa jadi ia takut untuk keluar dari zona nyaman sehingga tidak adaptif.
Pada masa BDR ini, dibutuhkan orang yang berani ber-inovatif. Kita harus fleksibel mengikuti perubahan zaman sekaligus tetap menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Daripada mencela setiap ada kebijakan baru, lebih baik kita memberikan ide dan atau melakukan yang terbaik bagi orang-orang di sekitar kita.
Banyak dosen yang mampu membuat kuliah daringnya menjadi hangat karena ada sapaan-sapaan personal kepada mahasiswanya sehingga tanpa tatap muka secara langsungpun tetap terjadi komunikasi. Ada banyak fasilitas dalam pendidikan daring yang dapat dipilih sesuai kemampuan. Jika menggunakan video terlalu memakan kuota internet, bisa saja kemudian menggunakan text- chatting.
Pada dasarnya teknologi itu bersifat netral. Teknologi akan menjadi negatif jika penggunanya tidak inovatif. Saat ini ini bukan masa untuk menonjolkan versi konservatif, pasif dan agresif namun saat untuk menunjukkan kemampuan inovasi kita untuk memberikan versi yang terbaik dari kita! Salam Inovatif!
Tribun Jateng 13 April 2020 hal. 2