Anak-anak dinilai belum mampu mengekspresikan apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka pikirkan, karena keterbatasan ungkapan yang mereka miliki. Oleh karena itu, orang tua punya peran untuk menafsirkan perilaku dari anak mereka.
"Orang tua harus hati-hati menafsirkan perilaku anak mereka. Orang tua kerap kali merasa mampu menafsirkan dengan tepat maksud perilaku anaknya. Ini adalah kesalahan fatal yang sering terjadi. Orang tua perlu bertindak sebagai detektif dalam menafsirkan perilaku anak sehingga didapatkan makna yang tepat,” ungkap psikolog dari Belanda Willem de Jong saat berbicara dalam seminar dan diskusi dengan tema Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus & Anak Gifted di Teater Thomas Aquinas Unika, Senin (22/10/2018).
Dalam seminar yang diselenggarakan oleh Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata tersebut hadir pula psikolog Belanda yang lain Julia van Tiel dan moderator Endang Widyorini yang merupakan Dosen Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata.
Willem juga menekankan stres berlebih, dimanja secara berlebihan, dan media sosial dapat menggangu perkembangan anak. “Stres sedikit tidak apa-apa, tapi bila berlebihan dapat merusak neuron dalam otak,” jelasnya.
Menurut dia dimanja berlebih juga tidak baik. Sebab, anak jadi cepat temperamen bila tidak dituruti.
"Mereka perlu diajari perihal tanggung jawab juga, tidak sekadar dimanja,” ungkapnya lagi.
Willem mengakhiri sesi presentasi dengan mengutip penelitian American Psychology Association (APA). “Anak hingga usia dua tahun jangan dibiarkan melakukan screening (nonton tv, menggunakan gawai, dán sebagainya). Ini mengurangi respons anak terhadap orang tua dan menggangu perkembangannya,” tandasnya.
Sedangkan, Julia Maria van Tiel menyajikan materi mengenai diskresi perilaku anak. Menurutnya, masalah yang sering muncul adalah kesamaan karakteristik ketika mendiagnosa anak berkebutuhan khusus dan anak gifted.
Ini, lanjut dia, disebabkan oleh belum adanya konsesus antara dokter dan psikolog dalam mendiagnosa pola perkembangan anak berkebutuhan khusus dan anak gifted.
“Maka dari itu perlu asesmen lebih lanjut dalam mendiagnosa pola perkembangan anak, supaya tidak salah dalam membimbing anak,” tutur Julia.
Endang Widyorini menjelaskan seminar ini digelar lantaran selama ini belum banyak literasi maupun informasi yang memadai mengenai anak berkebutuhan khusus maupun anak gifted di Indonesia. Maka kesempatan ini digunakan untuk memberikan edukasi mengenai topik tersebut kepada masyarakat.