Belum lama ini marak terjadi beberapa kasus pembunuhan khususnya di wilayah Jawa Tengah. Seperti contoh pembunuhan pasangan suami istri di Tegal pada Rabu (29/7/2020) silam. Ada juga kasus pembunuhan empat anggota keluarga di Sukoharjo, pada Jumat (21/8/2020) silam.
Pelaku dari masing masing kejadian itu pun masih merupakan orang orang terdekat para korban.
Bagaimana pandangan psikolog mengenai pelaku peristiwa berdarah dingin yang masih berasal dari orang-orang terdekat? Apakah ini hal baru?
Psikolog dari Unika Soegijapranata Semarang; Kuriake Kharismawan SPsi MSi, mengatakan, sebenarnya kejadian pembunuhan dari orang-orang terdekat merupakan hal yang sudah biasa terjadi di tengah masyarakat. Bukan hal baru. Hanya saja, saat ini peredaran berita kejadian memang berbeda dari jaman dahulu.
"Kekerasan rasanya tidak hanya terjadi belakangan ini. Kekerasan atau pembunuhan kepada anggota keluarga, kepada tetangga, lalu ada juga ibu ke bayinya, anak ke ibunya dan sebagainya itu kisah yang sudah lama. Sudah ada sejak jaman Ken Dedes. Hanya saja sekarang ini lebih terlihat sekali," kata pria yang akrab disapa Ake itu, saat ditemui tim KUASAKATACOM, di lingkungan kampus Unika, Jumat (2/10/2020) sore.
Ake menjelaskan saat ini informasi terutama soal pembunuhan mudah terlihat karena perkembangan media sosial. Melalui media sosial, seseorang bisa mendapatkan informasi lebih cepat. Sementara, jaman dahulu ketika teknologi belum berkembang pesat, seseorang agak sulit mengetahui.
"Sekarang ini dengan cek handphone, kita bisa tahu kasus pembunuhan," sambungnya.
Terlepas dari perkembangan teknologi informasi, Ake menduga maraknya terjadi pembunuhan bisa juga karena adanya pandemi Corona. Pandemi Corona menurutnya saat ini berdampak pada kriminalitas yang meningkat.
"Situasi pandemi ini membuat orang stres. Uang semakin menipis. Kemarin kemarin bulan April atau Mei kita masih bisa hidup pakai uang tabungan. Tapi sekarang uang tabungan mulai menipis. Lalu ada yang di-PHK, lowongan kerja sepi, semuanya sepi. Ketika semua sepi, seseorang menjadi mudah marah," jelas dia.
Karena rasa marah itulah, orang orang terdekat kemungkinan besar menjadi korban kemarahan. Menurutnya , seseorang dengan kontrol diri buruk atau pengelolaan emosinya buruk, bisa saja emosinya meledak dan kebablasan seperti berujung pada pembunuhan.
"Ketika kebablasan itu bisa juga nantinya mereka menyesal. Tapi mau gimana lagi, nasi sudah jadi bubur," tegas Ake.
Ake pun menyampaikan saran solusi agar hal ini tidak terulang semakin parah. Saran itu ia tujukan baik pada pemerintah (karena saat ini sedang pandemi), kepada masyarakat maupun masing masing individu.
Kepada pemerintah, Ake menyarankan agar ada kepastian merespons soal pandemi corona. Menurutnya, respon pemerintah terhadap pandemi pasti akan berdampak pada masyarakat.
"Ketika kita tahu (pemerintah) bilang Soal A ya A, B ya B, dan konsisten. Jangan kemana-mana. Ini sudah memberikan separuh ketenangan bagi masyarakat. Karena masyarakat pasti ada harapan kalau pandemi akan segera selesai. Namun ketika Pemerintah menyampaikan kebijakan yang berubah-ubah maka warganya bisa cemas," imbunya.
Sementara bagi masyarakat, ia menyarankan masyarakat agar saling peduli dan memperhatikan warga lain. "Saling perhatian aja, siapa yang punya masalah, siapa yang kekurangan. Ini bisa mengurangi potensi kekerasan," ujarnya.
Hal itu ia tekankan karena di kalangan masyarakat terjadi kesenjangan antara yang kaya dan yang kurang mampu.
Sedangkan, bagi masing-masing individu, Ake menghimbau agar sering beribadah mendekatkan diri pada Tuhan. "Diperbanyak aja salatnya, misa di gereja atau ibadah lain. Itu bisa menenangkan. karena dengan ibadah, kita bisa lebih pasrah. Ketika pasrah, rasa emosi akan terjadi turun," ucap dia
Selain itu bisa juga dengan membatasi diri membaca berita yang berbau kriminal maupun Corona. Pasalnya hal ini bisa membuat seseorang cemas.
"Boleh membaca berita itu, tapi dibatasi ya," tandas Ake.
►https://kuasakata.com/read/berita/20183-pandemi-diduga-menjadi-penyebab-maraknya-kriminalitas