Saking seringnya kejadian operasi tangkap tangan (OTT) terhadap oknum koruptor, ataupun mungkin ada saja orang menjadi tersangka suatu perkara, di panggung kehidupan bersama sertamerta muncul berbagai seloroh atau celoteh, bahkan ungkapan sarkastis, seperti: “Nah loe, rasakan sekarang!” atau “Apes nih yeeee!!!!”; dan ada juga yang beruntai kata-kata indah: “Sekarang kau, besok dia, dan lusa jangan-jangan aku.” Pertanyaannya, benarkah “dunia ini panggung sandiwara?”
Bukan! Dunia tetap dunia yang kita warisi dari para pendahulu atas kehendak penciptaan Sang Khalik Allah, dan harus tetap kita isi dengan karya-karya terbaik agar menjadi semakin sempurna. Memang, dalam penyempurnaan keutuhan ciptaan itu, ada saja orang-orang yang kena atau bahkan sengaja melakukan tindakan yang menjadikan orang lain apes, apus, amargo apirowang.
Apes lan apus
Ingat apes, ingat tragedi Kanjuruhan, karena konon ada banyak orang berjatuhan (bahkan meninggal) sebagai korban. Saat itu dan bahkan sampai sekarang, panggung kehidupan bersama seperti itu ditengarai sebagai kedadean apes bagi banyak pihak. Bacalah apes seperti Anda mengucapkan kudapan apem; dan ada tiga makna terkait dengan kata apes ini.
Pertama, apes berarti ringkih, sekeng lan ora kuwat nanggulangi; yakni kondisi lemah, juga tidak mampu berbuat apa-apa ataupun menyangganya. Kondisi semacam ini dapat terkait dengan keadaan fisik seseorang, dapat juga terkait dengan kondisi kehidupan ekonomi, politik, dsb.
Kedua, orang disebut apes ketika ia atau mereka nandhang utawa ngalami kacilakan, yakni orang sedang mengalami musibah, kecelakaan dsb. Contoh korban Kanjuruhan Malang sangat pas dengan arti kedua ini. Sedang arti ketiga, apes sering dikaitkan dengan naga dina, hitung-hitungan hari, lalu sering disebut-sebut apes, jalari cilaka, membawa atau menjadi pemicu ketidakberuntungan.
Itulah mengapa sampai saat ini masih saja orang “mencari hari baik” lewat berbagai hitung-hitungan, terutama ketika hendak melaksanakan suatu keputusan (penting). Untuk apa? Kareben ora apes, jawabnya.
Adakah kaitan antara apes dengan apus? Tembung apus mengandung dua makna, yaitu (i) pepes (baca seperti mengucapkan gemes) ora bisa mundhak gedhe, kunthet; tumbuh kembang seseorang (anak lebih-lebih) yang terhambat. Kosakata sekarang stunting. Apus juga berarti (ii) tali perabotan abah-abah jaran, tali untuk pengendali seekor kuda.
Apus ada kaitannya dengan apes manakala kata itu diucapkan berulang menjadi apus-apus, atau menjadi diapusi karena keduanya menjelaskan adanya tindakan penipuan sehingga menjadikan apes bagi orang yang tertipu. Lebih heboh lagi kalau apus-apus itu berkembang dan membentuk sikap apirowang.
Apirowang
Apirowang, inilah tantangan hidup “terbesar” saat ini, karena semakin banyak orang “modus” lewat sikap tidak tulus, berpura-pura, serba seolah-olah, dan paling berat adalah munafik. Ini semua sikap apirowang, yaitu ethok-ethok mitulungi, pura-pura mau membantu sepenuh hati, jebule….mung modus.
Mengapa banyak orang berpura-pura, penuh ethok-ethok, seolah-olah berjuang demi kepentingan masyarakat banyak, eh … jebule mung dinggo keuntungane dhewe, demi keuntungan diri sendiri saja?
Jawaban sangat umum ialah karena orang-orang menempuh semacam itu demi menutupi kekurangan dirinya. Mau contoh? Wah… banyak bangetlah gaya hidup apirowang itu, dan menghinggapi siapa pun dari kalangan atau posisi mana pun.
Itu semua dilakukan sekedar sebagai modus menutupi kekurangan atau ketidakpercayaan dirinya, dan bahkan kalau sudah ada orang sebagai korban, ia nge-prank, berkata: “Hehehehe..kutipu kau, salahmu mau!” Edan nggak orang seperti itu?
Bertobatlah hai orang-orang model apirowang: serba seolah-olah, berpura-pura, tidak tulus, ethok-ethok, kaya yak-yaka; kembali ke jalan tuluslah sehingga terhindarlah orang-orang/masyarakat dari apes dan apus-nya.
Ingat, siapa yang Anda tipu itu adalah saudara kita sendiri, saudara sebangsa setanah air, Indonesia.
#https://suarabaru.id/2022/10/17/panggung-kehidupan-tidak-tulus-ada-saja-orang-kena-apes-apus-amargo-apirowang