SEMARANG – Sebuah diskusi tentang ”pelajaran berharga dari Thailand” digelar belum lama ini di Gedung Thomas Aquinas Unika Soegijapranata. Diskusi diselenggarakan setelah mahasiswa angkatan ke-21 Magister Hukum Kesehatan kuliah kerja lapangan ke Negeri Gajah Putih.
”Kami tidak hanya meneliti mengapa mengapa begitu banyak warga Thailand menjadi LGBT (lesbian, gay, bisexual, transgender). Banyak juga pelajaran lain yang kami petik. Pelajaran itulah yang hendak kami tularkan kepada publik,” kata Ketua Prodi Magister Hukum Kesehatan, Prof Dr Agnes Widanti.
Apa saja pelajaran itu? ”Dengan meneliti manajemen pelayanan kesehatan medis dan kesiapan Samitivej Hospital, kami tahu Thailand sangat siap menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN,” jelas dr Tuntas Dhanardhono, salah satu mahasiswa peserta KKL, mewakili Kelompok III.
Bukti betapa Samitivej telah siap, ditunjukkan dengan antara lain rumah sakit itu mendapatkan akreditasi memadai di tingkat internasional dan melibatkan para dokter yang paham aneka bahasa. Di ruang-ruang yang bakal dipakai oleh pasien internasional beragama Islam, diberi arah kiblat. ”Rumah sakit ini benar-benar memahami kebutuhan internasional,” tambah Drs Hermawan Pancasiwi MSi, pendamping mahasiswa.
Jaminan Kesehatan
Pelajaran lain adalah bagaimana menangani epidemi. ”Rumah sakit di Thailand sangat bisa menekan epidemi apa pun. Itu karena mereka menerapkan epidemiologi dalam segala hal. Mereka menekan menghajar virus flu yang setahun ini merebak.
Mereka bersama pemerintah mengajak warga tak sembarangan membuang sampah. Pemerintah juga memberi sanksi tegas dan denda mahal untuk siapa pun yang menyebabkan kemunculan penyakit, termasuk dalam soal pembuangan sampah,” jelas Albert Oenthersa mewakili kelompok yang dibimbing oleh Dr Endang Wahyati SH MH.
Persoalan mengenai perawat dan keperawatan juga diobservasi di Thailand. Perawat-perawat di negeri ini sudah paham MRA ASEAN on Nursing Services. Itu berarti mereka punya daya saing tinggi, bisa bermobilitas di berbagai negara ASEAN, dan kompetitif. Indonesia belum menandatangani ASEAN MRA on Nusing Services. Indonesia masih ketinggalan.
Ada juga pelajaran tentang bioteknologi. Meneliti apa pun yang dilakukan Assumption University dalam mengembangkan bioteknologi, mahasiswa angkatan ke-21 yang dibimbing oleh Dekan Pascasarjana, Lindayani Dr Lindayani MP, sampai pada simpulan, ”Bioteknologi perlu dikembangkan untuk penuhi kebutuhan perdagangan bebas.
Selain itu, industri bioteknologi harus aman, memiliki kriteria umum, dan perlu hukum bioteknologi yang menjamin keamanan siapa pun yang terlibat di dalamnya.” Yang juga menarik adalah bagaimana para mahasiswa mempelajari ”Sistem Jaminan Kesehatan di Thailand”. Menurut Wahyu Setyorini SKM (salah satu mahasiswa), jaminan kesehatan bagai orang tak mampu diperoleh dari National Healt Security Office.
Selain itu regulasi pemberian jaminan kesehatan diatur dengan undang-undang, ada paket-paket yang dijamin, ada kaver-kaver kesehatan oelh Universal Health Care. ”Itulah aneka pelajaran berharga yang kami petik. Tak semua hal bisa diterapkan di negeri kita. Hanya yang relevan yang kami usulkan agar dilakukan di Indonesia,” kata Endang Wahyati, usai seminar itu. (tt-91)
Tautan : http://berita.suaramerdeka.com