SEMARANG. – Permodalan menjadi salah satu masalah klasik yang selama ini dihadapi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia maupun negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN).
Industri perbankan masih enggan menyalurkan kredit kepada UMKM karena dinilai berisiko tinggi. Deputi Direktur Pengawasan Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kantor Regional 4 Jateng dan DIY, Mulyadi mengungkapkan kebanyakan perbankan masih enggan meningkatkan fungsi intermediasi bagi UMKM.
Menurut Mulyadi, apabila perbankan menyalurkan pembiayaan kepada UMKM yang nilainya cukup kecil, biaya yang dikeluarkan justru lebih besar atau high cost.
Karenanya, lanjut dia, tak heran jika perbankan lebih memilih untuk menyalurkan kredit kepada usaha skala besar ketimbang UMKM dikarenakan agunan kuat sehingga mengurangi tingkat risiko bagi bank tersebut.
“Harus ada kerja sama seperti apa kalau dibina menjadi kelompok-kelompok usaha tetapi kelompok itu jangan dibentuk dalam rangka mendapatkan kredit,” kata Mulyadi saat seminar tentang tantangan dan peluang pembiayaan UMKM di Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (30/11).
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unika Soegijapranata Semarang, Ika Rahutami mengatakan ada perbedaan dari usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah yakni dari sisi permodalan.
Menurutnya dari semuanya itu yang paling banyak ada di sektor usaha mikro yang mencapai 98,29 persen yang artinya untuk usaha mikro seharusnya tidak disepadankan pengajuan kredit dengan usaha menengah.
“Jadi tidak sama biasanya aset untuk usaha menengah itu sudah diatas ratusan juta rupiah, sedangkan mikro dan kecil dibawahnya” jelasnya.
Usaha mikro kecil di Jawa Tengah sendiri tumbuh dengan baik dan masih tinggi dibandingkan nasional. Jumlah binaan dari Dinkop Jawa Tengah pun semakin tinggi dari tahun 2011 berjumlah 70 ribuan dan sekarang mencapai 99 ribuan yang dibina.
Orientasi Ekspor
Sementara itu, pemerintah belum sepenuhnya mendorong perkembangan UMKM di Indonesia. Pemerintah akan mendukung pembiayaan bagi UMKM yang berorientasi ekspor melalui penyediaan dana kredit sebesar 50 miliar rupiah.
UMKM yang dapat memperoleh fasilitas pinjaman ini antara lain yang bergerak di sektor komoditas furniture, barang dari kayu, handycraft, produk tekstil, perikanan kelautan, serta hasil pertanian dan perkebunan.
Berdasarkan beberapa kriteria tersebut, menurut hasil pemetaan Lembaga Pengembangan Ekspor Indonesia (LPEI), sampai saat ini tercatat ada 600 perusahaan yang memenuhi syarat untuk menerima pinjaman. SM/E-10
sumber : www.koran-jakarta.com
DKV SCU Bicara Strategi Komunikasi Visual, Tekankan Pendekatan Etika dalam Proses Kreatif
Menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir (JNE Express), Program Studi