Masalah keselamatan transportasi air di Indonesia cukup memprihatinkan, bahkan mengerikan. Standar keselamatan kerap diabaikan. Demikian menurut pengamat dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah, Djoko Setijowarno, Rabu (26/7/2016).
“Pengalaman kami tahun lalu menggunakan speedboad (kapal cepat) jalur Tarakan-Tanjung Selor membuktikan,” katanya.
Pelabuhan Tengkayu dan mungkin kebanyakan pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan (SDP) tidak memberikan rasa aman, nyaman, dan apalagi selamat. Belum semua memiliki standar keamanan, kenyamanan dan keselamatan sesuai SPM Angkutan Penyeberangan dan SPM Angkutan Laut.
Dermaga yang harus steril dari kegiatan orang-orang yang tidak berhubungan dengan aktivitas terkait, kenyataannya bebas dimasuki oleh siapapun. Bahkan semua jenis kendaraan bisa masuk tanpa ada pengawasan oleh petugas khusus.
“Mestinya, dermaga hanya dilalui oleh petugas atau penumpang yang bertiket. Kendaraan pengantar atau penjemput cukup diparkir di pelataran parkir yang sudah disediakan,” kata Djoko.
Demikian pula untuk berat muatan yang diangkut tidak dilakukan penimbangan. Jika kelebihan akan membahayakan. Manifes penumpang apalagi, jika sudah beli karcis dianggap sudah tercukupi.
“Kapal-kapal nya juga harus dilengkapi dengan jaket pelampung (life jacket), manifes harus sesuai, kelaikan kapal harus jadi syarat,” katanya.
Menurut Djoko, terminal penumpang pelabuhan sungai, danau dan penyeberangan sudah saatnya ditata seperi terminal, stasiun dan bandara. Pelabuhan sebagai awal dan akhir keberangkatan menjadi kunci keselamatan penumpang, sebelum naik ke kapal.
“Berharap kenyamanan, keamanan, dan keselamatan angkutan sungai, danau dan penyeberangan bisa lebih baik lagi dan sesungguhnya masih ada peluang untuk memperbaiki,” ujar Djoko.