Oleh: B Linggar Yekti Nugraheni PhD, CA, Dosen dan Peneliti Unika Soegijapranata Semarang
PERHUTANAN sosial merupakan perhutanan milik negara yang dapat dimanfaatkan dan dibudidayakan oleh rakyat untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Salah satu organisasi yang bergerak dalam proses pendampingan dan pengelolaan perhutanan sosial adalah Gerakan Masyarakat (Gema) Perhutanan Sosial yang berkantor pusat di Pemalang Jawa Tengah.
Gema PS adalah salah satu anggota tim percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria di Indonesia, bermitra dengan kantor staf presiden dan beberapa kementerian.
Sejak 2016, Gema telah melakukan pendampingan kepada petani hutan dan memiliki anggota 60.000 petani hutan, 100 kelompok petani pemohon hutan sosial, 104 kelompok petani pemegang SK Perhutanan sosial, dan memiliki jangkauan 32.000 hektare hutan di Indonesia, tersebar di 27 kabupaten/kota di Indonesia.
Selama ini, pengelolaan perhutanan sosial mengalami beberapa kendala karena masih dilakukan secara manual.
Kendala tersebut berkaitan dengan tata kelola organisasi, produksi, dan pemasaran.
Hutan sosial tersebut dikelola Gema bersama-sama dengan masyarakat.
Namun, dengan luasnya cakupan hutan sosial di Jawa dan Sumatera, Gema dan pengelola di komunitas hutan sosial menemui kesulitan untuk mengidentifikasi petani hutan, jumlah tanaman, dan lokasi lahannya.
Selain itu, mereka kesulitan menentukan jenis tanaman dan jumlah komoditas hutan sosial untuk memenuhi permintaan pasar.
Pengelolaan perhutanan sosial perlu didukung dengan teknologi tepat guna, utamanya sistem informasi, untuk dapat memberikan prediksi hasil hutan secara lebih akurat.
Ketika hasil hutan dan kapasitasnya dapat diprediksi dengan baik, penjualan hasil dapat dilakukan secara lebih terstruktur, yang pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup dan perekonomian petani hutan sosial.
Selain masalah rantai pasokan produksi, Gema dan pengelola hutan sosial tidak dapat secara cepat mengetahui hasil penjualan komoditas hutan sosial.
Gema dan pengelola perlu memikirkan pembuatan unit koperasi sebagai wadah untuk mengelola, menjual, dan memasarkan komoditas hasil perhutanan sosial.
Koperasi yang memiliki konsep “dari anggota dan untuk anggota” diyakini mampu membantu pengelolaan komoditas hasil perhutanan sosial.
Sejalan dengan hal tersebut, diperlukan pendampingan pengelolaan koperasi dan implementasi sistem keuangan koperasi agar pengelolaan lebih transparan dan akuntabel.
Oleh karena itu, peran perguruan tinggi (PT) sangat diperlukan agar masyarakat hutan semakin berdaya secara ekonomi dan sosial.
Salah satu peran PT adalah dengan cara melakukan pendampingan dan mengimplementasikan teknologi hasil penelitian.
Tim pengabdian Unika Soegijapranata Semarang berkoordinasi dengan Gema sebagai mitra dan merupakan lembaga swadaya masyarakat yang memberikan advokasi, pendampingan, dan pengelolaan hutan sosial.
Selain itu, dalam rangka program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), pengabdian melibatkan mahasiswa dari disiplin ekonomi dan bisnis serta dari disiplin ilmu komputer untuk terlibat aktif dalam program pendampingan kepada mitra dan petani hutan.
Dengan demikian, mahasiswa akan memiliki pengalaman belajar di luar kampus dan langsung terjun kepada masyarakat.
Pengabdian dilaksanakan dengan menggunakan dana dari Ditjen Diktirsitek Tahun Anggaran 2021.
Kegiatan pengabdian ini dilakukan di lokasi perhutanan sosial di wilayah Pemalang dan Semarang, Jawa Tengah yang terdiri atas beberapa kegiatan.
Pertama, tim pengabdian melaksanakan focus group discussion untuk mengetahui masalah dan kebutuhan mitra dan masyarakat.
Tahap kedua, tim pengabdian melakukan survei lapangan untuk mengetahui lebih dekat lokasi dan jenis tanaman di daerah Pemalang.
Tahap ketiga, tim pengabdian mengembangkan sistem tata kelola dan e-supply chain berdasarkan diskusi dan survei lapangan yang telah dilakukan.
Tahap keempat, tim pengabdian melakukan sosialisasi kepada petani hutan yang dilakukan secara hybrid, yaitu melalui online dan offline.
Tahap kelima, pelatihan dan implementasi sistem.
Dalam setiap kegiatan tersebut, mitra menghadirkan para pengelola perhutanan sosial.
Para pengelola dilatih mengimplementasikan teknologi yang dikembangkan oleh tim pengabdian Unika Soegijapanata Semarang.
Keuntungan dalam implementasi sistem tersebut ada tiga, yaitu peningkatan tata kelola organisasi, produksi, dan pemasaran.
Pertama, dalam hal tata kelola organisasi, implementasi sistem akan membantu pengelola untuk memonitor apakah hutan sosial telah dimanfaatkan oleh petani hutan sesuai dengan tujuan perhutanan sosial, mengetahui berapa jumlah petani yang menjadi anggotanya, serta lokasi hutan sosial.
Kedua, dalam hal tata kelola produksi, pengelola akan mampu mengetahui jenis tanaman yang ditanam, waktu menanam, lanskap dan kontur tanah, waktu panen, dan jumlah komoditas.
Ketiga, implementasi sistem tata kelola dan e-supply chain akan memotong rantai distribusi dan pemasaran produksi hasil hutan sosial.
Hal tersebut memungkinkan petani hutan mendapatkan harga yang layak untuk menjual komoditas mereka.
Dengan demikian, sistem yang dibangun akan mampu meningkatkan taraf hidup sosial dan ekonomi para petani hutan.
►https://www.suaramerdeka.com/opini/pr-042256576/peran-teknologi-dalam-peningkatan-tata-kelola-perhutanan-sosial?page=all