SEMARANG (KRjogja,com)- Pemerintah Indonesia belakangan ini mengeluarkan tiga buah kebijakan ekonomi yang pada akhirnya mampu meningkatkan nilai tukar rupiah dan peningkatan kekuatan ekonomi nasional. Kebijakan pertama 9 September 2015 di saat Kurs Rupiah melemah terhadap US Dolar.
Kebijakan ini berisikan kebijakan yang berdampak jangka menegah dan panjang karena menekankan perekonomian pedesaan dan kesejahteraan nelayan. Hasilnya, sehari setelah diumumkan reaksi pasar kurang responsif, kurs Rupiah terhadap US Dolar melemah sebesar Rp14.332,00 serta Indeks Saham Gabunagn juga mengalami penurunaan 0,09% (4.343,26).
"Kebijakan ekonomi kedua dikeluarkan setelah dua pekan dari kebijakan pertama keluar. Hal ini pun dirasakan oleh pengamat ekonomi masih berkisar pada kebijakan untuk jangka menegah dan panjang. Kebijakan kedua ini lebih menekankan penyelesaian kendala investasi dan perizinan yang diberikan kepada para investor yang mau menanamkan modalnya di Indonesia. Kebijakan ini hanya menguatkan nilai tukar Rupiah pada hari kedua dan ketiga sesudah diumumkan (30 September 2015 Rp 14.657 dan 1 Oktober 2015 Rp 14.657), serta menaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada hari pertama sampai dengan hari ketiga dikeluarkan kebijakan tersebut (29, 30 September dan 1 Oktober 2015, sebesar 1,41 %, 1,09%, dan 0,73% berturut-turut). Kedua kebijakan tersebut masih kurang memberikan dampak perekonomian jangka pendek” ujar dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) dan Sekretaris Program Manajemen Pascasarjana Unika Soegijapranata Semarang Dr Elizabeth Lucky Maretha S, SE Msi kepada pers di kampus Unika terkait penguatan nilai tukar rupiah.
Menurutnya, kebijakan ekonomi ketiga yang baru saja dikeluarkan Rabu 7 Oktober 2015 berisikan tentang penurunan tarif listrik, harga BBM dan gas untuk pabrik dan industri yang padat karya. Juga penurunan tingkat bunga (22% menjadi 12 %) untuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk memperluas usaha yang dapat didanai. Skema asuransi pertanian (80% dibayar oleh pemerintah; dan selebihnya ditanggung oleh para petani), agar para petani dapat memperhatikan usaha taninya lebih baik lagi. Bila masa panen gagal karena iklim yang ekstrim, maka pihak petani dapat melakukan klaim asuransinya. Hal ini merupakan manajemen risiko yang diterapkan pada proses untuk mewujudkan hasil usaha. Model ini telah dilakukan uji coba untuk pertanian padi tahun 2012-2014 (Kementerian Keuangan Badan Fiskal Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal-2014).
“Disamping itu pula, peserta asuransi pertanian tidak mesti harus memiliki rekening perbankan, namun bisa secara langsung berhubungan dengan pihak asuransi. Lembaga pembiayaan dan penjamin juga diberikan keluasaan untuk memberikan dananya kepada usaha mikro dan kreatif. Kebijakan ekonomi secara garis besar memberikan dampak jangka pendek dan memberikan keluasaan kepada lembaga pembiayaan dan penjamin” ujar Dr Lucky Maretha.(Sgi)
sumber : krjogja.com