Masyarakat Transportasi Indonesia menyebut jika Polisi beserta dengan Dishub DKI Jakarta harus bisa secara serius dalam menerapkan sistem ganjil genap untuk bisa mengendalikan gerak kendaraan yang ada di Jakarta ini.
Salah satunya yaitu dengan menerapkan denda yang maksimal untuk pelanggar kawasan ganjil genap.
Pengamat Transportasi yang berasal dari MTI, di mana bernama DJoko Setijowarno itu mengatakan, dibandingkan dengan Indonesia, di Kota Beijing malah penerapan sistem ganjil genap bisa dikatakan sudah cukup baik.
Masalahnya, gerak kendaraan yang ada di kota itu bisa dikendalikan karena adanya teguran yang diberikan kepada pelanggar itu memiliki sifat yang tegas dan bisa membuat efek jera bagi para pelanggar.
“Bila nantinya ada yang melanggar, maka sanksi yang diberikan harus cukup berat. Bisa dengan mencabut ijin memiliki kendaraan pribadi. Sementara itu, untuk bisa mendapatkan kendaraan baru, melalui sistem undian yang ada dari no KTP. Dan juga kuota untuk mobil baru menjadi sangat terbatas.” ungkapnya kepada wartawan, di Hari Minggu (14/8/2016).
Walaupun demikian, ujar dari Djoko, masyarakat juga dimudahkan dengan adanya penggunaan sarana transportasi umum yang disediakan semenjak pukul 6 pagi hingga pukul 10 malam, dan semua kawasan pelosok di Beijing juga bisa diakses dengan menggunakan transportasi umum tersebut.
Selain itu, tarif kendaraan angkutan umum bus juga cukup 1 (satu) Yuan atau setara dengan Rp 2000 saja.
Sedangkan alat transportasi kereta api, cukup dengan membayar 3 (tiga) Yuan atau sekitar Rp 6000 saja.
“Pelajar dan juga mahasiswa membayar sebesae 40% dari tarif yang dikenakan. Gaji terendah yang ada di Beijing itu sekitar 4000 Yuan ata setara dengan Rp 8 juta.” tegasnya.
Menurutnya, semenjak rahun 2001 silam, sepeda motor sudah dilarang beroperasi di Kota Beijing, kecuali penggunaan sepeda listrik.
Perlindungan bagi pengguna kendaraan tidak bermotor juga lebih diutamakan.
Selain itu, jalur bus juga tidak diberikan pembatas yang mendandakan lalu lintas bisa diatur dengan baik.
Karenanya, sudah ada CCTV di setiap persimpangan yang dipakai untuk bisa melakukan monitor terhadap pelanggar dan juga sanksi yang diberikan itu juga berat, sehingga bisa membuat orang enggan untuk melanggar.
“Meskipun jarang ada pos polisi, namun jika terjadi sesuatu, seperti contohnya kecelakaan, Polantas bisa segera meluncur ke TKP. Hal inilah yang patut untuk jadi catatan dan juga panutan untuk Polisi serta Dinas Perhubungan.” tutupnya.
Tautan : https://ekoran.co.id