Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang menggelar diskusi Ruang Rabu, bekerja sama dengan Ireem.
Diskusi yang mengangkat sebuah buku berjudul "PLTN Pilihan Terakhir" itu diselenggarakan secara virtual, kemarin.
Ketua Program Studi PMLP Unika, P Donny Danardono menjelaskan, Ruang Rabu adalah suatu forum diskusi di PMLP, baik diskusi yang populer maupun diskusi yang sangat akademik dan sudah dilaksanakan hingga saat ini.
"Harapannya penulisan dan penerbitan buku ini dapat disambut dengan sangat baik oleh masyarakat Indonesia, mengingat problem yang akan dihadapi oleh masyarakat Rembang saat ini dan Indonesia di masa mendatang," katanya, dalam keterangannya, Kamis (1/4/2021).
Rektor Unika Soegijapranata, F Ridwan Sanjaya merasa kagum dengan para akademisi senior yang tergabung dalam ruang Rabu PMLP dan telah menyuarakan tentang PLTN.
Selain itu, katanya, PMLP Unika dengan jaringannya yang berkaitan dengan energi, juga aktif dalam hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan. Ridwan meyakini, PMLP akan banyak berkontribusi pada masyarakat luas.
"PMLP dengan Ruang Rabunya konsisten menyelenggarakan acara-acara yang membuat kita dan masyarakat bisa tercerahkan," ucap Ridwan.
Hadir sebagai keynote speaker yaitu Purnomo Yusgiantoro. Ia menyampaikan beberapa hal mengenai Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Pilihan Terakhir. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) yang cukup besar, yang di dalamnya terdapat energi baru dan energi terbarukan.
"Sedang di dalam sumber energi baru adalah sumber energi yang dapat dihasilkan oleh teknologi baru, baik yang berasal dari sumber energi terbarukan maupun sumber energi tak terbarukan, antara lain nuklir, hidrogen, gas metana batubara, batubara tercairkan, dan batubara tergaskan. Jadi nuklir adalah termasuk dalam energi baru," jelas Purnomo.
Apabila dilihat secara makro nasional dan komprehensif, peluang pengembangan PLTN di Indonesia bisa didasarkan pada beberapa hal. Di antaranya adalah keekonomian PLTN semakin kompetitif.
Kemudian, menjamin pasokan energi dalam skala besar, dan mendukung Indonesia untuk pencapaian National Determined Contribution (NDC) yang ditarget 29% pengurangan karbon tahun 2030.
"Hasil penilaian International Atomic Energy Agency (IAEA) menyebutkan 16 dari 19 infrastruktur PLTN di Indonesia dinyatakan siap. Adanya PLTN generasi terbaru memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi, dan terdapat daerah di Indonesia yang aman dari gempa bumi yang memungkinkan pembangunan PLTN," jelasnya.
Ia menambahkan, tantangan pengembangan PLTN di Indonesia adalah sudah ada PP no. 79 tahun 2014 yang mengatur PLTN menjadi pilihan terakhir. Pertimbangan dampak bahaya radiasi dan limbah nuklir terhadap lingkungan hidup, rentan penolakan oleh masyarakat.
Tak hanya itu saja, bahan baku dan teknologi PLTN masih bergantung negera lain, isu nuklir saat ini masih sangat sensitif, dan ASEAN sudah menjadi kawasan yang damai, bebas serta netral.
"Jadi keputusan politik nasional PLTN membutuhkan kajian komprehensif yang cermat dan melibatkan partisipasi masyarakat multisektoral. Apabila akan dilakukan keputusan politik nasional PLTN, maka tidak hanya melibatkan pemerintah dan DPR saja, tetapi perlu melibatkan quadruple helix yaitu pemerintah, akademisi, industri dan masyarakat," ujarnya.