Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno menyatakan pembangunan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung harus memperhatikan masalah dampak sosial dan lingkungan.
Djoko menyatakan tenggat waktu pengkajian kereta cepat selama satu minggu yang diberikan oleh Menko Maritim dan Sumber Daya Luhut Binsar Pandjaitan kepada Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi harus dimanfaatkan untuk mempertimbangkan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).
"Jangan dilupakan studi amdal, itu sesuai UU. Harus coba diklaridikasi dengan Komisi AMDAL Pusat, atau KLH ," tutur Djoko kepada Bisnis, Selasa (2/8/2016).
Menurut Djoko, permasalahan yang melilit proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung bukan semata permasalahan finansial dan pembebasan lahan, tetapi dampak sosial jika moda transportasi tersebut dibangun. Dia menyebut kawasan yang dilalui KA Cepat ini memasuki kawasan resapan air Waduk Jatiluhur.
"Bukannya tidak boleh KA Cepat tetapi dipilihlah rute yang masuk akal, coba ditanyakan ke ahli geologi, ahli tata ruang, atau ahli hidrologi. Kawasan Walini, apakah masih menjadi area resapan untuk Waduk Jatiluhur," terangnya.
Djoko menegaskan, jika KA Cepat tetap melalui jalur tersebut, maka sumber air warga Jakarta dan lahan pertanian sekitar Karawang dan Indramayu akan kekurangan air dari Waduk Jatiluhur. "Kalau airnya berkurang, bukankah akan timbul bencana baru?" katanya.
Djoko pun mengingatkan pentingnya transparansi kajian terkait keterisian penumpang KA Cepat tersebut. Djoko meminta adanya keterbukaan terkait prediksi jumlah penumpang 60.000 orang per hari, siapa saja penumpang dan dari mana kedatangan penumpang tersebut.
"Sangat perlu kajian integrasi penumpang KA Cepat, nantinya mau naik apa. Dan itu tugas Pemkot Bandung untuk serius mengelola transportasi umumnya," kata Djoko.
Tautan : http://industri.bisnis.com