Pusat Studi Urban (PSU) Unika Soegijapranata di Kota Semarang, Jawa Tengah menggelar kolokium “Metodologi ilmu-ilmu dalam memotret perubahan sosial kontemporer”, pada 13 – 14 Juli 2021.
Ketua PSU Unika Soegijapranata Dr Y Trihoni Nalesti Dewi SH MHum mengatakan kolokium ini penting mengingat Masyarakat dan perubahannya adalah sesuatu yang dinamis. Pada saat merancang kegiatan ini, kata dia, pihaknya meyakini bahwa terdapat hubungan yang sangat erat antara penelitian, ilmu dan kebenaran.
"Penelitian akan menghasilkan ilmu, dan ilmu akan menghasilkan kebenaran. Antara penelitian dan ilmu adalah sama-sama proses dan hasilnya adalah kebenaran. Sehingga dapat dipahami bahwa pangkal kebenaran adalah penelitian," kata Trihoni, Sabtu (17/7)
Melalui kolokium ini, selain memperkaya wawasan peneliti maupun observer yang hadir, lanjutnya, juga merupakan pengujian terhadap penelitian yang sudah dilakukan. Hal ini untuk mengetahui apakah sudah cukup dilakukan secara sistematis dan dilakukan secara terkendali atau tidak
"Kemudian konsep yang tercakup dalam penelitian apakah terhubung secara operasional dalam dunia nyata, apakah mengandung sifat kritis dengan tolok ukur (kriteria) yang dipakai untuk menentukan sesuatu dapat diterima, misalnya tolok ukur dalam menentukan hipotesis, besarnya sampel, memilih metode pengumpulan data, memilih alat analisis, dan sebagainya,” jelasnya
Forum tersebut, kata dia, menyajikan 12 paper, yang dibagi dalam 4 sesi selama dua hari. Salah satunya yang dipaparkan oleh Drs Andreas Pandiangan Msi yang mempresentasikan hasil penelitiannya bersama dua peneliti lainnya yaitu Adrianus Bintang Hanto N SE MA dan Andreas Ryan Sanjaya SIKom MA.
Dalam paparan materi tentang “Moderasi Beragama Umat Kristiani Melalui Media Sosial (Riset pada tiga wilayah Semarang Raya, Solo Raya dan DIY)”, Andreas Pandiangan mencoba menjelaskan tentang moderasi beragama dan kaitannya dengan media sosial yang dalam penelitiannya fokus pada media sosial kelompok whatsapp (WA) umat Kristiani. “Kami mencoba menggunakan indikator penelitian ini berdasarkan indikator yang disampaikan oleh Kementerian Agama yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal,” ucap Pandiangan
Sebenarnya, kata dia, moderasi beragama adalah menyangkut semua agama termasuk didalamnya adalah dari Kristiani (Kristen dan Katolik), karena moderasi beragama dipahami sebagai cara pandang, sikap dan perilaku selalu mengambil posisi di tengah, selalu bertindak adil, dan tidak ekstrem dalam beragama.
Selain itu, dalam kehidupan sehari-hari atau dalam realitas sosial bahkan keagamaan, sebagian besar dibawa ke dalam ruang-ruang media sosial
"oleh karena itu dalam penelitian kami mencoba melihat hal ini. Namun karena begitu banyaknya media sosial maka dalam penelitian ini kami hanya memfokuskan pada kelompok-kelompok WA berbasis gereja atau jemaat," jelas dia
“Dalam simpulan penelitian kami, dinamika dan diskusi isu-isu moderasi beragama dalam kelompok WA komunitas Kristiani berbasis gereja atau jemaat di tiga wilayah penelitian berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan itu karena dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu suasana kondisi budaya, ekonomi dan politik setempat, termasuk relasi jaringan di masing-masing komunitas internal Kristiani dengan komunitas umat non Kristiani atau masyarakat, dan pengelolaan dinamika maupun diskusi di dalam kelompok WA,” sambungnya
Maka menurutnya perlu ditingkatkan pemahaman akan moderasi beragama khususnya di kelompok-kelompok WA, karena biasanya yang menonjol dalam tema materi adalah menyangkut informasi kehidupan sosial kemasyarakatan.
"admin pengelola kelompok WA diharapkan tidak hanya menjadi ‘penjaga’ atau’pengatur lalu lintas’ saja tapi juga memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk memproduksi materi untuk kelompok WA yang menjadi tanggungjawabnya," pungkasnya