Tim mahasiswa Fakultas Arsitektur dan Desain Unika Soegijapranata Semarang berjaya di ajang kompetisi tingkat nasional. Mereka berhasil lolos sebagai juara dalam Warmadewa Acrhitecture Week 2020 yang digelar secara virtual.
Pada kompetisi yang mengangkat tema "Redesain Pasar Tradisional yang Tanggap Pandemi" itu, tim mahasiswa Unika yang terdiri dari Rafael Adrian, Fionna Miranda dan Sianne Anggawijaya, membuat desain salah satu pasar tradisional di Kota Semarang yaitu Pasar Bulu.
"Kami menggunakan desain Indies dalam membuat redesain Pasar Bulu itu. Kemudian hasilnya kami beri nama Pasar Nyawang Sewu," kata Ketua tim mahasiswa, Rafael Adrian, saat ditemui di Kampus Unika, Rabu (16/12/2020).
Ia menuturkan, pemilihan desain Pasar Bulu sebagai objek redesainnya karena Kota Semarang menjadi salah satu kota dengan angka kasus Covid-19 yang cukup tinggi. Selain itu, lokasi Pasar Bulu yang berdekatan dengan objek Lawang Sewu, bisa dimanfaatkan untuk keperluan wisata.
Tak hanya itu saja, kata Adrian, sebuah pasar harusnya mencerminkan budaya suatu daerah namun Pasar Bulu justru tidak kontekstual dilihat dari bentuk bangunannya. Padahal lokasinya dekat dengan cagar budaya Lawang Sewu.
"Dengan redesain yang kami buat ini, diharapkan tak hanya bisa diterapkan sebagai konsep pasar saat pandemi seperti ini tapi juga setelah pandemi desain ini bisa direspon dengan baik. Karena ini perpaduan antara pasar tradisional dengan wisata," harapnya.
Redesain karya ketiga mahasiswa semester V Prodi Arsitektur tersebut telah berhasil menyingkirkan puluhan karya mahasiswa dari puluhan perguruan tinggi di Indonesia. Penetapan juara telah diumumkan secara virtual pada 12 Desember 2020 kemarin.
Ditanya terkait konsep redesain Pasar Bulu, anggota tim, Fionna Miranda dan Sianne Anggawijaya memaparkan, desain yang dibuat pada umumnya seperti pasar tradisional lainnya. Hanya penataannya saja yang disesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini.
Arsitek bangunan pasar hasil redesain dibuat satu arah untuk mencegah terjadi kerumunan dan kontak fisik pengunjung pasar. Selain itu, lokasi berjualan para pedagang di dalamnya juga dibuat zig zag dengan diberi jarak.
"Dengan konsep tersebut maka dapat mencegah terjadinya penyebaran virus Covid-19 di pasar karena tidak ada kerumunan dan mencegah kontak fisik," paparnya.
Meski dibuah satu arah, pengunjung bisa memutar ke pedagang lain melalui akses yang sudah disediakan. Dengan begitu pengunjung pasar tidak melawan arah sehingga mengakibatkan sentuhan fisik dengan pengunjung lain di belakangnya.
Meski berbentuk pasar, namun bangunan dibuat terbuka. Hal itu dimaksudkan agar sirkulasi udara di dalam pasar tetap lancar.
Sementara perpaduan konsep wisata, lanjutnya, diletakkan di bagian atap gedung pasar. Dari redesainya, bagian atap dimaksimalkan sebagai ruang terbuka hijau yang dapat digunakan masyarakat atau wisatawan menonton kawasan Tugu Muda dengan Lawang Sewu sebagai landmarknya.
"Bagian atap bisa digunakan untuk memaksimalkan potensi wisata di kawasan tersebut," jelas Fionna dan Sianne.
Kompetisi membuat desai pasar tradisional ini bukan yang pertama diikuti ketiga mahasiswa tersebut. Mereka telah beberapa kali mengikuti kompetisi serupa dan berhasil menggondol piala. Bahkan, dua mahasiswa di antaranya merupakan peraih Rookie Award tingkat Asia.
Tak heran, ketiganya tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan desain yang dilombakan dalam Warmadewa Acrhitecture Week 2020. Dari pengakuan mereka, desain hanya dibuat dalam waktu satu minggu saja.
"Selain karena sudah beberapa kali mengikuti kompetisi atau sayembara arsitektur, kami juga tertarik karena terkait desain pasar tradisional," tambah Sianne.
Sementara itu, dosen pembimbing Prodi Arsitektur, Gustav Anandhita menyatakan, jajaran dosen dan Prodi Arsitektur mendukung setiap mahasiswa untuk mengembangkan keilmuannya dengan mengikuti berbagai kompetisi, lomba atau sayembara. Dukungan yang diberikan berupa pendampingan dan pendanaan.
"Kami mendorong mahasiswa berani untuk berkompetisi di luar. Sehingga ada tambahan wawasan yang diperoleh selain dari kampus," kata Gustav.
Terlebih di pandemi Covid-19 ini, tentunya ada tantangan dan tingkat kesulitan tersendiri yang dihadapi mahasiswa dalam mengikuti kompetisi. Hal itu justru dapat digunakan untuk mengasah penguasaan ilmu arsitektur yang dikuasainya.
berita serupa