Oleh: Aloys Budi Purnomo Pr,
Saat bersiap menyambut Perayaan Paskah 2020 dalam situasi pandemi Covid-19, saya membayangkan, Yesus Kristus berkata begini kepada saya dan kita, “Jangan takut! Karena kita mungkin merasa sendirian dan sedih. Aku yang mendukungmu, akan menghibur dan menguatkanmu!”
Sabda imajiner penghiburan ini saya tempatkan atas dasar iman, harapan, dan kasih kepada Yesus Kristus yang sudah lebih dahulu mengasihi umat manusia, tanpa diskriminasi. Bahkan mereka yang menghujat dan menyalibkan-Nya pun didoakan dan diampuni-Nya, bukan? Lebih dari segalanya, kasih-Nya sudah dibuktikan melalui sengsara, wafat, kebangkitan-Nya yang dikenangkan hari-hari ini oleh umat Kristiani sejagat.
Sabda imajiner itu menjadi kebenaran justru ketika saya membayangkan miliaran umat Kristiani di dunia saat ini yang hanya bisa mengikuti Misa Pekan Suci melalui streaming secara online. Sebagai Pastor Keuskupan Agung Semarang, saya yakin bahwa Yesus Kristus yang sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya dikenangkan, saat ini sungguh hadir dan memberikan berkat khusus dan istimewa kepada umat-Nya.
Meski umat Katolik hanya bisa menyambut Komuni Suci, Tubuh dan Darah Kristus secara spiritual, saya yakin, Yesus sungguh meresap dalam hidup umat, keluarga mereka, serta memeluk, melindungi dan menjaga mereka di rumah masing-masing. Inilah saatnya kita berjaga di rumah dengan taat dan kerendahan hati seperti Kristus demi keselamatan diri dan sesama, juga untuk keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan hidup. Faktanya, dengan pembatasan sosial berskala besar sesuai aturan pemerintah, bumi kita menjadi lebih teduh, sejuk dan adem. Konon, riset membuktikan bahwa telah terjadi penurunan pemanasan global yang sejak bertahun-tahun diperjuangkan secara politis –namun kerap dengan ketidak-ikhlasan dan kepalsuan politis– secara signifikan.
Saya yakin, Tuhan Yesus Kristus, yang dengan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya telah menebus tak hanya umat manusia tetapi juga alam semesta, memberkati dan melayani umat-Nya sampai pada kesusahan-Nya. Ia bahkan sudah menjadi korban dan mengalami situasi yang paling menyakitkan. Itulah saat mereka yang dikasih-Nya mengkhianati, mengabaikan, bahkan menolak dan menyalibkan-Nya.
Kesetiaan-Nya Tidak Berubah
Meski Yesus Kristus dikhianati, Ia tetap setia. Sebab, Ia tidak bisa mengkhianati kasih-Nya kepada Bapa dan manusia. Meski Yesus menderita pengkhianatan oleh Yudas Iskariot, murid yang menjual-Nya, dan oleh Simon Petrus, murid yang menyangkal-Nya, namun kasih kesetiaan dan kerahiman-Nya tidak berubah.
Bahkan, Yesus Kristus pun dikhianati oleh orang-orang yang menyambut-Nya dan menyanyikan hosanna kepada-Nya saat memasuki kota Yerusalem (pada Minggu Palma) namun hanya dalam beberapa hari kemudian, pada hari Jumatnya, mereka berteriak secara provokatif: “Salibkan Dia!” (Matius 27:22). Yesus dikhianati pula oleh institusi keagamaan sebangsa-Nya yang secara tidak adil menghujat-Nya dan berkongkalikong dengan institusi politik Romawi kala itu yang mencuci tangannya demi menyalibkan Dia!
Hebat-Nya, Yesus Kristus tetap setia dan tidak berubah terhadap mereka. Alih-alih, Yesus Kristus justru mengampuni mereka. Maka, Yesus Kristus pun berdoa dari kayu salib-Nya, “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang telah mereka lakukan!” (Lukas 23:34).
Kesetiaan dan kerahiman-Nya yang sama tertuju kepada kita. Maka saat kita mengikuti Ibadah atau Misa secara online, kita dapat merenungkan semua pengkhianatan kecil atau besar yang telah kita lakukan terhadap Dia. Kita juga bisa memikirkan pengkhianatan yang mungkin kita alami atau lakukan terhadap sesama dan semesta alam.
Mungkin kita bisa merasakan betapa mengerikan saat kepercayaan kita dikhianati. Seberapa sering kita mengkhianati Tuhan, sesama dan semesta alam? Namun, kerahiman dan kesetiaan-Nya tidak berubah, sebab kekal abadi kasih setia Tuhan kepada kita. Bila demikian, masihkah kita tega mengkhianati Dia dan orang-orang yang mengasihi kita?
Saatnya Teguh Beriman dan Berbuah
Inilah saatnya kita hidup baru dan teguh dalam beriman, serta berbuah dalam kehidupan secara nyata. Banyak yang sharing kepada saya bahwa saat mengikuti Misa dan atau ibadah secara online, mereka terharu biru dengan tetes air mata. Saya pun mengalaminya, bahkan ketika saya merayakan Ekaristi dan menyambut Tubuh dan Darah-Nya secara nyata atas nama umat.
Semoga ini menjadi kesempatan indah untuk saat-saat kembali normal nanti, ibadah dan Misa pun membentuk sikap hidup iman kita. Janganlah nanti saat hadir di Misa atau ibadah dalam saat normal, justru sibuk online ketika ibadah berlangsung.
Dengan demikian, iman pun berbuah dalam kehidupan, yang ditandai sikap saling menghargai atas dasar solidaritas dan bela rasa yang hari-hari ini sangat kuat mewarnai hidup kita.
Inilah saat indah berlimpah bersama Tuhan merenungkan hidup kita. Seperti ditawarkan Paus Fransiskus dalam homili Minggu Palma (5/4/2020): Mari kita lihat ke dalam diri kita. Jika kita jujur dengan diri sendiri, kita bisa bertanya diri: Berapa banyak kebohongan, kemunafikan, dan kepalsuan dalam hidup kita? Berapa banyak niat baik yang kita khianati sendiri? Berapa banyak janji yang kita langgar? Berapa banyak rencana baik kita yang belum terpenuhi?
Tuhan tahu hati kita, lebih baik daripada kita sendiri mengenal diri kita. Dia tahu seberapa lemah dan rapuh kita, berapa kali kita jatuh, betapa sulitnya kita untuk bangun dan betapa sulitnya menyembuhkan luka-luka tertentu. Kita diajak untuk teguh beriman.
Iman yang teguh menyadarkan kita akan kerahiman-Nya yang bersabda, “Aku akan menyembuhkan ketidaksetiaan mereka karena Aku sangat mencintai mereka” (Hosea 14:5).
Selamat memasuki hari-hari suci penyelamatan Tuhan di kala pandemi Covid-19. Kerahiman dan kasih Tuhan kian meneguhkan hidup beriman kita hingga menghasilkan buah dalam solidaritas dan bela rasa bagi sesama dan semesta alam. Selamat Paskah!
*) Rohaniwan, Pastor Kepala Kampus Ministry; dan mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata Semarang
►https://investor.id/opinion/pandemi-covid19-meneguhkan-iman, Investor Daily 8 April 2020