Di dalam tubuh, ada banyak unsur molekul senyawa yang memiliki frekuensi tersendiri. Jika frekuensi tersebut terganggu, atau tidak harmoni, tubuh menjadi sakit.
“Jika seseorang sedang sakit, bisa dipastikan sistem frekuensi dalam molekul tubuhnya tidak sinkron. Untuk mendorong agar frekuensi ini bisa stabil kembali, kita menggunakan elektro therapy. Tidak memasukkan sesuatu secara fisik dalam tubuh, namun menggunakan resonansi frekuensi suara,” papar peneliti sekaligus dosen elektro Unika Soegijapranata, Budi Setyawan, di Semarang, Jumat (5/6/2020).
Diterangkan, metode untuk menyelaraskan frekuensi molekul dalam tubuh tersebut, sebenarnya sudah dikenal sejak dahulu.
“Para orang tua zaman dulu mengenalnya dengan kekuatan ‘prana’, bisa dibilang hanya orang ‘sakti’ bisa. Namun sekarang, dengan kemajuan teknologi, bisa dibuktikan secara ilmiah,” tambahnya.
Dalam penelitian tersebut, Unika Soegijapranata bekerjasama dengan Pusat Riset Energi Alam Nusantara (PREAN).
Budi menjelaskan, frekuensi suara dengan gelombang tertentu mampu melemahkan atau membunuh bakteri dalam tubuh, hinggga menaikkan imun tubuh. Atau bahkan bisa mengurangi stres.
“Sudah ada tabel frekuensi yang bisa digunakan untuk kepentingan tertentu. Misalnya untuk virus influenza, sudah ada tabel frekeunsi berapa yang bisa digunakan. Demikian juga untuk mengurangi stres, kita berikan frekuensi yang rendah antara 5-30 Hz, sehingga irama otak ikut turun dan bisa beristriahat atau ditenangkan,” tandasnya lagi.
Percobaan elektro therapy juga dilakukan untuk melemahkan virus covid-19. “Pada prinsipnya virus itu terdiri dari molekul dan atom, jika diganggu maka akan rusak sehingga tidak berkembang. Seperti halnya minum obat, gunanya untuk menghancurkan molekul virus, demikian juga dengan elektro therapy yang menggunakan resonansi frekuensi,” tambahnya lagi.
Cara kerjanya cukup mudah, frekuensi dengan gelombang tertentu diperdengarkan bagi orang yang sakit, disesuaikan dengan sakit yang dideritanya, selama kurang lebih 45-60 menit. Sehari terapi dilakukan dua kali.
“Secara umum suaranya di telinga orang awam seperti suara ‘kemresek’, atau mendesis. Namun kita juga berinovasi, agar suara ini terasa nyaman di telinga, kita masukkan unsur musik harmonisasi lainnya, sehingga tetap enak didengarkan namun fungsi dari elektro therapy bisa didapat,” tandasnya.
Sementara, Rektor Unika, Prof. Ridwan Sanjaya, memaparkan, pihaknya merespon positif upaya penelitian dan pengembangan yang ditawarkan PREAN. Berharap hasilnya positif sehingga beberapa masalah kesehatan, terutama wabah covid-19 dapat diatasi dengan Jateng resonansi tubuh unika pendekatan yang berbeda.
“Elektro therapy ini sudah kita pasang di sejumlah ruangan di Unika, kita ujicobakan kepada para dosen dan staf kependidikan. Untuk sementara ini, frekuensi yang mampu meningkatkan imun tubuh,” terangnya.
Ditandaskan, apabila penelitian bersama ini berhasil, bisa saja terbuka kemungkinan munculnya prodi-prodi yang lebih mengarah ke kesehatan yang berbasis fisika.
“Harapannya, setelah pengembangan dan penelitian bio resonansi ini, di Unika bisa juga dilanjutkan kerjasama lainnya dalam jangka panjang sehingga akhirnya bisa muncul fakultas atau prodi baru yaitu energi dan kesehatan,” pungkasnya.
►https://www.cendananews.com/2020/06/resonansi-frekuensi-suara-untuk-tingkatkan-kesehatan-tubuh.html