Setya Tantra alumnus Unika Soegijapranata Semarang tahun 2016 mampu mengantarkan desa adat Sumba masuk ke dalam World Monuments Watch 2022.
Desa Sumba yang didampinginya berhasil masuk program itu bersama 25 tempat lainnya di dunia selepas proses seleksi melibatkan 225 nominasi.
Desa Sumba berbarengan dengan 25 tempat pilihan lainnya seperti Fortified Manors of Yongtai (Cina), Abydos (Mesir), Heritage Buildings of Beirut (Lebanon) dan lainnya.
Program dua tahunan itu didanai oleh World Monuments Fund (WMF) yang berkantor pusat di New York. “Iya betul, Desa Adat Sumba masuk program dari WMF,” katanya kepada Tribunjateng.com, Kamis (3/3/2022).
Desa Adat Sumba dapat masuk World Monuments Watch 2022 berawal dari proyek revitalisasi desa adat di Flores dan Sumba dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Selepas itu, ia berkesempatan untuk melakukan presentasi di UNESCO Asia Pasicif di Penang, Malaysia tahun 2019.
Pada kesempatan itu, desa adat Sumba masuk tiga besar untuk dipresentasikan di skala Asia.
Tak disangka, medio Juli-Agustus tim WMF menghubunginya lantaran tertarik memasukan proyek Sumba ke program tahun 2022.
Padahal, ia melakukan proyek itu secara independent tanpa yayasan maupun organisasi, hal itu tak jadi masalah bagi tim WMF.
“Jadi prosesnya hampir 1,5 tahun, dari pengajuan proposal, seleksi, dan proses lainnya,” terangnya.
Selama proses seleksi, Setya mengaku, hanya terkendala kondisi pandemi Covid-19 yang membatasi ruang gerak sehingga tim WMF tak bisa mendatangi Sumba secara langsung.
Solusinya, segala proses dilakukan secara zoom meeting maupun kanal lainnya.
“Jadi breakdown perencanaan kegiatan, budget, dan lainnya dilakukan melalui zoom meeting, untuk survei secara langsung tak bisa,” ujarnya.
Meski ada kendala, ia menyebut, Sumba akhirnya tetap terpilih di program WMF lantaran memiliki tiga poin inti yang diinginkan WMF.
Tiga poin itu berkaitan dengan perubahan iklim, yang mana di Sumba memiliki bekal kuat terkait hal itu.
Kemudian,ketidakseimbangan pariwisata di masing-masing daerah, karena ketika tempat heritage banyak turis dapat menganggu nilai inti kebudayaan.
“Berikutnya, tempat bersejarah kurang diminati padahal memiliki nilai vital. Jadi Sumba memiliki tiga poin itu yang menjadi nilai penting penilaian,” bebernya.
Menurutnya, dipilihnya desa adat Sumba memiliki banyak manfaat, terutama edukasi terkait mitigasi bencana kebakaran di rumah adat.
Apalagi seringkali rumah adat hancur lantaran tak memiliki mitigasi bencana kebakaran terutama di Sumba.
“Itu poin utama untuk reservasi rumah adatnya,” tuturnya.
Selain itu, banyak kepercayaan di Sumba ditinggalkan sebab adanya globalisasi.
Selain itu, masyarakatnya juga menganut kepercayaan lain seperti Katolik, Kristen, maupun Islam sehingga kepercayaan adat Sumba makin terkikis.
“Kami ingin membangkitkan kebudayaan Sumba melalui dokumentasi sehingga generasi penerus Sumba dapat mengetahui dan belajar di masa mendatang,” jelasnya.
Nantinya dokumentasi akan ditampilkan di pusat pembelajaran kebudayaan masyarakat Sumba berupa dokumentasi tertulis dan video.
“Kami khawatir kebudayaan ini hilang sehingga perlu didokumentasikan agar masyarakat lokal tahu budaya yang mereka miliki,” jelasnya.
Dari revitalisasi desa adat Sumba, Setya ingin memotivasi komunitas adat di seluruh Indonesia bahwa masih ada kesempatan untuk pemberdayaan kebudayaan yang dicemaskan akan hilang.
Sebab, dunia masih memperhatikan Indonesia khususnya kebudayaan.
“Indonesia masih punya harapan untuk kebudayaan, melalui proyek Sumba semisal berhasil maka akan dilanjutkan di Flores, Baubau, Kalimantan,” paparnya.
Pria asal Lamongan, Jatim, itu menuturkan, untuk wilayah Jawa Tengah sangat banyak potensi kebudayaan yang dapat dikembangkan seperti di daerah Solo dan Dieng.
“Setiap daerah banyak memiliki potensi yang kuat termasuk daerah wilayah Jateng,” ucapnya.
Dikutip dari laman resmi World Monuments Fund (WMF), organisasi tersebut merupakan organisasi independen.
Fokus pengabdian untuk menjaga tempat-tempat paling berharga di dunia untuk memperkaya kehidupan masyarakat dan membangun saling pengertian lintas budaya dan komunitas.
Sejak tahun 1965, tim ahli global WMF telah melestarikan beragam warisan budaya dunia menggunakan standar internasional tertinggi di lebih dari 700 situs di 112 negara.
Lembaga itu telah bermitra dengan komunitas lokal, penyandang dana, dan pemerintah.
WMF memanfaatkan warisan untuk mengatasi beberapa tantangan paling mendesak saat ini seperti perubahan iklim, kurangnya representasi, pariwisata yang tidak seimbang, dan pemulihan pasca krisis.