Digitalisasi pendidikan diperlukan untuk menyiapkan generasi emas bangsa. Pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur memadai untuk mendukung harapan itu.
Rektor Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Ridwan Sanjaya, mengatakan, perubahan dunia bakal dihadapi para anak muda. Oleh karena itu, perlu penguatan digitalisasi yang akan membawa manfaat, seperti mengarahkan para siswa untuk inovatif.
“Digitalisasi membantu penjaminan mutu pendidikan,” kata Ridwan di sela-sela seminar nasional “Digitalisasi Pengelolaan Pembelajaran dan Penguatan Pendidikan Karakter” di kampus Universitas PGRI Semarang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (24/11/2019).
Ridwan berharap, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, yang memiliki pengalaman di bidang usaha rintisan (start up) yang turut menyiapkan infrastruktur digitalisasi dalam pembelajaran. Tujuannya, agar akses ke berbagai bidang bakal akan semakin terbuka.
“Saran saya, bangun infrastruktur teknologi yang terpusat di pemerintah. Dengan demikian, nantinya semua siswa bisa mendapat akses serta manfaatnya,” ujar Ridwan.
Selain pemerintah, kata Ridwan, organisasi profesi dan asosiasi juga berperan mendukung penyediaan infrastruktur pembelajaran berbasis digital. Hal tersebut akan membantu sejumlah sekolah yang tak mampu menyediakan fasilitas itu.
Sebelumnya, naskah pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, yang diunggah di situs Kemdikbud, Jumat (22/11), ramai diperbincangkan di media sosial. Naskah pidato tersebut hanya dua lembar dan langsung pada pokok permasalahan.
Dalam naskah itu, disebutkan sejumlah kondisi dalam pendidikan di Indonesia saat ini. Di antaranya, waktu guru yang habis untuk urusan administrasi, padatnya kurikulum yang menutup pintu petualangan, dan minimnya kepercayaan pada guru untuk berinovasi.
Nadiem mengajak para guru untuk mengawali perubahan sistem pendidikan di Indonesia. Ia pun meminta guru untuk, antara lain, mengajak siswa berdiskusi, mencetuskan proyek bakti sosial bersama kelas, dan menemukan satu bakat murid yang kurang percaya diri.
Belum optimal
Pegiat pendidikan karakter yang juga mantan Ketua PGRI Jateng, Widadi, menuturkan, model pembelajaran yang berpusat pada siswa, bukan guru, sebenarnya sudah lama digemborkan. Namun, kenyataannya masih belum dapat dipraktikkan optimal.
“Model-model ulangan atau ujian masih mengeksplorasi hapalan, bukan kedalaman pemahaman anak terhadap pengetahuan. Salah satu yang perlu dilakukan, yakni jangan terlalu membebani anak dengan banyaknya mata pelajaran,” ujar Widadi.
Slamet Sugiyanto (35) Guru SD 1 Aribaya, Kabupaten Banjarnegara, Jateng, menuturkan, perubahan sistem pendidikan perlu mengarah pada pembentukan karakter. Dalam hal ini, keteladanan utama bagi siswa masihlah pada guru, yang dilihat sebagai contoh.
►https://kompas.id/baca/nusantara/2019/11/24/siapkan-infrastruktur-pembelajaran-berbasis-digital/