Permintaan plasma konvalesen sebagai terapi bagi pasien Covid-19 di Kota Semarang yang terbilang tinggi, tak diimbangi ketersediaan. Sejumlah pasien sembuh belum bersedia menjadi pendonor.
Saat permintaan plasma konvalesen sebagai terapi bagi pasien Covid-19 di Kota Semarang, Jawa Tengah terbilang tinggi, ketersediaannya masih terbatas. Sejumlah kendala antara lain masih sulitnya mencari pendonor yang bersedia dan tak terpenuhinya kriteria karena titer antibodi G SARS-CoV-2 dari pendonor yang rendah atau negatif.
Plasma konvalesen adalah plasma yang diambil dari pasien Covid-19 yang sudah 14 hari dinyatakan sembuh, dengan hasil uji usap PCR negatif. Plasma yang kaya akan antibodi poliklonal itu lalu ditransfusikan ke pasien Covid-19. Cara itu menjadi salah satu upaya terapi imun pasif dengan segera, meski saat ini masih terus diteliti.
Kepala Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Semarang dr Anna Kartika, mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan rumah sakit, yang merupakan sumber donor dan pengguna plasma konvalesen. Termasuk di RSUP Dr Kariadi yang juga peserta uji klinis oleh pemerintah.
Namun, permintaan dan ketersediaan masih timpang. “Seperti hari ini saja, antrean permintaan plasma konvalesen sekitar 40 kantong dari semua golongan darah, tetapi hari ini kami baru dapat dari dua pendonor yang memenuhi kriteria. Akhir-akhir ini permintaan tinggi,” ujar Anna dalam diskusi daring Donor Plasma Konvalesen untuk Terapi Covid-19 yang digelar Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Kamis (10/12/2020).
Menurut Anna, satu orang donor bisa diambil berkisar 400-600 mililiter (ml) dan dibagi 2-3 kantong. “Biasanya untuk terapi 1 orang pasien Covid-19 minimal dua kantong, per kantong volume 200 ml,” lanjutnya.
Anna menjelaskan, kendala dalam rekrutmen dan seleksi donor penyintas, masih banyak calon donor penyintas masih trauma sehingga tak bersedia. Selain itu, banyak pendonor dengan titer antibodi G (IgG) SARS-CoV-2 yang rendah atau negatif, sehingga tak memenuhi syarat.
Ia menambahkan, kriteria menjadi pendonor yakni, pernah didiagnosis positif Covid-19 melalui uji PCR dan tak menunjukkan gejala klinis Covid-19 selama minimal 14 hari sebelum donasi, disertai hasil negatif Covid-19. Selain itu, tak memiliki riwayat transfusi sebelumnya. Pada perempuan yang pernah hamil, harus lebih dulu tes antigen leukosit manusia (HLA), antigen neutrofil manusia (HNA), dan antigen platelet manusia (HPA).
“Juga memiliki titer antibodi netralisasi SARS-CoV-2, setidaknya 1:160. Titer antibodi netralisasi 1:80 dapat dipertimbangkan jika tak tersedia pilihan lain yang sesuai. Selain itu, nonreaktif terhadap uji saring infeksi menular lewat transfusi darah,” kata Anna.
Sebelumnya, uji klinis terapi plasma konvalesen untuk pasien Covid-19 mulai dilakukan, Selasa (8/9/2020). Sebanyak 29 rumah sakit di sejumlah daerah yang menangani pasien Covid-19 akan dilibatkan dalam kajian untuk mengetahui efek samping dan efikasi terapi melalui donor darah yang mengandung antibodi dari penyintas. (Kompas, 9/9)
Pelaksana tugas Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Slamet mengatakan, terapi itu menjadi salah satu cara yang dianggap menjanjikan di dunia. ”Pada Agustus, FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat mengizinkan penggunaan plasma konvalesen untuk pengobatan darurat. Namun, diperlukan uji klinis pembanding untuk menentukan keamanan dan efikasi terapi,” katanya.
Sosialisasi
Anna menuturkan, pihaknya terus melakukan sosialisasi terkait terapi plasma konvalesen antara lain dengan pemberitahuan ke rumah sakit-rumah sakit rujukan Covid-19. Selain itu dengan pembuatan leaflet. Upaya lain dengan menghubungi dan mengedukasi donor penyintas serta mengedukasi para koordinator penggerak donor darah.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi merupakan salah satu penyintas Covid-19 yang mendapatkan terapi plasma konvalesen, serta kemudian menjadi pendonor. Menurut Hendrar, saat dirawat di RS dan mendapat transfusi plasma konvalesen, ia merasakan kondisi klinis dalam tubuhnya menjadi lebih baik.
Hendrar, yang juga calon petahana pada Pemilihan Wali Kota Semarang 2020, pada awal November lalu dinyatakan terkonfirmasi Covid-19. Setelah 10 hari dirawat di RSUP Dr Kariadi, ia kemudian dinyatakan sembuh.
Menurut dia, Pemkot Semarang terus mendukung pendonoran plasma konvalesen sebagai terapi bagi pasien Covid-19. “Seperti di rumah dinas (tempat isolasi bagi OTG), dinas kesehatan rutin menyampaikan pada yang sudah sembuh untuk mendonorkan plasmanya. Namun, jika seseorang sudah punya keyakinan suatu saat akan tertular jika donor plasma, tentu kami tidak bisa memaksa. Ini (sosialisasi) tak bisa hanya pemerintah, tetapi juga perlu didukung pihak-pihak berkompeten,” kata Hendrar.
Kepala Kelompok Staf Medis Penyakit Dalam RS St Elisabeth Semarang, dr Mika L Tobing, menuturkan, memang ada beberapa laporan dari pusat pengobatan terapi plasma konvalesen, bahwa pasien-pasien Covid-19 yang mendapat terapi itu, ada kemungkinan lebih sensitif untuk reinfeksi Covid-19. Namun, itu baru sebatas laporan dan belum dapat dipastikan.
Berdasarkan data pada laman siagacorona.semarangkota.go.id, Kamis (10/12/2020) petang, di Kota Semarang, terdapat 16.161 kasus positif Covid-19 kumulatif dengan rincian 798 dirawat, 14.059 sembuh, dan 1.304 meninggal. Sebagian orang dalam data tersebut merupakan warga luar Kota Semarang.