Oleh : Ch. Trihardjanti N.
Dunia semakin maju. Teknologi berkembang begitu cepat membuat segala sesuatu dilakukan secara digital. Perbankan, perdagangan, kesehatan, pendidikan dan seluruh aspek semuanya serba digital. Semua dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, karena bagaimanapun konsumen adalah raja, sehingga organisasi berlomba-lomba bagaimana membuat konsumen terkesan dengan kemudahan pelayanan. Transportasi online, jual beli online, layanan perbankan secara online, informasi kesehatan, pendidikan, dan banyak hal dilakukan secara online.
Segala sesuatu yang online seperti pedang bermata dua di satu sisi, online membuat segala sesuatu menjadi lebih cepat dan mudah dan dampaknya perekonomian akan semakin berkembang. Namun di sisi lain meningkatkan potensi pengangguran, karena membuat organisasi harus mengurangi jumlah sumber daya manusia yang sudah digantikan oleh teknologi. Tidak hanya itu saja, banyak perusahaan harus gulung tikar karena konsumen lebih menyukai belanja online, taksi online, ojek online. Bahkan tukang online daripada harus mengeluarkan tenaga, uang transportasi dan biaya lainnya untuk berbelanja di pasar offline.
Tren tersebut tentu saja harus disikapi secara serius oleh perusahaan atau organisasi, terutama dampaknya pada perubahan sumber daya manusia ke dalam digitalisasi sumber daya manusia. Tentu bukan pekerjaan yang mudah, karena proses pemutusan hubungan bukan perhitungan matematika semata namun lebih dalam lagi adalah masalah “rasa”. Apalagi jika jumlahnya ratusan atau ribuan. Di tengah pusaran disrupsi, transformasi bukan sekedar basa basi karena transformasi butuh suatu aksi. Aksi yang tidak sekedar basa basi.
Transformasi membutuhkan kerendahan hati untuk mau menerima sesuatu yang tidak biasa, karena sejatinya transformasi membuat individu keluar dari zona nyaman. Transformasi seringkali harus mengalahkan ego diri, karena transformasi memaksa individu atau organisasi untuk menerima pendapat atau gagasan individu atau organisasi lain demi sesuatu yang lebih baik, transformasi membutuhkan suatu kesadaran untuk diubah dan berubah.
Perubahan harus dimulai dari hal paling mendasar yaitu kepercayaan. Dengan mempercayai sesuatu atau prinsip individu lain bahwa apa yang akan dilakukan individu lain akan berdampak positif bagi individu maupun organisasi. Jika individu tidak mempercayai apa yang dilakukan pihak lain maka munculnya penolakan (resistance). Perubahan butuh keterlibatan setiap insan dalam organisasi, maka adanya penolakan dapat menghambat terjadinya perubahan. Setiap insan organisasi harus memiliki mindset bahwa transformasi adalah harga mati.
Oleh karena itu, organisasi perlu melakukan pendekatan secara terus-menerus melalui sosialisasi dan menekankan urgensi perubahan dengan pilihan berkembang atau tergusur. Pendekatan juga dilakukan melalui role model dari para pimpinan organisasi. Seab sebenarnya masalah utamanya adalah kecemasan individu terkait dampak perubahan baik secara ekonomi maupun sosial.
Organisasi melalui pimpinan dan agen perubahan harus mampu menunjukkan bahwa perubahan adalah keharusan jika organisasi ingin tetap hidup dan berkembang. Tidak ada gunanya organisasi merasa sangat bangga terhadap dirinya, merasa bahwa dirinya yang terbaik, merasa sudah sempurna, tidak terkalahkan dan mengabaikan perubahan. Ibarat manusia, organisasi harus selalu bergerak atau berubah, tidak bergerak/berubah berarti mati, maka pilihannya adalah berubah atau mati (change or die) karena sebagai bagian dari kehidupan yang selalu dinamis maka organisasi juga selalu bergerak maju menggapai harapannya.
Perubahan harus diubah menjadi rutinitas. Hal ini dapat dilakukan melalui keterbukaan pimpinan menerima setiap perbedaan dan ide-ide kreatif dari semua lapisan organisasi. Sangat mudah diucapkan namun kadangkala susah dilakukan. Pimpinan harus rela mendelegasikan hal-hal yang selama ini hanya dilakukan oleh pimpinan. Berani mengakui bahwa setiap individu berpotensi untuk berhasil dan mungkin lebih dari seorang pemimpin. Ditambah lagi ada suatu penghargaan bagi insan organisasi yang mampu menghasilkan suatu perubahan yang berdampak positif bagi organisasi. Bentuk penghargaan sebaiknya berupa sesuatu yang benar-benar langsung memotivasi individu untuk melakukannya lagi.
Salah satu contoh bentuk penghargaannya adalah kesempatan melakukan wisata ke lokasi wisata favorit dengan biaya ditanggung perusahaan atau mendapatkan fasilitas libur kerja dengan tetap dibayar. Siapa saja yang mendapatkan penghargaan perlu tersampaikan pada setiap insan organisasi, sehingga harapannya mampu menginspirasi yang lain untuk melakukannya. Pemberian penghargaan harus bersih dari diskriminasi dan penilai harus benar-benar independen dan objektif. Penilaian harus menggunakan indikator penilaian yang sangat detil dan diketahui semua insan organisasi.
Selain itu, setiap insan organisasi yang sudah menyampaikan ide-ide kreatifnya namun belum menghasilkan suatu keunikan, tetap didorong dengan fasilitas pelatihan ataupun riset dan pengembangan sehingga di kemudian hari dapat menghasilkan sesuatu yang lebih baik. Mahal di awal, tetapi akan menjadi suatu manfaat yang luar biasa jika sudah menjadi kebiasaan. Bukankah ada pepatah Jawai “ jer basuki mawa bea” yang artinya kesuksesan/ kemakmuran membutuhkan pengorbanan. Pengorbanan biaya untuk manfaat yang luar biasa. Bagaimana siap mencoba?