Oleh: Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat
Terdapat 5051 perlintasan sebidang. Yang dijaga sebanyak 26 persen dan tidak dijaga 74 persen. Sebesar 85 persen kecelakaan pada perlintasan terjadi pada perlintasan yang tidak dijaga. Rasio kecelakaan fatal 40,47 per 1.000 perlintasan sebidang. Rasio kematian 14,96 per 1.000 perlintasan sebidang.
Kecelakaan di perlintasan sebidang KA pada Minggu (27/2/2022), antara KA Dhoho relasi Blitar-Surabaya dan PO Bus Harapan Jaya di Desa Ketanon, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung, Jawa Timur, mengingatkan kita ternyata masih rawan terjadi kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang.
Meskipun ini bukan termasuk kecelakaan kereta api. Pasal 6 PP No. 62 tentang Investigasi Kecelakaan Transportasi, menyebutkan kecelakaan kereta api terdiri atas tabrakan antar Kereta Api; Kereta Api terguling; Kereta Api anjlok; dan/atau Kereta Api terbakar.
Program Penanganan Perlintasan pada Proyek Peningkatan Jalur KA berupa pembangunan pos jaga dan pintu perlintasan terintegrasi fasilitas operasi, pemasangan tiang early warning system (EWS), pemasangan Kembali patok rel pemnbatas ruang bebas jalur KA (normalisasi jalur), pembangunan jalan inspeksi, penyambungan dan perapian ballast stopper, penutupan perlintasan liar, pembanguan jembatan penyeberangan orang (JPO), pemasangan Kembali kelengkapan jalan inspeksi di bangunan hikmat (BH), pemnuhan perlengkapan rambu/alat pemberi isyarata lalu lintas (APILL), dan penekan hukum dan sosialisasi disiplin keselamatan.
Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang.
Dapat menutup perpotongan sebidang untuk perpotongan sebidang tanpa izin dan mengganggu keselamatan serta kelancaran perjalanan KA dan lalu lintas jalan dengan mempertimbangkan aksesabilitas masyarakat.
Dapat pula membangun perpotongan tidak sebidang perpotongan tidak sebidang dapat di atas atau di bawah jalur kereta api sesuai dengan persyaratan teknis.
Persyaratan perpotongan sebidang, pertama perpotongan sebidang hanya dapat dilakukan apabila, apabila letak geografis yang tidak memungkinkan membangun perpotongan tidak sebidang, tidak membahayakan dan mengganggu kelancaran operasi KA dan lalu lintas jalan, pada jalur tunggal dengan frekuensi dan kecepatan kereta api rendah.
Kedua, harus memenuhi persyaratan, memenuhi pandangan bebas masinis dan pengguna lalu lintas jalan, dilengkapi rambu-rambu lalu lintas jalan dan peralatan persinyalan, dibatasi hanya pada jalan kelas III, memenuhi standar spesifikasi teknis perpotongan sebidang yang ditetapkan oleh Menteri.
Ketiga, harus dibuat menjadi perpotongan tidak sebidang, tidak tidak memenuhi salah satu persyaratan perpotongan sebidang, frekuens dan kecepatan KA tinggi. Frekuensi dan kecepatan lalu lintas jalan tinggi.
Monitoring perlintasan sebidang yang dilakukan Direktorat Keselamatan, Dirjen. Perkeretaapian. Pintu perlintasan yang dioperasikan oleh Pemda tidak terhubung dengan fasilitas operasi, mengandalkan jadwal keberangkatan KA, sistem telekomunikasi antar pos jaga.
Pintu perlintasan yang dioperasikan oleh penyelenggara, peralatan tidak terhubung dengan sistem interlocking persinyalan. Perlintasan tidak berizin, maraknya perlintasan tidak berizin makin marak.
Sejumlah temuan selama monitoring, seperti tidak ada yang berinisiatif mengamankan/sterilisasi jalur KA, pembongkaran sebagai pagar untuk patokmengamankan rel yang berfungsi jalur KA oleh masyarakat, sehingga muncul ratusan perlintasan sebidang ilegal baru di Sumatera Barat, pemasangan ballas stopper terputus di perlintasan liar DED Pembangunan/Peningkatan Jalur KA tidak memasukkan penanganan perlintasan sebidang,
Pemda tidak merasa bertanggung jawab terhadap munculnya perlintasan illegal, Divre/Daop PT KAI sebagai penyelenggara dan BTP DJKA sebagai pemilik, pemeriksa jalan memeriksa petak jalur KA 2 kali dalam 24 jam.
Bench marking
Di Negara bagian Australia Selatan, tahun 2003 didirikan State Level Crossing Safety Advisory Committee (SLCSAC) untuk mengurangi jumlah, biaya dan trauma tabrakan di perlintasan kereta dengan cara yang paling hemat biaya.
Selain itu juga untuk meningkatkan upaya kordinasi antara badan-badan pemerintah dan pemangku kepentingan utama dalam meningkatkan keselamatan perlintasan kereta dan bertindak sebagai badan penasehat bagi Menteri Keselamatan Jalan.
Menurut Department of Transport, Energy and Infrastructure, terdapat 8 aksi yang dilakukan (1) meluncurkan teknologi red light camera pada beberapa perlintasan sebidang, (2) meluncurkan boomgate dan flashing light pada perlintasan sebidang, (3) bekerjasama dengan pemerintah setempat untuk merasionalisasi dan menutup perlintasan sebidang dengan tingkat rasioa yang tinggi, (4) mendanai program black spot perlintasan sebidang dalam kerjasama dengan pemda, (5) pemasangan automatic gates pejalan kaki dan sistem peringatan dini lebih dari satu kereta di jalur penyeberangan pejalan kaki perlintasan sebidang pada wilayah suburban (6) mendukung kampanye pendidikan termasuk kampanye penegakan hukum oleh Polisi Australia Selatan untuk mencegah perilaku buruk di perlintasan sebidang, (7) menetapkan perjanjian antara pemilik lintasan dan otoritas jalan untuk mengelola risiko perlintasan sebidang, dan (8) investigasi teknologi persinyalan dan telekomunikasi.
Di samping itu, United Nations Economic Commission for Europe (Unece), impelementasi peningkatan keselamatan melalui opendekatan dafe system, (1) pemerintah memprakarsai keterlibatan otoritas jalan dan kereta api dalam konsultasi aktif untuk implementasi peningkatan keselamatan, (2) manajemen risiko perlintasan sebidang Plan-Do-Check-Act, proses perbaikan berkelanjutan. Merencanakan (Plan) yaitu mengevaluasi risiko dan memprioritaskan tindakan korektif. Melakukan (Do), yakni menerapkan tindakan korektif per anggaran yang tersedia. Memeriksa (Check), menilai dan mengevaluasi kenierja. Bertindak (Act), yaitu menilai, mengembangkan dan mengimplementasikan peningkatan.
Pendekatan sistem untuk perlintasan sebidang (1) pemerintah terlibat dan komitmen untuk vision zero, dan (2) pebentukan kelompok kerja nasional untuk menerapkan pendketaan safe system (www.unece.org).
Tidak paham
Kecelakaan rombongan Bus Pariwisata biasanya Pengemudi tidak paham dengan rute yang akan dilalui karena bukan pramudi tetap/pegawai di PO Bus Pariwisata tersebut melainkan pramudi siapapun yang penting punya SIM B1/B2, walaupun tidak memiliki pengalaman cukup di rute tersebut.
PO Bus Pariwisata tidak memilki risk journey yang dijadikan panduan pramudi ketika akan berangkat ke suatu tujuan. Hal ini mengakibatkan pengemudi tidak paham road hazard mapping pada rute yang akan dilalui. Hal ini akan diperparah lagi jika penumpang juga meminta pengemudi agar bus mereka paling duluan sampai di tujuan.
Faktor lainnya mengenai perlintasan sebidang yang tidak dijaga sebaiknya Pemerintah Daerah melalui Dishub bekerjasama dengan PT KAI melakukan audit agar dapat melakukan mitigasi risikonya, sehingga ada solusi jangka pendeknya.
# https://jakarta.suaramerdeka.com/opini/pr-1342862944/upaya-peningkatan-keselamatan-di-perlintasan-sebidang?page=all