Velicha Elenagaretha Ami atau akrab disapa Icha (22), mahasiswa Program Studi (Prodi) Arsitektur Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang meraih juara 1 Kompetisi Karya Tulis Tingkat Nasional yang diadakan oleh Yayasan Profesor Gunawan Tjahjono.
Gadis kelahiran Singkawang, 19 September 2000 ini meneliti mitigasi kebencanaan dalam tata ruang di Kampung Takpala, Desa Lembur Barat, Kecamatan Alor Tengah Utara, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kabupaten Alor merupakan wilayah kepulauan yang terdiri atas 3 pulau besar yakni: Pulau Alor, Pulau Pantar, Pulau Pura dan enam pulau kecil, yaitu Pulau Tereweng, Pulau Ternate, Pulau Nuha Kepa, Pulau Buaya, Pulau Kanggedan, dan Pulau Kura. Luas wilayah Kabupaten Alor ialah 2.928,88 km2;.
Icha melihat rumah tradisional Kampung Takpala tersebut tak hanya memiliki bentuk bangunan yang unik, namun juga memiliki ketahanan terhadap bencana.
“Pola kebudayaan dalam rumah adat di Kampung Takpala secara struktural memiliki mitigasi kebencanaan,” ujarnya pada Tribun Jateng pada Kamis (29/9/2022) di Ruang Rapat Lantai 5 Gedung Hendricus Constant Kampus Unika Bendan Dhuwur, Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang.
Guna memastikan akurasi mitigasi kebencanaan pada tata ruang Kampung Takpala, Icha mengonfirmasi langsung ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Alor terdapat Gunung Sirung sebagai gunung berapi dan dilintasi cincin api pasifik.
Bahkan Kabupaten Alor dapat dikatakan memiliki potensi 10 bencana alam dengan 3 bencana lainnya yang sering terjadi di Kabupaten Alor.
“Sehingga menurut saya mitigasi bencana sangat penting di Kabupaten Alor dan di Kampung Takpala saya mengkaji segi arsitektur dan melihat pola ini terbentuk dan bisa menjadi ilmu turun-temurun di masyarakat melalui kebudayaan,” terang Icha.
Riset di Kampung Takpala telah ia lakukan sejak Oktober hingga Desember 2021 dan ia melihat bencana alam khususnya gempa bumi yang terjadi di setiap daerah berbeda.
Gempa bumi yang terjadi di Pulau Jawa dengan gempa bumi yang terjadi di Nusa Tenggara Timur berbeda dan terjawab dalam karakteristik bangunan.
Bangunan di Kabupaten Alor menggunakan material kayu dan tidak menggunakan paku, melainkan pasak kayu, sehingga bangunan tidak kaku.
Sehingga bila terjadi gempa bumi, bangunan akan bergerak seirama dengan gempa ditambah atap dan orientasi bangunan yang mampu memecah angin.
Dengan mitigasi kebencanaan dalam tata ruang tersebut, dampak yang dirasakan hingga potensi korban jiwa bisa diminimalisasi.
“Badai Seroja yang sempat terjadi tahun 2021 terdampak ke Kabupaten Alor, tetapi dengan mitigasi kebencanaan tata ruang, Kampung Takpala tetap berdiri dan justru berkembang,” ungkap Icha.
Penelitiannya tentang Kampung Takpala tersebut ia perdalam menjadi skripsi dan pada kesempatan yang tidak jauh, ia ikutkan kompetisi karya tulis yang diadakan oleh Yayasan Profesor Gunawan Tjahjono.
Ia berhasil meraih juara 1 atas karya tulis dan penelitian yang ia lakukan selama 3 bulan di Kabupaten Alor.
Lebih lanjut, Icha mengkaji bahwa struktur tata ruang di Kampung Takpala dibagi dalam beberapa bagian, yakni misba, mesang atau ruang terbuka publik, rumah kolwate, rumah kanurwate, rumah lopo, dan rumah gudang.
Misba merupan pusat aktivitas masyarakat Suku Abui atau suku yang tinggal di Kampung Takpala berupa susunan batuan andesit yang berfungsi sebagai area persembahan dan upacara adat.
Sedangkan mesang merupakan area terbuka di sekitar rumah kolwate atau kanurwate dan digunakan sebagai sarana berkumpul dan komunikasi antarmasyarakat.
Rumah kolwate merupakan rumah yang digunakan untuk menyimpan alat upacara adat yang bisa dimasuki oleh masyarakat Kampung Takpala
Rumah kanurwate merupakan rumah dewa atau tidak boleh dimasuki sembarang orang dan bangunan untuk menyimpan perisai, moko atau alat bebunyian zaman dahulu sebelum genderang dan juga dipakai sebagai mas kawin atau pelengkap upacara kebesaran.
Lopo merupakan rumah khas Suku Abui dan berfungsi sebagai hunian pertama.
Rumah gudang merupakan tempat menerima tamu, memasak, dan melaksanakan acara adat.
Sementara itu, Sekretaris Prodi Arsitektur, Gustav Anandhita, S.T., M.T., menyatakan pihaknya selalu mendorong mahasiswa untuk mengikuti kompetisi.
Ia meyakini mahasiswa yang mengikuti kompetisi akan lebih mudah dalam menapakkan nama selepas menyandang gelar sarjana.
“Para arsitektur besar tak hanya memiliki keahlian secara teori namun juga menjadi perbincangan dan mudah dikenali karena mengikuti kompetisi,” tuturnya.
Untuk itu ia berharap agar mahasiswa bisa memanfaatkan kesempatan untuk bertarung dan menguji gagasan dalam kompetisi.
Pihaknya bahkan secara khusus menyiapkan tim untuk mendampingi dan mendorong mahasiswa mengikuti kompetisi.
#https://jateng.tribunnews.com/2022/09/30/velicha-elenagaretha-ami-kaji-mitigasi-kebencanaan-dalam-tata-ruang-di-kampung-takpala-alor-ntt?page=all.